Nyeri akut pascaoperasi masih merupakan permasalahan dalam pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Hampir 50% pasien pascaoperasi elektif mengalami nyeri yang berujung terhadap peningkatan kejadian nyeri kronik dan penurunan kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan. Penelitian ini bertujuan memberikan gambaran mengenai analgesik yang digunakan di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung dan efektivitasnya terhadap nyeri pascaoperasi. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif observasional prospektif cross-sectional yang dilakukan pada pasien usia 18-65 tahun dengan status fisik American Society of Anaesthesiologist (ASA) kelas I-III di ruang perawatan pada jam ke-24 pascaoperasi selama tahun 2017 sebanyak 476 pasien. Subjek penelitian dikelompokkan berdasar atas jenis operasi yang menyebabkan nyeri ringan, sedang dan berat. Jenis analgesik pascaoperasi yang digunakan dan skala nyeri menggunakan numeric rating scale (NRS) dicatat. Efektif bila skala nyeri menggunakan NRS pada jam ke-24 pascaoperasi <4 dan tidak efektif bila NRS ≥4. Hasil penelitian didapatkan jenis analgesik terbanyak yang digunakan pada pasien pascaoperasi elektif adalah kombinasi petidin dan ketorolak i.v. dan derajat nyeri pada jam ke-24 pascaoperasi elektif yang dialami pasien adalah nyeri ringan NRS 1-3 (57,8%), nyeri sedang NRS 4-6 (26,9%), dan nyeri berat NRS 7-10 (2,7%). Simpulan penelitian ini adalah efektivitas analgesik pascaoperasi di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung masih belum baik karena masih terdapat sepertiga pasien mengalami nyeri NRS ≥4 dari target rumah sakit 100% bebas nyeri.
Pasien yang mengalami cedera dengan Injury Severity Score (ISS) >16 didefinisikan sebagai politrauma. Pada politrauma terjadi hipoksia jaringan, autoregulasi terganggu, mikrosirkulasi glomerulus, cedera sel tubular serta proses inflamasi yang apabila tidak diatasi secara adekuat dapat menyebabkan acute kidney injury (AKI). Saat ini diagnosis AKI berdasar atas kenaikan kreatinin serum yang terdeteksi setelah terjadi kerusakan ginjal. Cystatin C merupakan penanda biologis yang dapat mendeteksi AKI. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui nilai area under the curve (AUC) dan akurasi cystatin C untuk diagnosis AKI pada pasien politrauma di Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Penelitian uji diagnostik ini dengan analisis data sekunder pada sebagian data penelitian Academic Leadership Grant (ALG) pasien politrauma di IGD RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung dari Januari-Juni 2017. Analisis data menggunakan kurva receiver operating characteristic (ROC) dengan program statistical product and service solution (SPSS)versi 24.0 for windows. Hasil penelitian dari 23 sampel menunjukkan pada cutoff point 354,97 ng/mL cystatin C plasma memiliki sensitivitas 100%, spesifisitas 88,9%, nilai duga positif 71,4%; nilai duga negatif 100%; nilai AUC 0,967; dan akurasi 91,3%. Simpulan penelitian ini adalah nilai AUC dan akurasi cystatin C memberikan hasil yang baik dalam diagnosis AKI pada pasien politrauma.
AbstrakDelirium ditandai dengan perubahan status mental, tingkat kesadaran, serta perhatian yang akut dan fluktuatif. Keadaan ini merupakan kelainan yang serius berhubungan dengan pemanjangan lama perawatan di Intensive Care Unit (ICU), biaya yang lebih tinggi, memperlambat pemulihan fungsional, serta peningkatan morbiditas dan mortalitas. Tujuan penelitian adalah mengetahui angka kejadian delirium dan faktor risiko terjadinya delirium di ICU Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin (RSHS) Bandung. Pengambilan sampel dilakukan selama tiga bulan (Januari-Maret 2015) di ICU RSHS Bandung. Metode penelitian ini deskriptif observasional secara kohort prospektif, menggunakan alat ukur Confusion Assessment Method-Intensive Care Unit (CAM-ICU), sebelumnya dilakukan penilaian dengan Richmond agitation-sedation scale (RASS) pada pasien yang tersedasi. Hasil penelitian ini dari 105 pasien, 22 pasien dieksklusikan, dari 83 pasien didapatkan 31 pasien positif delirium, angka kejadian 37%. Faktor-faktor risiko pada pasien positif delirium terdiri atas geriatri 15 dari 31, pemakaian ventilator 12 dari 31, pemberian analgesik morfin 9 dari 31, sepsis atau infeksi 9 dari 31, kelainan jantung 8 dari 31, acute physiology and chronic health evaluation (APACHE) II skor tinggi 8 dari 31, kelainan ginjal 7 dari 31, laboratorium abnormal 7 dari 31, pemberian sedasi midazolam 6 dari 31 kelainan endokrin 5 dari 31, pemberian analgesik fentanil 2 dari 31, dan strok 1 dari 31. Simpulan, angka kejadian delirium di ICU RSHS Bandung cukup tinggi sebesar 37% dengan faktor risiko terbesar adalah pasien geriatrik. Incidence and Risk Factors of Deliriumin in the Intensive Care Unit of Dr. Hasan Sadikin General Hospital Bandung AbstractDelirium ditandai dengan perubahan status mental, tingkat kesadaran, serta perhatian yang akut dan fluktuatif. Keadaan ini merupakan kelainan yang serius berhubungan dengan pemanjangan lama perawatan di Intensive Care Unit (ICU), biaya yang lebih tinggi, memperlambat pemulihan fungsional, serta peningkatan morbiditas dan mortalitas. Tujuan penelitian adalah mengetahui angka kejadian delirium dan faktor risiko terjadinya delirium di ICU Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin (RSHS) Bandung. Pengambilan sampel dilakukan selama tiga bulan (Januari-Maret 2015) di ICU RSHS Bandung. Metode penelitian ini deskriptif observasional secara kohort prospektif, menggunakan alat ukur Confusion Assessment Method-Intensive Care Unit (CAM-ICU), sebelumnya dilakukan penilaian dengan Richmond agitation-sedation scale (RASS) pada pasien yang tersedasi. Hasil penelitian ini dari 105 pasien, 22 pasien dieksklusikan, dari 83 pasien didapatkan 31 pasien positif delirium, angka kejadian 37%. Faktor-faktor risiko pada pasien positif delirium terdiri atas geriatri 15 dari 31, pemakaian ventilator 12 dari 31, pemberian analgesik morfin 9 dari 31, sepsis atau infeksi 9 dari 31, kelainan jantung 8 dari 31, acute physiology and chronic health evaluation (APACHE) II skor tinggi 8 dari 31, kelainan ginjal 7 dari 31 laboratorium abnormal 7 dari 31, pemberian sedasi mi...
AbstrakHipotensi merupakan komplikasi anestesi spinal yang sering ditemukan pada seksio sesarea. Pencegahan hipotensi dapat dilakukan dengan pemberian cairan, vasopresor, dan memperbaiki posisi uterus ibu saat terlentang dengan mengganjal punggung. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh ondansetron 8 mg yang diberikan 5 menit sebelum spinal anestesi dalam menjaga kestabilan hemodinamik. Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung pada Januari-Maret 2014 dengan desain eksperimental secara acak klinis terkontrol tersamar ganda yang mengikutsertakan 46 ibu hamil dengan status fisik American Society of Anesthesiologist (ASA) I−II yang menjalani seksio sesarea menggunakan anestesi spinal. Setelah randomisasi secara blok permutasi, subjek penelitian dikelompokkan menjadi 2, yaitu 23 subjek kelompok kontrol mendapat NaCl 0,9% dan 23 subjek kelompok perlakuan mendapat ondansetron intravena 8 mg. Tekanan darah dan laju nadi diperiksa setiap 1-15 menit setelah anestesia spinal, kemudian diperiksa tiap 3 menit sampai operasi selesai. Data hasil penelitian dianalisis dengan uji-t, Uji Mann-Whitney, dan Uji Kolmogorov-Smirnov. Analisis statistik menunjukkan perbedaan bermakna tekanan darah sistol, tekanan darah rata-rata, dan jumlah pemakaian efedrin antara kelompok kontrol dan kelompok ondansetron (p<0,05). Simpulan, pemberian ondansetron 8 mg dapat mengurangi hipotensi dan menurunkan jumlah pemberian efedrin pasca-anestesi spinal pada operasi seksio sesarea.Kata kunci: Anestesi spinal, hipotensi, ondansetron, seksio sesarea Intravenous Ondansetron Effect on Blood Pressure and Heart Rate in Caesarean Section under Spinal Anesthesia AbstractHypotension is the most common complication in spinal anesthesia during cesarean sections. One of the prevention efforts includes administering a fluid vasopressor or placing a wedge under the right hip for left uterine displacement. This study aimed to determine the effect of ondansetron 8 mg, 5 minutes before spinal anesthesia, to maintain maternal hemodynamic stability. This double-blind randomized control experimental study was conducted in Dr. Hasan Sadikin General Hospital Bandung during the period of January to March 2014 on 46 pregnant women, American Society of Anesthesiologist (ASA) II, who underwent cesarean section with spinal anesthesia. After randomization, the subjects were grouped into two groups: 23 subjects were included in the control group receiving Nacl 0.9% and 23 subjects were included in the ondansetron group receiving 8 mg of ondansetro. Blood pressure and pulse rate were examined every minute until 15 minutes after spinal anesthesia and then every 3 minutes until the operation was complete. Data were analyzed statistically using t test, Mann Whitney Test, and Kolmogorov-Smirnov Test. The results show that there were significant differences in systol presure, average blood pressure, and use of ephedrine between the control and ondansetron group (p<0.05). In conclusion, the provision of 8 mg ondansetron can prevent hypotension and reduce...
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
hi@scite.ai
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.