Jumlah remaja dengan status gizi obesitas di Indonesia mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Faktor penyebab terjadinya obesitas pada remaja bersifat multifaktorial. Asupan zat gizi makro berlebih, peningkatan konsumsi fast food, kurangnya aktivitas fisik, faktor genetik, faktor psikologis, jumlah uang saku, pengaruh iklan, status sosial ekonomi, tidak sarapan pagi, usia, dan jenis kelamin merupakan faktor-faktor yang menyebabkan perubahan pola makan dan gaya hidup sehingga menyebabkan ketidakseimbangan energi dan berakibat pada risiko obesitas. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya obesitas pada remaja. Penelitian ini bersifat observasional analitik dengan desain cross sectional. Sampel penelitian sebanyak 118 siswa kelas X dan XI, yang dihitung dengan teknik proporsional stratified random sampling. Hasil uji statistik menunjukkan faktor yang secara signifikan berhubungan dan menjadi faktor risiko terjadinya obesitas pada remaja adalah asupan energi (p-value = 0.000; OR = 2.97); protein (p-value = 0.005; OR = 3.49; lemak (p-value = 0.000; OR = 6.57); karbohidrat (p-value = 0.050; OR = 2.00); konsumsi fast food (p-value = 0.000; OR = 4.41); aktivitas fisik (p-value = 0.007; OR = 3.08); uang saku (p-value = 0.032; OR = 2.38); dan keturunan (p-value = 0.001; OR = 3.98). Remaja dengan asupan zat gizi makro berlebih, konsumsi fast food yang sering, aktivitas fisik rendah, uang saku tinggi dan memiliki riwayat orang tua yang gemuk, memiliki risiko lebih terhadap terjadinya obesitas.
Teenagers are a group of ranges experiencing nutritional problems. Nutrition problems that often occur in adolescents are lack of nutrient intake which can trigger chronic energy deficiency (CED) and anemia as a result of iron deficiency. The purpose of the study was to analyze the relationship of macro nutrient intake, iron intake, hemoglobin levels to the risk of chronic energy deficiency. This study uses a case-control design, which was carried out on 72 Muhammadiyah 1 Palembang high school students consisting of 36 at risk of CED and 36 at no risk of CED. Data on macro-nutrient intake and Fe intake were obtained from the calculation of Semi-Quantitative Food Frequency Questionnaire (SQ-FFQ), Hemoglobin content data using the quick check method, and CED data through measurement of mid-upper arm circumference (MUAC). Data analysis using the Chi-square test at CI:95%. The results showed that there was a significant relationship between energy consumption and macronutrient intake (p=0,004), protein (p=0,004), fat (p=0,031), and iron intake (p=0,000) with the risk of young female CED. The absorption of macro and micronutrients influences. The conclusion, the risk of CED in adolescent girls. Suggestions, education and interventions need to be done related to the importance of paying attention to the nutritional status of adolescent girls. Remaja merupakan kelompok rentang mengalami masalah gizi. Masalah gizi yang sering terjadi pada remaja adalah kurangnya asupan zat gizi yang dapat memicu terjadinya kurang energi kronis (KEK) serta anemia sebagai akibat kekurangan zat besi. Tujuan penelitian untuk menganalisis hubungan asupan zat gizi makro, asupan zat besi, kadar haemoglobin terhadap risiko kurang energi kronis. Metode penelitian survei analitik dengan desain secara kasus kontrol. Penelitian dilakukan pada 72 siswi SMA Muhammadiyah 1 Palembang terdiri 36 berisiko KEK dan 36 tidak KEK. Data asupan zat gizi makro dan asupan Fe diperoleh dari perhitungan Semi Quantitative Food Frequency Questionnaire (SQ-FFQ), data kadar Haemoglobin menggunakan metode quick cek, dan data KEK melalui pengukuran lingkar lengan atas (LiLA). Analisis data menggunakan uji Chi-square pada CI:95%. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan signifikan antara asupan z\at gizi makro energi (p=0,004), protein (p=0,004), lemak (p=0,031) dan asupan zat besi (p=0,000) dengan risiko KEK remaja putri. Kesimpulan, Risiko KEK pada remaja putri dipengaruhi oleh asupan zat gizi makro dan mikro. Saran, perlu dilakukan edukasi dan intervensi terkait pentingnya memperhatikan status gizi remaja putri.
Latar Belakang: Kalsium adalah mineral yang paling berlimpah dalam tubuh, 99% terletak pada kerangka yaitu tulang dan gigi. Kandungan kalsium dalam cangkang telur ayam ras adalah sebesar 6,41%. Tekwan merupakan makanan khas yang berasal dari Kota Palembang. Tekwan terbuat dari daging ikan giling, tepung tapioka, air, dan garam yang dicampur menjadi satu adonan dan dibentuk kecil-kecil, tekwan sangat digemari semua kalangan baik dari anak-anak, remaja, orang dewasa. Metode: Penelitian yang digunakan adalah eksperimental dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) non faktorial dengan 4 kali perlakuan F0 (0%), F1 (1,5%), F2 (2%) dan F3 (3%). Subjek penelitian uji organoleptik sebanyak 30 orang panelis. Hasil: Berdasarkan hasil penelitian uji organoleptik (warna, aroma, rasa, tekstur, dan mouthfeel) menunjukan bahwa daya terima tekwan bubuk cangkang telur ayam ras yang disukai adalah F1 (1,5%) dengan energi 85,96 Kkal, protein 9,04% lemak 0,28%, karbohidrat 11,82% dan kalsium 720,70 mg dalam 100 gram. Uji kandungan kalsium dalam 100 g bubuk cangkang telur ayam ras mengandung 44.539,24 mg dengan metode ICP-OES. Uji friedman terdapat hubungan antara rasa, warna dan mouthfeel, tidak terdapat hubungan antara aroma dan tekstur. Kesimpulan: Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa tekwan bubuk cangkang telur ayam ras dapat dimanfaatkan sebagai selingan alternatif untuk membantu peningkatan asupan kalsium, dengan penambahan bubuk cangkang telur ayam ras (0,23%) dari total bahan atau 1 gram sudah cukup untuk memenuhi kalsium pada makanan selingan yaitu sebesar 120,49 mg kalsium.
Latar Belakang: International Diabetes Federation (IDF) menyatakan bahwa lebih dari 382 juta orang di dunia penderita Diabetes mellitus. Indonesia merupakan negara yang menempati urutan ketujuh di dunia dengan jumlah penderita diabetes sebanyak 10 juta jiwa. Perencanaan makan yang tidak baik menyebabkan tidak adanya keseimbangan asupan zat gizi pada penderita Diabetes mellitus. Tujuan penelitian untuk mengetahui asupan indeks glikemik pangan, status gizi dan kadar glukosa darah pada pasien Diabetes Mellitus tipe 2 di Puskesmas Sosial Kota Palembang. Metode: Jenis penelitian bersifat observasional analitik dengan rancangan penelitian cross sectional study. Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling sebanyak 80 orang. Data asupan makanan responden diperoleh dengan wawancara dengan metode food record 3 x 24 jam. Lingkar pinggang diukur menggunakan pita pengukur dengan ketelitian 0,1 cm. Komposisi lemak tubuh diukur dengan menggunakan Body Index Analyzer (BIA). Pengukuran kadar glukosa darah dengan menggunakan glucometer. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebesar 60,0% kadar glukosa darah pasien adalah hiperglikemia. Kadar glukosa darah berhubungan asupan indeks glikemik pangan (p value = 0,018), lingkar pinggang (p value = 0.000) dan komposisi lemak tubuh ( p value = 0,021) Kesimpulan: Ada hubungan yang signifikan antara asupan indeks glikemik pangan, lingkar pinggang dan komposisi lemak tubuh dengan kadar glukosa darah pada pasien Diabetes Mellitus di Puskesmas Sosial Palembang.
Background: Obesity is one of the diseases that experience an increase in prevalence every year. Diet arrangements low in energy and high in fiber can be done by obese people can carry out their diet. Goal : Make salviza instant cereal formula to be a good high fiber cereal drink for obese teens Method: This study is an experimental study using a non factorial RandomIzed Design (RAL) with 4 treatments. The study subjects were 25 organoleptic test panelists. Results : Based on the results of organoleptic test research (taste, texture, aroma and color) showed the preferred instant cereal salviza received is F3 with an average total receiving capacity of 16.56. The formula contains energy of 442.94 kcal (per 100 grams), protein 14.63%, fat 14.06%, carbohydrates 64.47%, water content of 3.83% and food fiber 9.84%. From the results of the analysis, the water content has not met the standards and fiber content of food is classified as high / rich. Conclusion : Based on the results of the study can be concluded that the addition of bran, chia seeds and green bean flour in instant cereals salviza can be used as an altefnative drink that is high in fiber to combat adolescent obesity. Keywords: Rice bran, chia seeds, green bean, organoleptic test, obesity
Latar Belakang: Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan maupun penurunan fraksi lipid dalam plasma. Dislipidemia dapat disebabkan karena faktor genetik, usia, jenis kelamin, asupan zat gizi dan merokok. Abnormalitas kadar lipid dalam darah merupakan salah satu faktor risiko timbulnya penyakit kardiovaskular dan metabolik. Penatalaksanaan dislipidemia mencakup terapi farmakologis dan non farmakologis yang dapat didukung melalui pemberian konseling gizi. Tujuan: Tujuan penelitian ini untuk mengetahui adanya pengaruh pemberian konseling gizi terhadap perilaku pasien dislipidemia yang mendapat booklet dan leaflet di RSI Siti Khadijah Kota Palembang. Metode: Desain penelitian adalah quasi experiment dengan rancangan penelitian pretest dan posttest. Penelitian dilakukan pada bulan Januari-Maret 2019. Analisis data menggunakan uji Wilcoxon dan Mann Whitney. Hasil: Pada uji Wilcoxon didapatkan hasil jika konseling gizi pada kedua kelompok sama-sama memberikan pengaruh terhadap pengetahuan, sikap dan tindakan. Berdasarkan Uji Mann Whitney yang dilakukan pada kedua kelompok terhadap pengetahuan didapatkan nilai p sebesar 0,274, terhadap sikap didapatkan nilai p sebesar 0,010 dan terhadap tindakan didapatkan nilai p sebesar 0,065. Kesimpulan: Tidak ada perbedaan peningkatan pengetahuan dan tindakan antara kelompok booklet dan leaflet namun ada perbedaan peningkatan sikap antara kelompok booklet dan leaflet dimana leaflet lebih berpengaruh dalam meningkatkan sikap responden menjadi lebih baik dalam menjalankan diet dislipidemia.
Chronic kidney disease (CKD) causes metabolic disorders such as hyperphosphatemia. Limiting phosphorus and protein intake is one option, but egg whites and brown rice snack bars are another. This study aimed to compare CKD patients' mean blood urea levels before and after intervention at Prabumulih City Hospital in South Sumatra. This study employs a two-stage quasy design. The first stage of making snack bars was organoleptic tests with Friedman test analysis. In Phase II, patients are given snack bars, and their blood urea levels are measured using t-dependent tests. Purposive sampling was used to select CKD patients from a group of up to 13. The best formula for the brown rice snack bar was formula 3 with 225 kcal energy, 3.46 g protein, 12.68 g fat, 24.26g carbohydrate, 38.92 g phosphorus, and a Phosphorus-Protein ratio of 11.24 mg/g. The mean blood urea levels of CKD patients differed statistically (p-value 0.000). With its low protein and low phosphorus-to-protein ratio, the snack bar's formula can lower blood urea levels in CKD patients. So this snack bar can be used as CKD diet food.
Gizi kurang adalah gangguan kesehatan akibat kekurangan atau tidak seimbang zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan, aktivitas berfikir dan semua hal yang berhubungan dengan kehidupan. Gizi kurang banyak terjadi pada anak usia kurang dari 5 tahun, terutama di negaranegara berkembang. Keadaan gizi kurang pada balita akan menghambat peningkatan sumber daya manusia karena keadaan tersebut dapat mengakibatkan kegagalan pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan serta meningkatkan angka kesakitan dan kematian. Prevalensi Gizi Kurang (Underweight) di Indonesia menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 sebesar 13,8%, di Sumatera Selatan sebesar 12,31% dan di Kota Palembang sebesar 12,36%.Tujuan penelitian adalah diketahui pengaruh pemberian biskuit tepung labu kuning dan tepung tempe terhadap perubahan berat badan pada balita gizi kurang di Puskesmas Punti Kayu Palembang. Jenis penelitian ini adalah quasi eksperiment (Eksperimen semu) dengan desain penelitian pretest posttest control group design. Uji statistik yang digunakan adalah uji t-dependent dan uji t-independent yang dianalisis secara univariat dan bivariat.Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar sampel berjenis kelamin laki-laki (51,67%) dengan usia 12-36 bulan (66,67%). Rata-rata berat badan pada kelompok perlakuan sebelum intervensi adalah 9,73 kg dan setelah intervensi menjadi 10,36 kg dengan selisih perubahan berat badan sebesar 0,595 kg. Sedangkan rata-rata berat badan pada kelompok pembanding sebelum intervensi 9,45 kg dan setelah intervensi menjadi 9,59 kg dengan selisih perubahan berat badan sebesar 0,283 kg. Hasil uji statistik (t-independent) didapatkan p value 0,000 dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh pemberian biskuit tepung labu kuning dan tepung tempe terhadap perubahan berat badan pada balita gizi kurang di Puskesmas Punti Kayu Palembang. Dari hasil penelitian disarankan kepada orang tua balita untuk membuat makanan tambahan dari bahan pangan lokal yaitu biskuit tepung labu kuning dan tepung tempe.Kata kunci : gizi kurang, berat badan, biskuit tepung labu kuning dan tepung tempe
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
hi@scite.ai
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.