Abstrak:Dalam perkembangannya terdapat kendaraan berupa sepeda listrik yang notabene memiliki dua sumber energi yaitu energi manusia dan energi listrik. Kendaraan yang memiliki dua sumber energi penggerak ini disebut juga sebagai hybrid vehicle. Di dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia terkait dengan hybrid vehicle, yang notabene memiliki dua sumber energi, seperti sepeda listrik yang menggabungkan energi manusia dan listrik tidak terdapat pengaturan. Hal ini menimbulkan problematika terkait dengan legalitas sepeda listrik yang ada di masyarakat. Ketidakjelasan legalitas sepeda listrik ini memiliki problematik hukum yaitu 1) kedudukan hukum sepeda listrik di Indonesia dan 2) akibat hukum sepeda listrik sebagai kendaraan di Indonesia. Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Berdasarkan penelitian ini, ditemukan bahwa sepeda listrik t tergolong sebagai kendaraan tidak bermotor. Hal ini didasarkan pada argumentasi bahwa sumber utama tenaga penggerak sepeda listrik adalah tenaga manusia dan dengan penafsiran ekstensif sepeda listrik merupakan perluasan dari sepeda pada umumnya. Akibat hukum yang muncul ketika sepeda listrik tergolong sebagai kendaraan tidak bermotor, berarti terdapat hak dan kewajiban hukum bagi pengendara sepeda listrik tersebut. Terdapat dua klasifikasi kewajiban bagi pengemudi sepeda listrik, dimana terdapat kewajiban yang hanya bersifat anjuran karena tidak memiliki sanksi ketika tidak dilaksanakan dan kewajiban yang memiliki sanksi ketika tidak dilaksanakan. Adapun hak-hak bagi pengemudi sepeda listrik adalah terdapat fasilitas-fasilitas khusus bagi pengendara sepeda listrikKata Kunci: sepeda listrik, legalitas, kendaraan. Abstract: In its development, there is a vehicle in the form of electric bicycles which incidentally has two sources of energy namely human energy and electrical energy. This vehicle that has two sources of propulsion energy is also called hybrid vehicles. Though, there is not yet an Indonesian regulations related to hybrid vehicles, which has two energy sources, such as electric bicycles that combine human energy and electricity. This raises problems related to the legality of electric bicycles in the society. The unclear legality of electric bicycles has legal problems namely 1) the legal standing of electric bicycles in Indonesia and 2) legal consequences of electric bicycles as vehicles in Indonesia. This research is a normative legal research with a statutory and conceptual approach. Based on this research, it was found that electric bicycles are classified as non-motorized vehicles. This is based on the argument that the main source of electric bicycle driving force is human power and with an extensive interpretation of electric bikes as an extended version ofa bicycle in general. The legal consequences that arise when electric bicycles are classified as non-motorized vehicles are the legal rights and obligations for the electric cyclist. There are two classifications of liabilities for electric bicycle riders, where there are obligations that are in the form of cautionary suggestions because they do not have sanctions or punishment for not implementing the recommendationand ones that have sanctions when not applied. One of the rights received byelectric bicycle drivers are special facilities for electric bicycle ridersKeywords: electric bicycle, legality, vehicle.
Perkawinan Internasional adalah perkawinan yang terdapat unsur asing di dalamnya. Perkawinan campuran sebagaimana diatur dalam pasal 57 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan bahwa perkawinan campuran adalah perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Asing dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia. Pengaturan mengenai pencatatan perkawinan diluar Indonesia menurut Undang-Undang Administrasi Kependudukan dan pendaftaran perkawinan di luar Indonesia menurut Undang-Undang Perkawinan menggunakan istilah “pendaftaran” sedangkan ketentuan dalam UU Administrasi Kependudukan menggunakan istilah “pencatatan” sehingga perlu dilakukan pembahasan lebih lanjut mengenai perbedaan tersebut. Selain itu mengenai jangka waktu juga terdapat perbedaan, dalam Undang-Undang Perkawinan memberikan batas waktu selama 1 (satu) tahun, sedangkan dalam UU Administrsai Kependudukan memberikan batas waktu pendaftaran hanya selama 1 (satu) bulan. Berdasarkan latar belakang tersebut maka rumusan masalah yang dapat ditarik yaitu pertama, apabila terjadi perkawinan di luar Indonesia, maka peraturan perundang-undangan mana yang akan diterapkan. Kedua, apakah terdapat perbedaan makna antara “pendaftaran” dan “pencatatan”. Hasil penelitian ini menunjukan terjadi konflik norma terkait jangka waktu untuk mendaftarkan perkawinan dan Pencatatan perkawinan di luar Indonesia, secara substansial bersifat administratif. Pencatatan adalah bentuk penertiban dan penerbitan suatu dokumen yang dikeluarkan negara untuk perlindungan hukum. Sehingga, jika tidak dicatatkan, perkawinan dianggap tidak pernah terjadi oleh negara.
This research discusses the concept of default on bank credit due to the Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) pandemic. In order to maintain the national economic growth which is decreasing due to the Covid-19 pandemic, POJK No. 11/2020 juncto POJK No. 48/2020 regulates the provision of stimulus policies for bank debtors who experience difficulties in fulfilling their obligations to banks. After the enactment of this policy, the debtor is declared to be in default if there is an arrear that exceeds 90 days because the debtor does not meet the requirements for the accuracy of principal and/or interest payments in Article 3 paragraph (1) POJK No. 11/2020 juncto POJK No. 48/2020, so that debtor credit cannot be restructured. Due to the unsuccessful restructuring, based on Article 5 paragraph (1) POJK No. 11/2020 juncto POJK No. 48/2020, the credit quality remains in the non-performing loan category. The legal measures that can be taken by banks are through the efforts to save credit by credit restructuring. This study taken an example of a restructuring scheme at BRI Bank, by using the method of lowering interest rates, changes in principal installment scheduling and extension of the credit period. If the loan restructuring is not successful, then the bank needs to handle it by credit settlement efforts.Keywords: Default; Bank Credits; Covid-19.Penelitian ini membahas mengenai wanprestasi pada kredit perbankan akibat pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19). Untuk menjaga pertumbuhan perekonomian nasional yang sedang menurun akibat pandemi Covid-19, diterbitkan POJK No. 11/2020 juncto POJK No. 48/2020 yang mengatur mengenai pemberian kebijakan stimulus bagi debitur bank yang mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajibannya kepada bank. Pasca berlakunya kebijakan tersebut, debitur dinyatakan melakukan wanprestasi apabila, terjadi tunggakan yang melebihi 90 hari dikarenakan debitur tersebut tidak memenuhi persyaratan ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga dalam Pasal 3 ayat (1) POJK No. 11/2020 juncto POJK No. 48/2020, sehingga kredit debitur tidak dapat dilakukan restrukturisasi. Oleh karena tidak berhasil direstrukturisasi, berdasarkan Pasal 5 ayat (1) POJK No. 11/2020 juncto POJK No. 48/2020 maka kualitas kredit tetap dalam kategori kredit bermasalah. Upaya penanganan yang dapat dilakukan bank yaitu melalui upaya penyelamatan kredit dengan melakukan restrukturisasi kredit. Penelitian ini mengambil contoh skema restrukturisasi pada Bank BRI, yaitu dengan menggunakan metode penurunan suku bunga, perubahan penjadwalan angsuran pokok dan perpanjangan jangka waktu kredit. Jika restrukturisasi kredit tidak berhasil, maka dilakukan upaya penanganan melalui upaya penyelesaian kredit.Kata Kunci: Wanprestasi; Kredit Perbankan; Covid-19.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.