Penelitian kadar formaldehid alami pada beberapa jenis ikan laut selama penyimpanan dalam es curai telah dilakukan untuk mengetahui intensitas pembentukan formaldehid alami oleh ikan setelah mati. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan untuk menduga kemungkinan dilakukannya penyalahgunaan formalin pada ikan. Penelitian dilakukan terhadap ikan laut hidup yang terdiri dari 6 jenis ikan yaitu bawal bintang (Trachinotus blochii), kakap putih (Lates calcarifer, bloch.), cobia (Rachycentron canadum), bandeng (Chanos chanos), kerapu cantrang (Epinephelus fuscoguttatus-lanceolatus), dan kakap merah/jenaha (Lutjanus johnii). Pengambilan sampel di lapangan dilakukan secara bertahap dan setiap pengambilan terdiri dari dua jenis ikan. Ikan tersebut dibawa ke laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan (BBP4BKP) dalam keadaan hidup, kemudian ikan dimatikan dengan cara hipotermal (dimasukkan dalam air es dengan suhu 0-4 o C selama 30 menit). Setelah mati ikan dibagi menjadi 3 kelompok dan disimpan dalam peti insulasi yang berisi es dengan perbandingan ikan : es adalah 1 : 3. Pengamatan dilakukan setiap 3 hari selama 18 hari. Parameter yang diamati adalah kadar formaldehid, trimethil amin (TMA), trimethil amin oksida (TMAO) dan kadar total volatile base (TVB) serta komposisi proksimat pada hari pertama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan formaldehid alami pada hari ke 12 penyimpanan pada bawal bintang,
ABSTRAKPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis kapang yang diisolasi dari produk ikan pindang. Pengambilan sampel dilakukan di enam lokasi, yaitu Jakarta, Bogor, Pelabuhan Ratu, Bandung, Cirebon, dan Semarang. Isolasi kapang dilakukan dengan metode pengenceran bertingkat, sedangkan identifikasi kapang dilakukan secara morfologi dan molekuler berdasarkan data sekuen nukleotida dari daerah ITS rDNA. Sebagai data dukung, terhadap ikan pindang juga dilakukan analisis kadar garam dan nilai aktivitas air (a w ). Hasil analisis menunjukkan bahwa kadar garam sampel ikan pindang berkisar antara 1,20-7,78% dengan a w 0,91-0,98. Sebanyak 119 isolat kapang berhasil diisolasi dari 30 sampel ikan pindang. Isolat-isolat tersebut termasuk ke dalam tujuh marga dan 16 spesies yaitu Aspergillus flavus, A. fumigatus, A. niger, A. ochraceus, A. oryzae, A. sydowii, A. terreus A. fumigatus, A. niger, A. ochraceus, A. oryzae, A. sydowii, A. terreus, Cladosporium allicinum, Eurotium chevalieri, Fusarium graminearum, F. cerealis, Loweporus sp., Penicillium citrinum, P. chermesinum, P. chrysogenum, and Syncephalastrum racemosum. Six species, namely, P. chermesinum (80%), P. citrinum (73%), A. fumigatus (56.6%), A. flavus (53.3%), A. niger (46.7%), and E. chevalieri (26.7%) were determined as dominant species. There was no correlation between fungi species isolated and species of boiled salted fish, a w or salt content. However, lower salt content of boiled salted fish caused high growth of fungi.
Plastic waste generation has been increasing over the last decades. Rivers represent complex environments where plastics may be stored and remobilized. Studies on riverine plastic, including riverbank contamination, are still lacking. Riverbank surveys were carried out in the Citarum River, Indonesia, at three river sections in Purwakarta, Karawang, and Muara Gembong in March-April 2021. The aim was to quantify the abundance of plastic waste at different points in the riverbank zone. The sample ‘monolith’ was taken by digging a quadrat of 30x30x10 cm3. All material was then weighed. Three replicates along the length of the bank and three replicates across the bank were taken. The non-plastic fraction was weighed and its composition was estimated. Plastic fraction was classified into categories, counted, and weighed. The result show that plastic litter was found in all monolith ranging from 0.7-301 g of plastic litter per monolith. The largest proportion of plastic contaminant was found in Karawang with 2.85% of plastic in a single monolith and the largest average plastic contaminant was about 0.78% of the total monolith weight, showing that plastic contamination is prevalent. Enhancing waste management, reducing single-use plastics, and plastic recycling are recommended to tackle plastic contamination in the study area.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari karakteristik tanda peringatan dini atau early warning indicators (EWI) yang dibuat dari beberapa jenis indikator pH untuk mendeteksi kesegaran ikan dalam kemasan plastik. Tiga jenis indikator pH dan campuran dua indikator pH digunakan dalam penelitian ini, yaitu bromothymol blue (BTB), bromocresol green (BCG), bromocresol purple (BCP), dan campuran BCG dan methyl red (MR). Sensitivitas masing-masing indikator diuji menggunakan NH 4 OH selama 15 menit dan filet ikan kurisi (Nemipterus nematophorus) selama 15 jam penyimpanan pada suhu ruang. Contoh ikan diambil setiap 3 jam untuk analisis kandungan TVB-N dan jumlah bakteri total (TPC). Hasilnya menunjukkan bahwa indikator BTB memberikan respon lemah terhadap NH 4 OH dan perubahan kesegaran filet ikan. Respon yang lebih baik ditunjukkan oleh BCG, BCP, dan campuran BCG dan MR. Perubahan warna pada indikator tersebut terjadi ketika kandungan TVB-N dan TPC pada filet ikan masing-masing mencapai 33,29 ± 4,24 mgN/100 g dan 10 6 cfu/gr. Perubahan warna dapat dengan mudah dikenali dan diidentifikasi secara visual. Untuk merancang EWI, biaya bahan yang diperlukan untuk membuat indikator kurang penting dibandingkan dengan pertimbangan sensitivitas indikator.
Penelitian pembuatan mie ikan-rumput laut telah dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan formulasi pembuatan mie yang kaya akan protein, serat, dan iodium. Bahan formulasi yang digunakan adalah ikan swangi/mata goyang (Priacanthus tayenus) dan rumput laut (Eucheuma cottonii). Variasi perlakuan yang digunakan adalah jumlah penambahan daging ikan (20, 30, dan 40%) dan rumput laut (10, 20, 30, dan 40%). Pengamatan yang dilakukan meliputi organoleptik (kenampakan, warna, aroma, rasa, dan tekstur) menggunakan skala hedonik dan uji kimiawi (kadar air, abu, protein, lemak, serat kasar, dan kadar iodium). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan yang terbaik adalah mie dengan penambahan ikan 30% dan rumput laut 20%. Produk akhir mie ikan-rumput laut kering mengandung protein 16,64%; kadar air 9,04%; kadar serat kasar sebanyak 0,20%; dan kadar iodium 6,29 ppm.
The purpose of this study is to study the prevalence of aflatoxin B1 in commercial dried salted fish and other related information. A total of 150 samples were classified into 3 groups, based on the salt content. Low salt content (0-5%) were dried anchovies (Stolephorus sp.) and commerson's anchovy (Stolephorus commersonii); moderate salt content (6-10%) were medan anchovy (Stolephorus bataviensis) and whipfin silverbiddy (Gerres filamentosus) while high salt content (>10%) were moonlight gouramy (Trichogaster microlepis) and snakehead fish (Channa striata). The samples were collected from different seller in Java Island and then determined for Aspergillus flavus, Aflatoxin B1, salt content, moisture content, pH, water activity and total mold count. Results showed that dried salted fish were contaminated with A. flavus at temperature of 25.2-32.2 o C, 65-84% humidity, 17-50% moisture content, 0.25-19.88% salt content, and 0.73-0.86 a w . The prevalence of A. flavus in dried salted fish was 9.33% (14/150) and the prevalence of aflatoxin B1 was 8% (12/150) with detectable concentrations of 10.71-33.6 ppb.
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan informasi cemaran Vibrio parahaemolyticus patogenik pada udang tambak. Pengambilan sampel udang segar vaname dari tambak dilakukan pada musim hujan dan musim kemarau di wilayah Pantai Utara Jawa dengan metode purposive random sampling. Sebanyak 103 sampel (masing-masing 33 sampel dari wilayah Jawa Barat, 14 sampel dari wilayah Jawa Tengah dan 56 sampel dari wilayah Jawa Timur) telah diestimasi kandungan V. parahaemolyticus total dan patogenik menggunakan metode kultivasi pada medium CHROMagarTM Vibrio (CV) dan metode polymerase chain reaction (PCR) melalui amplifikasi gen toxR untuk total V. parahaemolyticus, serta gen tdh dan trh untuk V. parahaemolyticus patogen. Hasil analisis menunjukkan bahwa dari 103 sampel, 91 sampel bersifat tipikal pada medium CHROM agarTM Vibrio (CV). Selanjutnya dari 91 sampel tipikal tersebut, 62 (63,27%) sampel menunjukkan hasil positif untuk V. parahaemolyticus dengan metode PCR. Sementara dari 31 sampel positif V. parahaemolyticus yang berasal dari Jawa Timur ditemukan 2 sampel (3,23%) positif mengandung gen tdh, 1 sampel (1,61%) positif mengandung gen tdh dan trh, dan 1 sampel (1,61%) positif mengandung gen trh.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
hi@scite.ai
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.