Khasiat kesehatan ikan gabus (C. striata) telah dikenal secara luas dan saat ini C. striata telah digunakan sebagai bahan baku industri produk suplemen. Tingginya permintaan akan produk suplemen tersebut menimbulkan masalah pada ketersediaan C. striata yang sebagian besar ditangkap dari sungai dan danau sebagai tempat hidupnya. Ikan gabus budidaya dipercaya memiliki kualitas tidak sebaik ikan gabus alam.Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi mengenai komposisi kimia, termasuk albumin dan potensi ekstrak protein kasar ikan gabus alam dan hasil budidaya sebagai antioksidan dan anti hipertensi. Hasil analisis menunjukkan bahwa ikan gabus alam dan hasil budidaya memiliki kadar protein yang tidak berbeda secara nyata, tetapi berbeda pada kadar air, abu, dan lemak. Ikan gabus alam memiliki kadar lemak dan abu lebih rendah tetapi kadar air lebih tinggi dibanding ikan gabus budidaya. Ikan dari kedua sumber memiliki bagian yang dapat dimakan atau edible portion (EP) sebesar 36%,dengan kadar mineral makro (Na, K, Ca) dan mikro (Zn, Fe) pada ikan hasil budidaya lebih tinggi dibanding kedua kelompok mineral pada ikan gabus alam. Kadar albumin ikan gabus alam lebih tinggi daripada kadar albumin ikan gabus budidaya. Namun demikian, hasil analisis asam amino menunjukkan bahwa ikan gabus hasil budidaya memiliki kuantitas asam amino yang lebih tinggi daripada ikan gabus alam. Asam amino non essensial dominan adalah alanin, asam aspartat, glisin, alloisoleusin, prolin, dan glutamin, sedangkan asam amino esensial didominasi oleh leusin, lisin, dan fenilalanin. Kedua ikan gabus yang diperoleh dari tempat yang berbeda tersebut memiliki bioaktivitas sebagai antioksidan yang lemah, namun berpotensi sebagai antihipertensi (penghambat Angiotensin Converting Enzyme (ACE)) dengan kekuatan 1/10 kekuatan kontrol obat hipertensi captopril.
ABSTRAKStudi ini dimaksudkan untuk menginvestigasi karakteristik dan model matematika kurva pengeringan rumput laut Eucheuma cottonii. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk perancangan alat pengering rumput laut yang efisien. Pengeringan E.cottonii dilakukan dengan menggunakan alat pengering laboratorium terkendali yang dilengkapi dengan sistem akuisisi data dengan kecepatan udara 0,5 m/detik. Empat variasi RH yang dilakukan pada suhu 50 °C adalah 30%, 40%, 50% dan 60% serta empat variasi suhu yang dilakukan pada RH 40% adalah 40 °C, 50 °C, 60 °C dan 70 °C. Tiga model pengeringan yang diuji adalah model Newton, Henderson & Pabis dan Page. Simulasi model yang paling tepat ditentukan berdasarkan nilai R 2 yang paling tinggi, serta nilai sum square error (SSE) dan root mean square error RMSE yang paling rendah. Laju pengeringan lapis tipis rumput laut E.cottonii umumnya berada pada periode laju menurun. Hal ini sesuai dengan karakteristik pengeringan bahan-bahan biopolimer yang umumnya berlangsung dengan laju menurun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penurunan RH cukup efektif dalam menurunkan kadar air dibandingkan peningkatan suhu. Pada RH rendah yaitu 30% suhu 50 °C, penurunan kadar air 50% dicapai dalam waktu 80-85 menit jauh lebih cepat dari RH 60% suhu 50 °C yaitu 165-170 menit. Pada suhu tertinggi yaitu 70 °C RH 40% penurunan kadar air 50% dicapai dalam waktu 90 menit selisih 15 menit lebih cepat dibandingkan suhu terendah yaitu 40 °C RH 40%. Kajian ini mendapati model pengeringan E.Cotonii yang paling sesuai adalah model pengeringan Page dengan nilai R 2 , R 2 terkoreksi, SSE and RMSE berturut -turut sebesar 0,98-0,99 ; 0,96-0,98 ; 0,0002-0,0126 dan 0,0002-0,0206. KATA KUNCI : model matematika, pengeringan, rumput laut, Eucheuma cottonii ABSTRACT This study is intended to know the drying characteristics and drying curve mathematical models of Eucheuma cottonii seaweed. The results of this study are expected to be used for the design seaweed efficient dryer. E. cottonii was dried using a laboratory controlled dryer with data acquistion
Nutraseutikal berbasis Fish Serum Albumin (FSA) adalah produk komersial yang berasal dari sumber perairan. Namun, oleh karena produk ini secara umum diproduksi dari ikan gabus (Channa striata) di alam, pasokan bahan baku dapat menjadi masalah pada produksi yang berkesinambungan. Penelitian ini telah dilakukan dengan menganalisis kandungan FSA dari 17 ikan air tawar budidaya, untuk mendapatkan bahan baku alternatif bagi produk nutraseutikal berbasis FSA. 3-10 individu ikan air tawar (150-500 g) dari jenis ordo Perciformes, Anguilliformes, Cypriniformes, Osteoglossiformes, dan Siluriformes telah diambil secara acak dari lokasi budidaya ikan di Bogor dan Cianjur (Jawa Barat). Ekstraksi protein larut air dilakukan menggunakan Ultra Turax homogeniser dengan pelarut akuabides. Analisis FSA telah dilakukan menggunakan High Performance Liquid Chromatography (HPLC). Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa kadar FSA dari 17 ekstrak air dari ikan berada pada rentang 42,51 to 215,57 mg/g, dengan kadar FSAikan gabus pembanding adalah 107,28 ± 3,2 mg/g. Konsentrasi FSA tertinggi ditemukan sebesar 215,57 ± 52,84 mg/g dari ekstrak air ikan gurame (Osphronemus gouramy). Analisis lebih lanjut terhadap komposisi asam amino menggunakan Gas Chromatography-Flame Ionization Detector (GC-FID) menemukan bahwa ekstrak air ikan gabus memiliki konsentrasi asam amino esensial dan non-esensial yang lebih tinggi dibandingkan dengan ikan gurame. Hal ini menunjukkan banyaknya protein lain selain FSA pada ekstrak air ikan gabus dibandingkan ikan gurame. Berdasarkan hasil ini, ekstrak air ikan gurame memiliki konsentrasi FSA yang lebih besar dan relatif lebih murni dibandingkan ekstrak air ikan gabus, sehingga merupakan alternatif yang prospektif sebagai bahan baku untuk produk nutraseutikal berbasis FSA. KATA KUNCI: serum albumin ikan, nutrasetikal, budidaya, ikan air tawar ABSTRACT Fish Serum Albumin (FSA) based nutraceutical is a commercial product from aquatic resources. However, as the product is usually developed from wild freshwater snakehead fish (Channa striata), raw material supply may become a problem at continuous production. This research had been done to analyze FSA level in 17 aquaculture freshwater fishes, aimed to find an alternative of raw material sources in FSA based neutrasetical products. 3-10 individuals of freshwater fishes (150-500 g) from Perciformes, Anguilliformes, Cypriniformes, Osteoglossiformes, and Siluriformes ordo were taken randomly from Bogor and Cianjur (West Java) aquaculture fields. Aqueous protein extraction was performed by Ultra Turax homogeniser with aquabidest solvent. Analysis of albumin content had been done by High Performance Liquid Chromatography (HPLC). The results showed that FSA level in aqueous extracts of observed fishes were 42.51 to 215.57 mg/g, while FSA in aqueous snakehead fish extract was 107.28 ± 3.2 mg/g. The highest FSA concentration was 215,57 ± 52,84 mg/g from giant gouramy (Osphronemus gouramy). Further analysis at amino acid composition by Gas Chromatography-Flame Ionization Detect...
Microalgae are known to have functional components for human life. Exploration of cholesterol-lowering active compounds from microalgae Nannochloropsis in Indonesia is still lacking. This research was aimed to identify bioactive compounds from Nannochloropsis sp that can reduce cholesterol level. Components of Nannochloropsis sp. including proximate, phytochemicals, beta-carotene, beta-sitosterol, stigmasterol, omega 3, and omega 6 were determined. Phytochemical test results showed that microalgae Nannochloropsis sp. positively contained flavonoids, tannin, glycosides, alkaloids, and saponin. Result of beta carotene was 2.74%, beta-sitosterol 7.25% stigmasterol 10.37%, beta carotene 145.26 ppm, omega 6 was 9.86% and omega 3 was 4.38% from total fatty acid.
Microbial community in salt ponds have an important role in salt quality production. One of important microorganisms is halophilic bacteria and archaea which has been reported to positively correlated with salt quality. This manuscript reported a preliminary study on application of the halophylic bacteria consortia on to traditional salt pond in Pati. An amount of 0.5% (v/v) of the halophilic bacterial consortia was applied in 20 Baume (Be) salt pond sizing 20 m3. After the saltwater reached 25 Be, the halophilic-treated saltwater was moved to the crystallization pond. Salt has been harvested by scrubbing cristal salt manually after 3-5 days, the time used by salt farmers in Pati. Yield, NaCl content, salt impurities, crystal whiteness, and compactness were parameters studied in this trial. Salt produced from pond interfered with halophilic bacteria consortia had higher NaCl content by 2%, lower content of impurities (Mg and Ca) and higher whiteness degree. SEM analysis showed that crystal salt produced from halophilic pond showed more compact, cubical form compared to the crystal salt from untreated pond which was more fragile. However, the yield of salt produced was not different between treated and untreated pond.
Penelitian pemanfaatan limbah padat karaginan sebagai bahan baku selulosa telah dilakukan untuk mencari bahan baku alternatif pembuatan selulosa. Percobaan dilakukan dengan alkalinasi limbah karaginan menggunakan larutan NaOH dan pemucatan menggunakan larutan H2O2 Alkalinasi dilakukan dengan variasi konsentrasi larutan NaOH 20; 30; 40% dan pemucatan dengan larutan H2O2 2:4 dan 6%. Perbandingan antara limbah dan larutan NaOH adalah 1:12 (b/v) dan perbandingan antara limbah dan larutan H2O2 adalah 1: 30 (b/v). Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa perlakuan terbaik adalah alkalinasi menggunakan NaOH 20% dan H2O2 6% yang menghasilkan alfa selulosa 71,38%; kadar air 10,4% dan kadar abu 10,69% dengan nilai derajat putih 17,8% .
Industri pengolahan alkali treated cottonii (ATC) menghasilkan limbah cair yang sangat besar. Pendaur ulangan limbah cair akan mengefisienkan penggunaan air untuk pengolahan sekaligus mengurangi masalah pencemaran lingkungan. Untuk itu dilakukan ujicoba proses daur ulang limbah cair ATC menggunakan alat yang dirancang oleh Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan yang berkapasitas 360 liter/jam. Pengolahan limbah cair dilakukan dengan teknik koagulasi dan filtrasi. Proses koagulasi dilakukan dengan penambahan bahan koagulan tawas (Al 2(SO4)3 ) dan flokulan blok di dalam tangki koagulasi, sedangkan filtrasi dilakukan dengan melewatkan limbah melalui kolom zeolit‑arang aktif dan filter selulosa asetat. Pengamatan dilakukan terhadap limbah cair dan air hasil olahan yang meliputi total padatan terlarut (Total Dissolved Solids/TDS), total padatan anorganik terlarut (Total Inorganic Dissolved Solids/TIDS), Biological Oxygen Demand (BOD), pH, kekeruhan, bau, dan warna limbah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengolahan limbah cair ATC dapat menurunkan jumlah TDS, TIDS dan BOD hingga 56,60%, 32,29%, dan 60,66%, meskipun kemampuan alat filtrasi menggunakan kolom zeolit‑arang aktif menurun seiring dengan banyaknya proses daur ulang yang dilakukan. Berdasarkan hasil analisis didapatkan juga bahwa proses daur ulang limbah cair ATC mampu menurunkan nilai pH, kekeruhan, bau, dan warna limbah. Dengan pengolahan tersebut limbah cair dapat didaur ulang hingga 5 kali untuk proses pengolahan ATC berikutnya.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
hi@scite.ai
334 Leonard St
Brooklyn, NY 11211
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.