In almost all regions of the Coastal Indonesia conflicts often occur with various interests. The main cause of this problem (conflict) is spatial planning that does not / does not pay attention to Coastal Resources in the region. This happens one of them as information that needs to be used. Various parties have an interest in their own goals, objectives and plans for exploiting the Coastal Resources. Likewise, the City of Semarang, in developing Coastal / Coastal areas, should ask permission from the holder of a fixed land right or at least leave a small amount of space from the front area of Semarang City as a public open space. Semarang City is a city that is very poor in public space. In the management of the Coastal area it is necessary to have direction in this Coastal area as a public space, not a free trade process with profit-oriented goals. But still giving access to the free space of the beach that can be entered by permitted. Free space can be realized by giving a certain free distance from the coastline. Therefore, the combination of spatial plans and zoning plans is needed. In the process of regional spatial planning (RTRW) and zoning plans (RZ) of Coastal areas, it is necessary to make a harmonious process.Key Words: Mix and Match, Development, Coastal Areas ABSTRAKKawasan pesisir menjadi kawasan yang mengalami berbagai permasalahan dari berbagai sudut kepentingan. Penataan ruang pada kawasan pesisir yang belum dapat selaras dengan potensi sumberdaya pesisir, menjadi salah satu alasan dari munculnya berbagai permasalahan yang ada. Tidak satupadunya tujuan, target dan rencana dalam pengelolaan sumberdaya pesisir membuat penataan kawasan pesisir kurang menyatu. Demikian pula halnya dengan Kota Semarang, dalam mengembangkan kawasan pesisir/pantai semestinya berwenang mengingatkan para pemegang izin/hak guna lahan untuk tetap menjadikan atau minimal menyisakan sedikit ruang dari kawasan terdepan (muka) Kota Semarang ini sebagai ruang terbuka publik. Kota Semarang merupakan kota yang sangat miskin akan ruang publik. Dalam pengelolaan kawasan pesisir perlu adanya pengarahan bahwa kawasan pesisir ini sebagai ruang publik, tidak sekedar suatu proses dagang semata dengan tujuan profit oriented. Namun tetap memberikan akses ke ruang bebas dari pantai yang dapat dimasuki oleh siapapun. Ruang bebas dapat diwujudkan dengan memberikan jarak bebas tertentu dari garis pantai. Oleh karenanya, maka perpaduan rencana tata ruang darat dan rencana zonasi pesisir sangat diperlukan. Dalam proses penyusunan rencana tata ruang wilayah (RTRW) dan rencana zonasi (RZ) wilayah pesisir, perlu dilakukan proses padu serasi.Kata Kunci: Padu Serasi, Pengembangan, Kawasan Pesisir
One of the problems in a coastal or coastal area is waste management. Garbage can cause environmental problems if its existence is not handled properly. The purpose of this research is to find out the various types of waste and how to manage them. The method used is a qualitative method. In this study, prioritizing the meaning of the information obtained, including data on exiting conditions of coastal tourism attractions and data related to waste management. There are 2 types of waste produced in the coastal area, namely organic waste and inorganic waste, organic waste produced in the form of natural waste such as leaves, branches and some food scraps that have been consumed. As for inorganic waste, namely like. Drink cans, plastics, etc. that are not biodegradable. For waste management it self it can be processed such as distinguishing the types of waste, inorganic waste can be reprocessed or recycled and the results can be sold again in a different package.Keywords: Coastal Areas, Solid Waste Management, Tourist Attraction ABSTRAKSalah satu permasalahan di dalam kawasan pantai atau pesisir adalah pengelolaan sampah. Sampah dapat menimbulkan permasalahan lingkungan apabila keberadaannya tidak tertangani dengan baik. Tujuan dalam penelitian yang akan dilakukan yaitu untuk mengetahui berbagai jenis sampah dan bagaimana cara pengelolaannya. Metode yang digunakan merupakan metode kualitatif. Dalam penelitian ini mengutamakan makna dari informasi yang diperoleh, meliputi data kondisi eksisting daya tarik wisata kawasan pantai dan data terkait pengelolaan sampah. Sampah yang dihasilkan dikawasan pantai ada 2 jenis yaitu sampah organik dan sampah anorganik, sampah organik yang dihasilkan berupa sampah-sampah dari alam seperti dedaunan, ranting-ranting dan ada sebagian sisa-sisa makanan yang telah dikonsumsi. Sedangkan untuk sampah anorganik yaitu seperti. Kaleng minuman, plastik, dan lain sebagainya yang tidak bisa terurai. Untuk pengelolaan sampah sendiri dapat di olah seperti membedakan jenis sampahnya, sampah anorganik dapat diolah kembali atau didaur ulang dan hasilnya dapat di jual lagi dengan kemasan yang berbeda.Kata Kunci: Kawasan Pantai, Pengelolaan Sampah, Daya Tarik Wisata
Squatter settlement is increasingly spreading in various urban corners of Indonesia, including in Semarang Metropolitan City. The reality of existing squatter settlements invaded vacant land, unpreserved and lacked (no) supervision from landowners, eventually forming slum enclaves, one of which was on the railway line in Semarang City. Railways should not be allowed to be used as residential areas. The squatter settlement is inhabited by people on low incomes (economically incapable). Research methods are conducted in a qualitative scriptive way, through empirical observation, interactively, with inductive methods. The approach of the room system is carried out to interpret circum citizen activity related to the request or zoning.Meanwhile, theoretical studies were conducted to help identify and analyze in this study. This research illustrates that squatter settlement occurs in addition to the retardation and poverty experienced by citizens, also due to the inability of the government and its apparatus in terms of supervision (Uncontrolled). Therefore, space arrangement is required (including planning, coaching, implementation, supervision and control).Keywords: squatter settlement, railway AbstrakSquatter settlement makin merebak di berbagai sudut perkotaan di Indonesia, termasuk di Kota Semarang Metropolitan. Realita yang ada squatter settlement merebak menginvasi lahan-lahan kosong, tidak terpelihara dan kurang (tidak ada) pengawasan dari pemilik lahan, akhirnya membentuk enclave-enclave kumuh, salah satunya di jalur kereta api di Kota Semarang. Jalur kereta api semestinya tidak diperkenankan untuk dijadikan sebagai kawasan permukiman. Squatter settlement tersebut dihuni oleh orang-orang yang berpenghasilan rendah (tidak mampu secara ekonomi). Metode Penelitian dilakukan secara diskriptif kualitatif, melalui observasi empirik, interaktif, dengan metoda induktif. Pendekatan sistem keruangan dilakukan untuk menginterpretasikan circum aktivitas warga kaitannya dengan permintakatan atau zoningnya. Sedangkan kajian teoritis dilakukan untuk membantu mengidentifikasi dan menganalisis dalam penelitian ini. Penelitian ini menggambarkan bahwa squatter settlement terjadi selain masih adanya keterbelakangan dan kemiskinan yang dialami oleh warga, juga dikarenakan ketidakmampuan pemerintah dan aparatnya dalam dalam hal pengawasan (Uncontrolled). Karenanya, diperlukan adanya penataan ruang (meliputi perencanaan, pembinaan, pelaksanaan, pengawasan dan pengendalian).Kata Kunci: squatter settlement, jalur kereta api
Sukun region located in the southern city of Semarang is an activity node meetings between Semarang Upper and Lower part. In addition to the node activity, regional transport node Sukun is also because of the intersection between Setia Budi roads and highways. The rapid growth of traffic is felt at Setia Budi roads, this is because of the way as the initial point of entry into the city of Semarang from the south ( Yogyakarta - Solo ) both vehicles are going to Semarang and the entrance to the highway with a wide range of purposes. And trading activity and the presence of onsite services that are in the area resulted in increased activities of road users, the incidence of traffic generation and the high side barriers, which at certain hours of congestion and delays often occur. The research methodology used in this research is by using Deductive Quantitative Methods Rationalistic. With the technique of factor analysis and analysis of transportation, so it can be determined Level Of Service and factors - factors driving the cause of congestion in the area Sukun Banyumanik. The final results obtained from the analysis of the factors driving the causes of congestion on area Sukun is that congestion is due to the on site activity, the high capacity of the road, next to the barrier height and geometric conditions of the road.
The city is the center of various human activities. Various activities are growing quite rapidly, resulting in the emergence of new residential areas around the city center, including slums. The purpose of this study was to analyze the factors that influence the development of slums, especially in urban areas. The method used in this research uses qualitative research method by conducting analysis in solving problems. There are 6 case study areas in this study, namely in Medan City, Bukittinggi City, Tanah Kalikedinding Surabaya Village, Banjarmasin City, Kapasari SubDistrict Genteng Surabaya, and Surakarta City. Based on the results of the study showed that factors that influence the development of slums in urban areas include economic factors, socio-cultural factors, population density factors, building quality factors, population factors, land availability factors, facilities and infrastructure factors, accessibility, and government policy factors. The results of this research can be used as a reference in determining efforts to alleviate slums in an urban area. Keywords: Identification, Causative Factors, Slum Settlement ABSTRAKKota merupakan pusat berbagai kegiatan manusia. Berbagai kegiatan tersebut berkembang dengan cukup pesat, sehingga menyebabkan munculnya kawasan permukiman baru di sekitar pusat kota tak terkecuali kawasan permukiman kumuh. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan permukiman kumuh, khususnya pada kawasan perkotaan. Metode yang digunakan pada penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan melakukan analisis dalam menyelesaikan permasalahan. Terdapat 6 Wilayah studi kasus dalam penelitian ini yaitu di Kota Medan, Kota Bukittinggi, Kelurahan Tanah Kalikedinding Surabaya, Kota Banjarmasin, Kelurahan Kapasari Kecamatan Genteng Kota Surabaya, dan Kota Surakarta. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor yang mempengaruhi perkembangan permukiman kumuh pada kawasan perkotaan diantaranya yaitu berupa faktor ekonomi, faktor sosial budaya, faktor kepadatan jumlah penduduk, faktor kualitas bangunan, faktor kependudukan, faktor ketersediaan lahan, faktor sarana dan prasarana, aksesibilitas, dan faktor kebijakan pemerintah. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan dalam menentukan upaya guna pengentasan permukiman kumuh disuatu kawasan perkotaan. Kata Kunci : Identifikasi, Faktor Penyebab, Permukiman Kumuh
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
hi@scite.ai
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.