INTISARIKabupaten Kebumen dikenal sebagai salah satu sentra peternakan sapi potong di Provinsi Jawa Tengah. Pemeliharaan ternak sapi potong pada peternakan rakyat didominasi oleh sapi lokal, khususnya sapi Peranakan Ongole (PO). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dinamika populasi, output, dan penampilan reproduksi sapi PO di Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah, sebagai dasar untuk menetukan kelayakan sebagai wilayah sumber bibit. Materi penelitian ini meliputi 1.261 peternak dan 3.112 ekor sapi PO yang berasal dari enam kecamatan di wilayah Urut Sewu, Kabupaten Kebumen. Penelitian bersifat analisis deskriptif dengan metode survei yaitu untuk parameter penampilan reproduksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa days open 4,37±0,64 bulan, S/C 1,97±0,20, interval kelahiran 14,17±0,67 bulan, dan nilai efisiensi reproduksi (ER) 97,25%. Nilai natural increase (NI) pada penelitian ini yaitu sebesar 40,78%. Kemudian nilai net replacement rate (NRR) sapi PO jantan dan betina masingmasing sebesar 153,94% dan 223,99%. Hasil estimasi output sapi PO 39,73% dari populasi yang terdiri dari sisa replacement stock jantan 6,12% dan betina 9,41% serta ternak afkir jantan 14,96% dan betina 9,23%, estimasi dinamika populasi sapi PO tahun 2015 sampai 2019 diestimasi akan meningkat 2.181 ekor atau 2,70% per tahun. Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa Kabupaten Kebumen layak untuk dijadikan sumber pembibitan sapi PO karena penampilan reproduksi sapi PO di Kabupaten Kebumen yang sudah cukup baik dan diestimasi dinamika populasinya akan terus meningkat dari tahun 2015 sampai 2019.(Kata kunci: Dinamika populasi, Penampilan reproduksi, Output, Sapi Peranakan Ongole (PO), Kebumen) ABSTRACT Kebumen Regency is known as one of the livestock of beef cattle areas in Central Java
INTISARIPenelitian bertujuan untuk mengevaluasi kemampuan produksi tanaman sorgum varietas lokal Rote sebagai pakan ternak ruminansia pada umur panen dan dosis urea yang berbeda. Penelitian dilaksanakan di rumah kaca Laboratorium Hijauan Makanan Ternak dan Pastura Fakultas Peternakan UGM selama 4 bulan dari tanggal 11 November 2011 hingga 27 Februari 2012. Penelitian ini dirancang dengan Rancangan Acak Lengkap pola faktorial dengan 2 faktor perlakuan yaitu umur panen (UP) sebagai faktor pertama (UP1= 50 hari, UP2 = 70 hari, dan UP3 = 90 hari) dan dosis pupuk urea (P0 = tanpa urea sebagai kontrol, P1 = 50 kg/ha, dan P2 = 100 kg/ha) sebagai faktor kedua. Kombinasi perlakuan ini diulang 4 kali. Variabel yang diamati adalah produksi bahan kering (BK), bahan organik (BO), dan protein kasar (PK) (g/polibag). Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi BK tertinggi terdapat pada perlakuan UP3P2 (107,27 g/polibag) dan berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan UP3P1, UP3P0, UP2P2, UP2P1, UP2P0, UP1P2, UP1P1, dan UP1P0. Perlakuan UP3P2 dan UP3P1 menghasilkan produksi BO yang lebih tinggi yaitu 108,07 dan 84,70 g/polibag, dibandingkan dengan UP3P0, UP2P2, UP2P1, dan UP2P0. Produksi BO terendah terdapat pada kombinasi perlakuan UP1P0 (25,60 g/polibag) dan tidak berbeda nyata dengan UP1P2 (32,88 g/polibag) dan UP1P1 (28,70 g/polibag). Produksi PK tertinggi terdapat pada perlakuan UP2P2 (5,57 g/polibag) dan tidak berbeda nyata dengan UP3P2 (5,14 g/polibag) dan UP1P2 (5,03 g/polibag). Produksi PK berbeda dengan UP3P1, UP2P1 dan UP1P1. Produksi PK juga berbeda dengan UP1P0 dan UP2P0. Perlakuan UP3P0 merupakan kombinasi perlakuan yang menghasilkan produksi PK terendah yaitu 2,22 g/polibag. Disimpulkan bahwa tanaman sorgum yang dipanen pada umur 90 hari dengan dosis pupuk urea 100 kg/ha, menghasilkan hijauan terbaik sebagai pakan ruminansia.(Kata kunci: Sorgum, Umur panen, Dosis urea, Produksi bahan kering, Produksi protein kasar) (November 11 -February 27, 2012) ABSTRACT The aim of this experiment was to evaluate the production of sorghum plant (Sorghum bicolor (L.) Moench) of Rote local variety as forage for ruminant feed at different combination of harvest time and urea level. The experiment conducted for 4 months
INTISARIPenelitian ini bertujuan untuk mengestimasi nilai heritabilitas (h 2 ) berat lahir, sapih, dan umur satu tahun sapi Bali di Balai Pembibitan Ternak Unggul (BPTU) Sapi Bali. Materi penelitian yang digunakan yaitu catatan berat lahir, sapih dan berat umur satu tahun (365 hari) sapi Bali mulai tahun 2006 sampai 2009. Catatan silsilah berasal dari 150 ekor pedet sapi Bali yang berasal dari 9 ekor pejantan dengan 150 ekor induk sapi Bali. Estimasi nilai heritabilitas dilakukan berdasarkan analisis saudara tiri sebapak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa heritabillitas berat lahir, sapih, dan satu tahun berturut-turut adalah 0,85±0,44; 0,51±0,32, dan 0,54±0,32. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai heritabilitas berat lahir, sapih, dan umur satu tahun sapi Bali di BPTU Sapi Bali bernilai tinggi.(Kata kunci: Heritabilitas, Berat lahir, Berat sapih, Berat satu tahun, Sapi Bali) ABSTRACT PendahuluanSapi Bali merupakan ternak asli Indonesia yang mempunyai masa depan ekonomis cerah (a promising economic future) dan telah tersebar di 26 propinsi di Indonesia. Penyebaran sapi Bali cukup luas terutama di propinsi Sulawesi Selatan, NTT, NTB, Lampung, Sulawesi Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, dan Jawa Timur. Penampilan sapi Bali pada daerah tersebut beragam, baik ukuran tubuh, pertumbuhan, maupun kemampuan reproduksi. Keragaman tersebut disebabkan oleh sistem pemeliharaan, perbedaan pakan dan lingkungan. Sapi Bali berpotensi dikembangkan di luar habitat asal karena sapi Bali memiliki penampilan menarik, kesuburannya tinggi, dan daya adaptasinya cukup baik terhadap lingkungan baru (Gunawan et al., 1998).Seleksi terarah merupakan salah satu cara untuk meningkatkan produktivitas ternak disamping manajemen pemeliharaan. Beberapa hal seperti sifat __________________________________ * Korespondensi (corresponding author): Telp. +62 813 2883 2260 E-mail: profsumadi@yahoo.co.id individu, silsilah dan kemampuan reproduksi perlu diperhatikan dalam seleksi terarah. Hasil seleksi berupa sifat kuantitatif dan sifat kualitatif yang membentuk penampilan individu ternak dikendalikan oleh faktor genetik dan faktor lingkungan. Sifat kuantitatif dan kualitatif dapat diwariskan kepada anak keturunannya. Untuk menghitung besarnya proporsi dari keragaman suatu sifat yang diwariskan kepada anak keturunannya maka perlu dihitung angka pewarisan atau heritabilitas (h 2 ). Jika angka pewarisan pada suatu sifat tinggi maka diharapkan keunggulan suatu sifat tetua yang diwariskan kepada keturunannya juga tinggi.Suatu sifat dipilih untuk dijadikan dasar seleksi perlu dipertimbangkan beberapa hal, yaitu tujuan program seleksi, nilai heritabilitas suatu sifat, nilai ekonomi dari adanya peningkatan sifat, korelasi antar sifat serta biaya dan waktu dari program seleksi. Beberapa sifat yang mempunyai nilai ekonomis tinggi meliputi fertilitas, daya hidup, nilai karkas, berat lahir, berat sapih, tipe dan konformasi tubuh, berat dan kualitas bulu (Warwick et al., 1990). Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dilakukan pene...
<p>This study was conducted to evaluate performances of Bligon goats kept by farmers at Giri Sekar village, Panggang sub-district, Gunungkidul as basic information for establising the village breeding centre program. The research was conducted for three months, starting from October to December 2010, located at Purwo Manunggal farmers’ group, Jerukan, Giri Sekar village, Panggang, Gunungkidul, Yogyakarta. Twenty farmers were involved during the study to be interviewed, while their goats were measured regularly. The parameter of goat meausred in this research were pre weaning, weaning, does and buck. Interviewing the farmers was done using questionnaire. Interview, direct measurement were applied to collect all required informations. The data consisted of farmer’s background, possesion of goats and land, goats’ daily management, service per conception, litter size, post partum estrus, post partum mating, kidding intervals, and average daily gain. Qualitative data were analysed descriptively and presented as percentage, while quantitative data were analysed using Independent Sample T-test, presented as mean and its standard error. The results showed that majority of the farmers (37.9%) kept goat as main sources of income, while others were to saving (34.5%) and produce manure (27.6%). On average, the numbers of goat owned by the farmers was four heads, ranging from 1 to 7 heads. The average of service per conception (S/C), gestation period, litter size, post partum estrus, post partum mating and kidding intervals of Bligon were 1.23; 5.5 months; 1.74 head; 63.2 days; 95 days and 8.53 months, respectively. The average daily gain of male kid, young and adult Bligon goats were 0.15; 0.29<br />and 0.27 kg/head/day, while for female Bligon gotas were 0.16; 0.26 and 0.15 kg/head/day, respectively. It is concluded that performances of Bligon goats was high in terms of litter size, post partum estrus, post partum mating, gestation<br />period, kidding intervals and average daily gain.</p><p>(Keywords: Performance, Bligon goats, Gunungkidul)<br /><br /></p>
<p>The objective of research were to evaluate grading up program of Boer buck and Ettawa grade goat (EGG) doe at Village Breeding Centre (VBC) Dadapan village, Sumberejo subdistrict, Tanggamus regency by studying growth performance EGG, Boerawa grade 1 (BG1), and Boerawa grade 2 (BG2). Survey method was used in this research. Recording for growth performance of 525 heads EGG, 450 heads BG1, and 175 heads BG2 possessed by Karya Makmur III farmer group that was member of the VBC. Variables observed were body weight and body measurements at birth, weaning, and yearling. Data was analysed by analysis for variance of Completely Randomized Design for one way lay out. Difference of mean were analysed by Duncant’s Multiple Range Test. The average of birth weight of EGG (2,79±0,66 kg) were lower than that of BG1 (3,22±0,64 kg), however that of BG1 were not different with BG2 (3,02±0,89 kg). The average of weaning weight of EGG (18,28±0,053 kg) were lower than that of BG1 (19,89±5,72 kg) however that of BG1 were not different with that of BG 2 (19,67±1,54 kg). The average of yearling weight of EGG (39,89±7,26 kg) were lower than that of BG1 however that of BG1(43,49±6,15 kg) were not different with BG2 (42,27±2,12 kg). The absolute preweaning and postweaning average daily gain (ADG) of EGG, BG1, and BG2 were not different. Relative preweaning ADG of EGG (7,95±0,69%) were higher (P<0.05) than that of BG1 (3,57±0,14%) and BG2 (4,77±0,64%) however that of BG1 were not different with BG2. Relative postweaning ADG of EGG (0,60±1,31%) were higher than that of BG1 (0,37±0,01%) and BG2 (0,43±0,07%). Average of postweaning ADG of BG1 and BG2 were different (P<0.05). Its conclusion that growth performance of BG2 have not optimum.</p>
Penelitian bertujuan untuk mengevaluasi produktivitas hijauan arbila (Phaseolus lunatus) sebagai pakan ruminansia pada berbagai level inokulum rizobium dan umur panen, telah dilaksanakan selama 5 bulan, dirancang dengan rancangan acak lengkap pola faktorial dengan 2 faktor perlakuan. Faktor pertama yaitu level inokulum (I): I1 (tanpa inokulum), I2 (5 g/kg benih), I3 (10 g/kg benih), dan I4 (15 g/kg benih). Faktor kedua adalah umur panen (U) yaitu U1 (dipanen pada umur 60 hari), U2 (dipanen pada umur 80 hari), U3 (dipanen pada umur 100 hari), yang diulang sebanyak 4 kali. Variabel yang diamati adalah serapan nitrogen (N), produksi bahan kering (BK), produksi bahan organik (BO), kadar BO, kadar protein kasar (PK), kadar serat kasar (SK), kadar bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN), kadar ekstrak eter (EE), dan kadar abu hijauan arbila. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dosis inokulum rizobium 15 g/kg (I4) benih menghasilkan persentase bintil akar efektif tertinggi (98,72%) dan kombinasinya dengan umur panen 100 hari (I4U3) mampu menghasilkan produktivitas tertinggi yaitu dapat mengabsorbsi N sebesar 688,10 g/polybag dengan produksi BK 273,81 g/polybag, produksi BO 263,96 g/polybag, serta kandungan nutrien sebagai berikut: 91,
INTISARIPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui dinamika populasi, produktivitas dan output sapi Bali di Kabupaten Kepulauan Yapen, Propinsi Papua, dan dilaksanakan selama tiga bulan, dimulai bulan Juli sampai September 2009. Materi penelitian meliputi 103 peternak sebagai responden dan 211 ekor sapi Bali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa efisiensi reproduksi (ER) 88,38%, natural increase (NI) 18,18% dan nilai net replacement rate (NRR) sapi Bali jantan dan betina masing-masing 234,28% dan 189,59%. Potensi dan komposisi sapi Bali yang dapat dikeluarkan setiap tahun tanpa mengganggu populasi yang ada sebesar 13,11% setara dengan 354 ekor terdiri dari sisa replacement stock (jantan muda) sebesar 4,27% setara dengan 115 ekor, ternak afkir masing-masing jantan 3,18% setara dengan 86 ekor dan betina 5,67% setara dengan 153 ekor. Dinamika populasi sapi Bali kurun waktu tahun 2004 sampai 2008 mengalami peningkatan rerata setiap tahun sebesar 6,6%, dan pada tahun 2013 dapat diestimasi populasi menjadi 3.028 ekor dengan potensi sebesar 2.153 ekor.(Kata Kunci: Sapi Bali, Dinamika populasi, Produktivitas) ABSTRACT PendahuluanSapi Bali adalah salah satu aset nasional yang cukup potensial untuk dikembangkan. Penyebaran sapi Bali telah meluas hampir ke seluruh wilayah Indonesia, hal ini terjadi karena breed ini lebih diminati oleh para petani peternak disebabkan beberapa keunggulan yang dimilikinya, antara lain tingkat kesuburan yang tinggi, sebagai sapi pekerja yang baik dan efisien serta dapat memanfaatkan hijauan yang kurang bergizi dimana bangsa lain tidak dapat, persentase karkas tinggi, daya adaptasi __________________________________ * Korespondensi (corresponding author):
The research was aimed to observe the influence of the breed and the initial body weight on the daily gain of Simmental Ongole crossbred (SimPO) and Ongole grade (PO) cattle in a feedlot system. The research was conducted for three months, used 12 SimPO and 12 PO (age ranged at 1.5-2.5 y), fed by concentrates and King grass. Cattle were grouped as: (I) SimPO <300 kg; (II) SimPO >300 kg; (III) PO < 300 kg; and (IV) PO >300 kg. Feed consumption, average daily gain (ADG), feed conversion ratio (FCR), and feed cost per gain were observed and analyzed using ANOVA. The results showed that ADG, FCR, and feed cost per gain were significantly (P<0.05) influenced by different breeds and initial body weight, while feed consumption was significantly (P<0.05) influenced by initial body weight. There were interactions between breed and initial body weight on feed consumption, FCR, and feed cost per gain. The highest FCR and feed cost per gain showed in group IV. SimPO had higher ADG than PO. Cattle < 300 kg had higher ADG than > 300 kg. Ongole grade > 300 kg were less efficient to be used as feeder cattle in feedlot system.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
hi@scite.ai
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.