Notaris berwenang memberikan penyuluhan hukum untuk menjamin kepastian hukum akta. Moralitas, ketelitian, kehati-hatian merupakan faktor utama untuk menghindari penyalahgunaan wewenang yang menimbulkan kerugian bagi pihak lain. Dalam praktek ditemukan, notaris tidak memberikan penyuluhan hukum sehingga terjadi sengketa, ada notaris yang menjadi mediator. Tujuan penelitian menjelaskan akibat hukum akta yang tidak didahului dengan penyuluhan hukum, menjelaskan kedudukan notaris dalam mediasi sengketa. Penelitian menggunakan metode hukum normatif, menggunakan bahan hukum primer, sekunder, tersier. Pengumpulan data dilakukan melalui penelitian kepustakaan, penelitian lapangan dalam bentuk wawancara, teknik pengolahan bahan hukum, analisis bahan hukum dilakukan secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan notaris yang bertindak sebagai mediator tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban hukum, karena mediator merupakan pihak ketiga yang bersifat netral dan tidak memihak. Tidak ada larangan bagi notaris menjadi mediator, karena mediator bukanlah pejabat negara, lembaga tinggi negara, tidak melaksanakan administrasi negara, profesi mediator tidak digolongkan sebagai pegawai negeri, advokat, pemimpin atau pegawai BUMN/D, dan profesi yang bertentangan dengan norma agama, kesusilaan/kepatutan, yang dapat mempengaruhi kehormatan notaris. Saran, notaris wajib memberikan penyuluhan hukum secara profesional untuk menghindari sengketa dan gugatan kepada notaris. Notaris harus memperhatikan etika, moral, ketidakberpihakan dalam proses mediasi. Ikatan Notaris Indonesia perlu menyusun mekanisme dan batasan mediasi yang boleh dilakukan oleh notaris.
Notary is a general official in accordance with Law Number 2 of 2014 concerning amendments to Law Number 30 years 2014 concerning Notary Position Article 1 number 1. And for that when the notary carries out his duties as the maker of the notary deed is involved the existence of unlawful acts accordingly with Article 66 paragraph (1) of Law Number 2 of 2014 concerning Amendments to Law Number 30 of 2004 concerning the Position of Notary Public that for the benefit of the judicial process, investigators, public prosecutors, or judges with the approval of the notary public. with the issuance of Law Number 2 of 2014 concerning Notary Position Article 66 paragraph (1) MPD is replaced with MKN meaning that the legal apparatus must be permitted by the MKN to give legal discrimination or lack of equality in the eyes of the law. in accordance with the 1945 Constitution.
Notary has the authority to make authentic deeds and has authority in making, agreements and stipulations that are required for those concerned to be stated in an authentic deed that if legal problems occur by a notary then the inspection must be obtained from the Honorary Board of Notary. which resulted in the examination contradicting principle equality before the law. After the issuance of Act No. 2 of 2014 Notary Position, notary publication by law enforcers must obtain permission from MKN which creates legal discrimination. The problem examined is how the position of the notary as a witness is related to the deed or letter under the hand made by him to the judicial process. The aim is finding out how the position of the Notary a witness is related to the deed or letter under his hand made against the judicial process. The results his research were the position of the notary a witness related to the deed he made based on the Notary Position Law resulting in legal proceedings being hampered due to waiting for permission from the Honorary Board of Notaries. In connection with the above procedure, it is indicated that the calling of a notary by law enforcers must be licensed by the Honorary Board of Notaries not in accordance with the concept of equality before the law. Notaris memiliki suatu kewenangan dalam membuat akta otentik serta memiliki wewenang dalam pembuatan, perjanjian serta penetapan yang diwajibkan bagi yang berkepentingan yang dinyatakan dalam akta otentik yang apabila terjadi permasalahan hukum yang dilakukan oleh notaris maka untuk pemeriksaannya harus izin dari Majelis Kehormatan Notaris. yang mengakibatkan pemeriksaan tersebut tidak sesuai dengan equality before the law. Setelah keluarnya Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 2 Tahun 2014 , pemanggilan notaris oleh aparat hukum ada izin dari MKN yang menimbulkan diskriminasi hukum. Permasalahannya yang dikaji adalah Bagaimanakah kedudukan notaris sebagai saksi terkait dengan akta atau surat dibawah tangan yang dibuatnya terhadap proses peradilan. Tujuannya adalah Untuk mengetahui bagaimana kedudukan Notaris sebagai saksi terkait dengan akta atau surat dibawah tangan yang dibuatnya terhadap proses peradilan. Hasil penelitiannya adalah kedudukan notaries sebagai saksi terkait dengan akta yang dibuatnya berdasarkan Undang-Undan Jabatan Notaris mengakibatkan proses hukum terhambat akibat menunggu izin dari Majelis Kehormatan Notaris. Sehubungan dengan prosedur tersebut diatas menunjukkan bahwa pemanggilan notaris oleh penegak hukum harus izin dari Majelis Kehormatan Notaris tidak sesuai dengan Konsep equality before the law.
Article 14 of the penal law regulates prisoners' rights, namely Health Service Rights and consumption in prisons and detention centers. The Correctional Law provides legal certainty for the obligation to provide optimal service so the aim of related serve achieved. Health and consumption services in Class II A Banda Aceh Lapas and Class II B Jantho Detention Centers shortage and ineligible. It’s Health Service Rights and consumes inmate’s centers. Indeed, the writer observed that health consumptions served at prison class II A Banda Aceh that inmates at class II B Jantho Inefficiency. This study aims to describe the fulfillment of basic rights in health services and consume Its influence and efforts them. Types of legal research and empirical juridical approaches or sociological. The data analysis technique used in this research is qualitative. It’s used so that the writer tends under study. Based on observed, the writer knows that health served and consumption inefficient constitutes in facilities health boosted. Its still inadequate, indicated by claims about food and nutrition, Its Overcapacity, facilities and infrastructure, limited budgets, the substance of the rules the relationship between legal structures is inadequate, Efforts to increase claim internally and externally in the form of socialization, fighting for the budget through the legislature, optimally implementing inmates rules, then health serve and food proper. UU pemasyarakatan pasal 14 salah satu nya mengatur tentang hak-hak narapidana yaitu Hak Pelayanan Kesehatan dan konsumsi di Lapas dan Rutan. Ada nya pasal 14 UU Pemasyarakatan tersebut memberikan kepastian hukum terhadap kewajiban memberikan pelayanan se optimal mungkin agar tujuan pemasyarakatan tercapai. Pada kenyataannya pelayanan kesehatan dan konsumsi yang penulis teliti baik di Lapas Klas II A Banda Aceh maupun Rutan Klas II B Jantho masih kurang memadai dan belum memenuhi standar yang ditetapkan. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan dan menganalisis pemenuhan hak-hak dasar narapidana atas pelayanan kesehatan dan konsumsi, faktor-faktor yang mempengaruhinya, dan upaya peningkatan pemenuhannya. Jenis penelitian hukum dan pendekatan yuridis empiris, atau penelitian hukum sosiologis. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini ialah data kualitatif, metode kualitatif ini digunakan agar penulis dapat mengerti dan memahami gejala yang diteliti. Berdasarkan hasil penelitian penulis diketahui bahwa pelayanan kesehatan dan konsumsi di Lapas masih belum efektif, terlihat dari sarana dan prasarana penunjang pelayanan kesehatan, frekuensi kunjungan tenaga kesehatan, dan anggaran yang tersedia. Konsumsi yang disajikan bagi narapidana masih kurang layak, terindikasi dari keluhan tentang makanan serta gizi yang kurang seimbang, kebersihan kurang diperhatikan. Faktor-Faktor yang mempengaruhi nya antara lain: Berupa over kapasitas di Lapas dan Rutan, sarana dan prasarana, anggaran yang terbatas, substansi aturan antara hubungan struktur hukum belum memadai, Upaya Peningkatan Pemenuhan nya secara internal maupun eksternal berupa sosialisasi, memperjuangkan anggaran melalui legislatif, dan optimal menjalankan aturan untuk pelayanan hak narapidana, baik pelayanan kesehatan dan makanan yang layak.
Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 4 Tahun 2016 melarang pengajuan peninjauan kembali terhadap putusan Praperadilan. Perma ini telah menutup kesempatan bagi Pencari keadilan untuk mengajukan Peninjauan Kembali terhadap Putusan Praperadilan. Perma ini telah memperluas objek praperadilan, yang meliputi sah tidaknya penyitaan, penggeledahan, dan penetapan tersangka. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa Mahkamah Agung berdasarkan kewenangan atas Pasal 79 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 jo. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 dapat menerbitkan produk hukum seperti Perma. Namun jika substansi dari sebuah produk hukum mengatur ataupun mencabut hak dari warga Negara maka hanya lembaga legislatif sebagai perwakilan rakyat yang sah mempunyai kewenangan untuk melakukannya.The Supreme Court Regulation (Perma) Number 4 of 2016 prohibits the submission of a review of the Pretrial ruling. This regiment has closed the opportunity for Justice seekers to file a Review of the Pretrial Decision. This regiment has expanded the pre-trial object, which includes the validity of seizure, searches, and the determination of suspects. The results of the study indicate that the Supreme Court is based on the authority over Article 79 of Law Number 14 Year 1985 regarding the Supreme Court as amended by Law Number 5 Year 2004 jo. Law Number 3 Year 2009 may issue legal products such as Perma. But if the substance of a legal product regulates or removes the rights of a citizen then only the legislative body as a legitimate representative of the people has the authority to do so.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
hi@scite.ai
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.