This article describes the interest of Singapore in the cybersecurity of Southeast Asia by organizing Singapore International Cyber Week. This article uses the concept of interest based on constructivism. This article uses interpretive qualitative method. This article finds that Singapore interprets itself as “smart nation” and “cyberattack target” in Southeast Asia; Singapore’s objective interests are capacity building, awareness building, and norm formation on cybersecurity of Southeast Asia; and Singapore’s subjective interest is involving Southeast Asia nations in cybersecurity issue by organizing ASEAN Ministerial Conference on Cybersecurity, launching ASEAN Cyber Capacity Program, and initiating ASEAN-Singapore Cybersecurity Center of Excellence. Artikel ini bertujuan mendeskripsikan kepentingan yang dihadirkan ole Singapura pada keamanan siber di Asia Tenggara dengan menyelenggarakan Singapore International Cyber Week. Konsep yang digunakan adalah kepentingan berdasarkan konstruktivisme. Metode yang digunakan adalah kualitatif interpretatif. Artikel ini menemukan Singapura memaknai kondisi dirinya sebagai “smart nation” dan “target serangan siber” di Asia Tenggara; Singapura memiliki kepentingan objektif berupa pembangunan kapasitas, pembentukan kesadaran, dan pembentukan norma pada keamanan siber di Asia Tenggara; serta Singapura memiliki kepentingan subjektif berupa melibatkan negara-negara di Asia Tenggara dalam isu keamanan siber dengan penyelenggaraan ASEAN Ministerial Conference on Cybersecurity, peluncuran ASEAN Cyber Capacity Programme, dan penggagasan ASEAN-Singapore Cybersecurity Centre of Excellence.
<p>Abstrak<br />Latar belakang artikel ini adalah ekspansi China di Laut China Selatan serta pengaktifan kembali Quadrilateral Security Dialogue (QSD). QSD adalah pertemuan non-formal yang beranggotakan United States, Australia, India, dan Japan. Artikel ini berusaha untuk menjawab ‘Apa keunggulan yang dimiliki oleh QSD pasca pengaktifan kembali mereka untuk menghadapi kehadiran China di Laut China Selatan?’. Teori utama yang digunakan dalam artikel ini adalah Balance of Threat dari Stephen Walt. Hasil dari artikel ini memperlihatkan keunggulan yang dimiliki oleh QSD adalah lokasi geografis, sebagian besar sumber daya dan persenjataan, serta program latihan perang bersama dan modernisasi persenjataan. Keunggulan tersebut dapat digunakan QSD untuk menghadapi niat mengancam dari China dengan kehadiran mereka di Laut China Selatan.</p><p>Abstract<br />The background of this article is the expansion of China in the South China Sea and the reactivation of the Quadrilateral Security Dialogue (QSD). QSD is an informal meeting with members from the United States, Australia, India, and Japan. This article seeks to answer 'What advantages does QSD have after their reactivation to face China's presence in the South China Sea?'. The main theory used in this article is the Balance of Threat from Stephen Walt. The results of this article show the advantages possessed by QSD is the geographical location, the majority of resources and weapons, as well as joint war training and weapon modernization programs. These advantages can be used by QSD to face the threatening intentions of China with its presence in the South China Sea.</p>
This article seeks to describe the spread of Japan's Society 5.0 topic outside Japan based on Google's search results in 2019. Japan's Society 5.0 needs to be discussed because the global aspect of Japan's Society 5.0, namely the spread via the internet and Google, has not been researched widely. Even though, the Government of Japan committed as a role model for the world with Society 5.0. The method used in this article is a case study with data from Google Trends. The concept used is the globalization from Thomas Friedman. The results of this article show that the topic of Japan's Society 5.0 has attracted foreign public attention in several countries such as Indonesia, Malaysia, India, and the United States. Then, the public in these countries also used Google to find out topics related to Japan's Society 5.0. For example, the topics of society, industry, the industrial revolution, and Industry 4.0. The spread of Japan's Society 5.0 topic in various countries can be stated in line with Thomas Friedman's argumentation on globalization which is centered on Information and Communications Technology (ICT) development.Artikel ini berupaya untuk mendeskripsikan penyebaran topik Society 5.0 Jepang di luar Jepang berdasarkan hasil pencarian Google pada tahun 2019. Society 5.0 Jepang perlu untuk dibahas karena aspek global dari Society 5.0 Jepang yaitu penyebaran melalui internet dan Google belum terlalu dikaji secara luas. Padahal, Pemerintah Jepang memiliki komitmen untuk menjadi percontohan bagi dunia dengan Society 5.0. Metode yang digunakan dalam artikel ini adalah studi kasus dengan data dari Google Trends. Konsep yang digunakan adalah globalisasi dari Thomas Friedman. Hasil artikel ini memperlihatkan topik Society 5.0 Jepang menjadi perhatian publik asing di beberapa negara seperti Indonesia, Malaysia, India, dan Amerika Serikat. Lalu, publik di negara-negara tersebut juga menggunakan Google untuk mencari tahu topik yang terkait dengan Society 5.0 Jepang. Contohnya adalah topik masyarakat, industri, revolusi industri, dan Industry 4.0. Penyebaran topik Society 5.0 Jepang di berbagai negara dapat dinyatakan sejalan dengan argumentasi globalisasi dari Thomas Friedman yang berpusat pada perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK).
The background of this article is the existence of a global pandemic COVID-19 which has an impact in various fields. This article seeks to explore the impact of the COVID-19 global pandemic on information and communications technology (ICT) in the form of digital diplomacy. Exploration is carried out by investigating the case of Indonesian diplomacy at the United Nations (UN) in March, April, and May 2020. The main concept in this article is digital diplomacy. This concept illustrates the use of ICT as a means of diplomacy for state actors and changes at the policy and institutional levels. This article found various digital diplomacy activities from the Permanent Mission of the Republic of Indonesia to the United Nations in New York, United States during the global pandemic COVID-19. These activities include: 1) coordination with Indonesia's Embassy and Consulate General in the United States to protect Indonesian citizens; 2) participation in UN Security Council virtual meeting to discuss international peace and security issues; and 3) participation in other UN bodies virtual meetings to discuss international development issues. This article argues that the impact of the COVID-19 global pandemic in the field of ICT is reflected in Indonesia's digital diplomacy at the United Nations. The global pandemic COVID-19 changed the means and tools used by Indonesian diplomats to gather information, negotiations, and responses on international issues. Even so, Indonesian diplomacy at the UN continues to run optimally.
Indonesia, Filipina, dan Singapura mempunyai jumlah kasus COVID-19 terkonfirmasi terbesar di Asia Tenggara. Soka Gakkai International adalah Non-Governmental Organization umat Buddha Nichiren dengan 2 juta anggota yang tersebar di 192 negara, termasuk tiga negara tersebut. Mereka terlibat dalam isu-isu global seperti hak asasi manusia dan pembangunan berkelanjutan. Lalu, bagaimana aktivitas yang dilakukan organisasi ini untuk mendukung keamanan manusia di Indonesia, Filipina, dan Singapura ketika pandemi COVID-19? Artikel ini berupaya untuk menjawab pertanyaan tersebut dengan menggunakan konsep Non-Governmental Organization dan keamanan manusia. Hasil menunjukan berbagai aktivitas Soka Gakkai International di Indonesia, Filipina, dan Singapura dari bulan Maret hingga Juli 2020 yang mendukung upaya perlindungan manusia dari ancaman COVID-19. Kemudian, ada pro dan kontra di antara pakar mengenai praktik keamanan manusia dari SGI ketika pandemi. Ini dapat menjadi pembelajaran mengenai praktik keamanan manusia ketika pandemi berlangsung.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.