Introduction Diabetes mellitus (DM) is a global health issue. Diabetic wounds have become a severe health complication. Interdisciplinary education and the use of homecare have led to improvements in the health of patients with chronic disease. The family caregiver's knowledge and self-efficacy positively impact the DM patient's self-care in the physical and psychological dimensions. There is still a need for interdisciplinary education to enhance family caregivers’ knowledge and self-efficacy regarding diabetic wound care. Objective To determine the effect of 6 months of interdisciplinary education on family caregivers’ knowledge and self-efficacy regarding diabetic wound care. Methods A quantitative longitudinal study with a quasi-experimental, one-group, pretest–posttest design was conducted. Family caregivers received 6 months of interdisciplinary education regarding diabetic wound care. The Foot Care Confidence Scale (FCCS) was used to measure the family caregivers’ knowledge and self-efficacy regarding diabetic wound care. The dependent samples t test and the Wilcoxon signed-rank test were used for statistical analysis. Results Sixteen caregivers of patients with diabetic ulcer wounds in the homecare unit participated in this intervention with a 6-month follow-up. Six months of interdisciplinary education significantly increased the family caregivers’ knowledge ( p = 0.001) and self-efficacy ( p = 0.001). However, there was no significant correlation between self-efficacy and gender, age, education level, or duration of wound care ( p = 0.91; 0.93; 0.38; 0.40, respectively). Long-term interdisciplinary education improved caregiver performance across genders, ages, education levels, and wound care experience durations. Conclusion Long-term interdisciplinary education of family caregivers is recommended as one method to enhance the family support system with respect to diabetic ulcer care management. In addition, interprofessional collaboration could be performed to enhance the understanding of healthcare, especially diabetic ulcer care.
Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta menempati urutan ketiga dengan jumlah kasus tertinggi Diabetes Mellitus (DM) secara nasional. Salah satu komplikasi DM yang menjadi problem kesehatan yang serius adalah ulkus diabetic. Perawatan ulkus diabetic dan pencegahan Covid-19 secara ketat terkait dengan resiko tinggi penularan, prognosis yang buruk dan angka mortalitas yang tinggi ketika sudah terinfeksi Covid-19 dibutuhkan saat situasi pandemic, salah satunya adalah dengan meningkatkan peran keluarga (caregiver). Kegiatan ini berujuan untuk mengoptimalkan peran caregiver dalam perawatan sederhana luka diabetic dirumah (stay at home) pada masa Covid-19. Edukasi secara komprehensif tentang management DM secara umum dan luka diabetic secara khusus kepada keluarga (caregiver), yang dilakukan dengan metode langsung bersamaan dengan pelayanan homecare pada perawatan sederhana ulkus diabetic dengan tetap menerapkan protocol kesehatan Covid-19. Memberikan manfaat yang baik kepada keluarga (caregiver) dibuktikan dengan peningkatan rerata skor pengetahuan dan juga peningkatan rerata skor persepsi kemampuan diri dalam melakukan perawatan sederhana luka diabetic. Pengembangan perawatan dengan jangka waktu yang lama (long-term care) pada pasien kronis dapat terus terlaksana dengan melibatkan peran active keluarga (caregiver) sebagai support system terdekat pasien. Edukasi kepada keluarga secara langsung meningkatkan pengetahuan dan kepercayaan diri keluarga dalam melakukan perawatan sederhana luka diabetic. Program ini dapat menjadi alternative dalam optimalisasi pencegahan infeksi dan proses penyembuhan luka luka diabetic.
ABSTRAK Latar belakang :Stroke adalah gejala-gejala defisitfungsi saraf yang diakibatkan oleh penyakit pembuluh darah otak, bukan oleh sebab yang lain (WHO). Gangguan fungsi syaraf pada stroke disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik. Gangguan syaraf tersebut menimbulkan gejala antara lain: kelumpuhan wajah atau anggota badan, bicara tidak lancar, bicara tidak jelas (pelo), perubahan kesadaran, gangguan penglihatan, dan lain-lain. Stroke merupakan penyebab disabilitas nomor satu dan penyebab kematian nomor dua di dunia setelah penyakit jantung iskemik baik di negara maju maupun berkembang. Metode : pelatihan ini dilakukan dengan metode ceramah dan apllikasi kepada kader dan lansia di PRA Alun-alun Utara kotagede Tujuan: Bertambahnya pengetahuan kader posyandu dan ibu ‘Aisyiyah Alun-Alun Utara tentang gangguan pembuluh darah otak, tentang deteksi dini terjadinya stroke serta pelatihan dalam mencegah terjadinya stroke. Hasil para Kader lansia mampu melakukan cara bagaimana deteksi dini stroke dengan melakukan pengukuran tensi darah serta mampu mengetahui batas normal dari nilai kadar kolesterol dan gula darah, Rekomendasi kegiatan ini bisa dilakukan secara rutin dengan diadakannya posyandu lansia Kata Kunci: Stroke, Deteksi Dini stroke, pencegahan stroke ABSTRACT Background: Stroke is a symptom of nerve deficit function caused by cerebral vascular disease, not by other causes (WHO). Nerve function disorders in stroke are caused by non-traumatic brain circulatory disorders. This nerve disorder causes symptoms, including: paralysis of the face or limbs, speech is not fluent, speech is not clear (pelo), Stroke is the number one cause of disability and the number two cause of death in the world after ischemic heart disease in both developed and developing countries. Methods: This training was conducted by lecturing and applying to cadres and the elderly at PRA Alun-alun Utara, Kotagede. Objectives: Increasing the knowledge of posyandu cadres and 'Aisyiyah Alun-Alun Utara' about brain blood vessel disorders, early detection of stroke and training in preventing the occurrence of a stroke. The results of the elderly cadres are able to do how to detect stroke early by measuring blood pressure and being able to know the normal limit of the value of cholesterol and blood sugar levels. Recommendations for this activity can be done regularly by holding posyandu for the elderly Keywords: Stroke, Stroke Early Detection, Stroke Prevention
WHO declared the start of the Covid-19 pandemic on March 12, 2020. To combat Covid-19, the Indonesian government implemented a Large-Scale Social Restriction (PSBB) policy that prohibited the public from engaging in outdoor activities. As a result of limitations in doing outside activities, limitations in socializing, and increasing work demands, there is a decrease in physical activity as more daily activities are spent at home. As a result, the emotional state of physiotherapy students at the University of Aisyiyah Yogyakarta becomes unstable, resulting in depression. Many people who experience depression do not have the motivation to do other activities or activities because of the onset of depression. This study aims to determine the relationship between physical activity and student depression throughout online learning during the Covid-19 pandemic. This research employed observational analytic with a cross sectional design. The research sample was taken by purposive sampling technique with a total sample of 154 respondents. The research instrument used the International Physical Activity Questionnaire (IPAQ) and the Depression Anxiety Stress Scales (DASS 21) questionnaire. The data was analyszed using univariate analysis and bivariate analysis, specifically the Spearman Rank correlation test. The results of the Spearman Rank correlation test showed that there was a significant relationship between physical activity and depression (r = -0.340, p = 0.000). There was also a significant relationship between physical activity and anxiety (r = -0.269, p = 0.001). There was also a significant relationship between physical activity and stress (r = -0.271, p = 0.001).
Latar belakang : World Health Organization (WHO) 2013 mengemukakan bahwa non-communicable disease (NCDs) merupakan tantangan kesehatan terbesar pada abad 21. Dari seluruh angka morbiditas NCDs, jumlah cardiovascular disease (CVD) merupakan yang terbesar yaitu 17,3 juta jiwa/ tahun. Berkaitan dengan diabetes, pada sebagian penderita diabetes tipe dua atau intoleransi glukosa, didapatkan serangkaian faktor risiko yang muncul bersamaan dengan faktor risiko CVD. Fenomena tersebut disebut dengan kejadian sindrom metabolik. Tujuan : memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada kader untuk melakukan screening sindrom metabolik sehingga pengurus maupun peserta majlis taklim bisa mengubah pola hidup menjadi lebih sehat lagi. Metode : metode yang digunakan adalah koordinasi, pemberdayaan sumber daya manusia, promosi dan sosialisasi kader, pelatihan kader, penyusunan buku pedoman kader, pelaksanaan jasa layanan kesehatan, evaluasi kegiatan, dan pelaporan pencatatan kegiatan. Hasil : menghasilkan empat kader terlatih dan hasil pada peserta bahwa kategori usia dewasa akhir, lansia akhir dan manula lebih rentan terkena Sindrom Metabolik. Hasil akhir yang diharapkan dari kegiatan ini adalah meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mengetahui pentingnya pengetahuan tentang sindrome metabolik. Kesimpulan : Pemberian penyuluhan dan pelatihan kader dalam screening sindrome mmetabolik dapat menambah pengetahuan dan wawasan pengurus majlis taklim masjid Al Mustaqim Di Sanggrahan Ngestiharjo Kasihan Bantul.
Latar belakang : World Health Organization (WHO) 2013 mengemukakan bahwa non-communicable disease (NCDs) merupakan tantangan kesehatan terbesar pada abad 21. Dari seluruh angka morbiditas NCDs, jumlah cardiovascular disease (CVD) merupakan yang terbesar yaitu 17,3 juta jiwa/ tahun. Berkaitan dengan diabetes, pada sebagian penderita diabetes tipe dua atau intoleransi glukosa, didapatkan serangkaian faktor risiko yang muncul bersamaan dengan faktor risiko CVD. Fenomena tersebut disebut dengan kejadian sindrom metabolik. Tujuan : memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada kader untuk melakukan screening sindrom metabolik sehingga pengurus maupun peserta majlis taklim bisa mengubah pola hidup menjadi lebih sehat lagi. Metode : metode yang digunakan adalah koordinasi, pemberdayaan sumber daya manusia, promosi dan sosialisasi kader, pelatihan kader, penyusunan buku pedoman kader, pelaksanaan jasa layanan kesehatan, evaluasi kegiatan, dan pelaporan pencatatan kegiatan. Hasil : menghasilkan empat kader terlatih dan hasil pada peserta bahwa kategori usia dewasa akhir, lansia akhir dan manula lebih rentan terkena Sindrom Metabolik. Hasil akhir yang diharapkan dari kegiatan ini adalah meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mengetahui pentingnya pengetahuan tentang sindrome metabolik. Kesimpulan : Pemberian penyuluhan dan pelatihan kader dalam screening sindrome mmetabolik dapat menambah pengetahuan dan wawasan pengurus majlis taklim masjid Al Mustaqim Di Sanggrahan Ngestiharjo Kasihan Bantul.
Masalah kesehatan usia remaja merupakan salah satu masalah penting dalamsiklus kehidupan.Salah satu dari berbagai masalah kesehatan remaja ialah gangguan muskuloskeletal berupa kelainan bentuk telapak kaki (flexible flat foot).Dampak yang akan terjadi akibat flat foot yaitu nyeri, mudah lelah bila berjalan jauh, sepatu cepat halus, perubahan biomekanik tubuh yang akan menyebabkan gangguan keseimbangan, gangguan berjalan serta deformitas yang memudahkan terjadinya cedera. Cedera pada remaja dapat menurunkan produktifitas dan kualitas kesehatan dalam menjalankan aktivitas sehari harinya. Untuk meningkatkan keseimbangan dinamis guna meminimalisir terjadinya risiko cedera terdapat intervensi short foot exercise dan tibialis posterior strengthening. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh short foot exercise dan tibialis posterior strengthening terhadap peningkatan keseimbangan dinamis remaja flexible flat foot.Metode penelitian ini adalah penelitian narrative review. Pencarian jurnal dilakukan di portal jurnal online seperti google scholar, PubMed, dan science direct. Hasil penelusuran didapatkan sebanyak 3 jurnal short foot exercise dan 2 jurnal tibialis posterior strengthening dilakukan review dalam penelitian ini. Hasil penelitian review 3 jurnal short foot exercise dan 2 jurnal tibialis posterior strengthening didapatkan bahwa ada peningkatan keseimbangan pada responden setelah dilakukan latihan. Kesimpulan dari penelitian ini ada pengaruh short foot exercise dan tibialis posterior strengthening terhadap peningkatan keseimbangan dinamis pada penderita flexible flat foot remaja.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
hi@scite.ai
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.