Suling adalah instrumen aerophone, yaitu seruling bambu yang prinsipnya adalah end blow flute, memakai enam buah lubang nada, dan satu lubang pemanis untuk menimbulkan bunyi. Suling Bali memakai siwer, dan mempunyai teknik permainan yang memerlukan tiupan terus-menerus yang disebut ngunjal angkihan (circular blown breathing), dan dibuat dengan bermacam-macam ukuran, dari ukuran besar dan panjang, menengah dan sampai ukuran yang paling kecil. Dalam karawitan Bali, suling mampu memberi kesan lebih hidup dan lebih dinamis dalam melengkapi barungan gamelan Bali. Dibuat sederhana dari sebatang bambu, namun dibalik kesederhanaannya suling menunjukkan identitasnya sebagai sebuah instrumen yang sangat unik, memiliki tingkat permainan yang tinggi, aturan cara pembuatannya yang cukup rumit, serta memiliki fungsi yang cukup beragam. Tulisan ini mempergunakan pendekatan yang bersifat kualitatif, yaitu berupaya menjawab tantangan untuk memahami, memberikan interpretasi pada fenomena emperis yang dipadu dengan sistem logika dan nilai kebenaran dalam Seni Karawitan Bali. Dilaksanakan melalui tahapan-tahapan, yaitu: melakukan persiapan dan menentukan objek penelitian, menentukan lokasi penelitian, pengumpulan data, menganalisis data, dan menyajikan hasil analisis data. Mekanisme penulisannya adalah menganalisis teks yang dideskripsikan, dijadikan titik tolak untuk memahami bentuk dan jenis instrumen suling, selanjutnya menelusuri teknik membuatnya menurut pengalaman beberapa nara sumber. Tulisan mengenai suling mempunyai tujuan memperoleh pengetahuan secara deskriptif tentang suling, memperkenalkan, menggali, mendokumentasikan dan mengembangkan teknik pembuatan suling dalam karawitan Bali. Memberikan informasi dan wawasan untuk dapat memahami eksistensi suling dengan baik, serta memberi motivasi, merangsang generasi mendatang untuk lebih kreatif dan membiasakan diri agar tidak ‘menganak-tirikan’ salah satu instrumen gamelan Bali.
Pandemi covid-19 yang melanda seluruh dunia memberikan dampak yang luar biasa terhadap kehidupan masyarakat tak terkecuali di Bali. Kegiatan ekonomi, sosial, pemerintahan, bahkan dunia pendidikan pun menjadi terhambat karenanya. Dalam sektor pendidikan, kegiatan perkuliahan yang biasanya dilakukan secara tatap muka, harus disiasati dengan berbagai cara. salah satunya dengan sistem daring (dalam jaringan). Dilaksanakan melalui video confren, google class room, whatsApp grup, zoom meeting, dan lain sebagainya. Walaupun dalam masa pandemi perkuliahan harus tetap berlangsung, termasuk Kuliah Kerja Nyata (KKN). Namun, pelaksanaannya harus mengacu pada aturan yang berlaku termasuk pemberlakuan protokol kesehatan yang sangat ketat. Pembagian kelompok Kuliah Kerja Nyata ini disesuaikan dengan daerah asal atau daerah tempat tinggal mahasiswa. Tujuannya untuk menghindari mobilisasi massa yang terlalu banyak juga untuk bisa memutus rantai penyebaran covid-19. Walaupun pelaksanaan Kuliah Kerja Nyata ini bimbingannya dilaksanakan secara daring, namun pelaksanaannya bisa dianggap sukses walaupun tidak sempurna sekali. Pelaksanaan Kuliah Kerja Nyata Mahasiswa ISI Denpasar dalam masa pandemi ini dilaksanakan selama satu bulan penuh, mulai tanggal 1 Agustus sampai 31 Agustus 2020. Pembagian kelompok disesuaikan dengan daerah asal atau daerah tempat tinggal mahasiswa. Tujuannya untuk menghindari mobilisasi massa yang terlalu banyak, juga untuk memutus rantai penyebaran covid-19. Program kegiatan yang dilaksanakan adalah pentingnya penggunaan masker, gambar konsepsual dinding, mengajar teknis melukis, pembelajaran teknik dasar Tari Rejang Dewa, pelatihan teknik dasar gamelan Angklung dan Gong Kebyar, serta pendampingan paduan suara bagi Ibu PKK.
<p>Ogoh-ogoh as an artwork and at the same time is a cultural phenomenon in the social life of the Balinese community besides being filled with symbolic values, also giving freedom of expression. Not only does it elevate mythological tales, but it also raises actual everyday themes that are used as autocritical expressions of social phenomena.</p><p>Ogoh-ogoh in performance art is a spectacle of a combination of works of art, art, and mechanical technology. It is a creative effort of young artists to innovate. Ogoh-ogoh is seen as a central figure, even appointed as the theme of the artwork. The dancers play certain characters according to the characterization in the story, the results are displayed in the form of dance fragment.</p><p>Animatronic adopted and combined with performance art is a form of the latest developments in performing arts in Bali. It becomes a challenge, because the technology continues to grow. Aesthetic sensitivity is needed, namely the synergy between dance, music, fine art, and mechanical technology, involving skilled and qualified personnel in their respective fields.</p>
Tari Janger Lansia merupakan sebuah kesenian yang dirancang khusus untuk para lansia. Hal itu dapat diamati dari koreografi, tata rias busana, dan tempo iringan musik tarinya. Tari Janger Lansia penting untuk direvitalisasi mengingat selama ini tari tersebut telah terpinggirkan dan tidak berkelanjutan lagi. Tujuan riset ini dilakukan untuk merevitalisasi model Tari Janger Lansia di Kelurahan Tonja dalam rangka membangkitkan kembali semangat para lansia itu berkesenian. Riset implementatif ini dilakukan di Kelurahan Tonja dengan mempertimbangkan tingkat populasi dan potensi berkesenian para lansia di daerah tersebut memadai. Untuk itu, riset yang dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif, khususnya implementatif partisipatoris ini menjadikan para lansia tersebut sebagai informan, yang memberi informasi tentang berbagai permasalahan terkait dengan ketidaksesuaian model tari itu bagi kondisi fisik mereka, sementara para seniman yang turut dalam kegiatan revitalisasi tersebut dijadikan informan kunci untuk mengungkap, sekaligus memberikan saran yang bermanfaat. Dengan demikian Tari Janger Lansia yang sebelumnya terpinggirkan itu akan dapat bangkit dan hidup bergairah kembali.Tari Janger Lansia, the Janger dance which is performed by the elders is particularly designed for the elders. That can be observed from its choreography, clothing, cosmetics, and the music which accompanies it. It is important to revitalize it as it has been marginalized and discontinued. This present study is intended to revitalize the model Tari Janger Lansia as an attempt to make the elders motivated again to get involved in arts. The study was conducted at Tonja Subdistrict for the reason that the number of the elders and the potential they have to get involved in arts are adequate. The qualitative method, especially the participatory implementative one, was used, meaning that the elders were used as the informants who could give information on the matters pertaining to the model which is physically impracticable to them. The informants involved in the revitalization were used as the key ones who revealed what the model was like and gave useful suggestions. The Tari Janger Lansia, which had been marginalized, would be resurrected and revitalized again.
This paper aims to study and understand the sacredness of the Salonding gamelan in Tenganan Village in its context with religious rituals and the people of Tenganan Village as protection. Gamelan Selonding in Tenganan Village has its own history, its existence is associated with stories or myths that have been passed down from generation to generation. The approach used is semiotic through interpretive analysis of texts and contexts that support the culture concerned. The research found that, starting with the discovery of three iron plate blades which were declared as Selonding gamelan blades. Believed to be a descent that is not made by ordinary humans, but because of the gift of nature, the people of Tenganan Village are called 'Bhatara Bagus Selonding'. Gamelan Selonding for the people of Tenganan Village is very sacred. In maintaining its sacredness it is adjusted to the concept of the village, kala, and patra, not to be touched by other people, except by members of the selected art group (Gambe) with seven members. Gambel juru has the responsibility to maintain the sanctity of the Selonding gamelan. For the people of Tenganan Village, the sacredness of the Selonding gamelan is not just an outward statement, but a totality that represents the integration of people's thoughts, feelings, speech and attitudes, so that the treatment of Selonding is prostration. So, Selonding for the people of Tenganan village, is not just a medium of artistic expression but a representation of religiosity so that selonding is sacred and sanctified. Keywords: Gamelan Selonding, representation, art, religiosity
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.