Smart grid didefinisikan sebagai jaringan listrik cerdas yang dapat mengintegrasikan tindakan semua pengguna yang terhubung, seperti generator/pembangkit listrik, konsumen dan orang-orang yang melakukan keduanya dalam rangka untuk efisiensi dalam memberikan pasokan listrik yang berkelanjutan, ekonomis dan aman (IEC, 2010). Saat ini penerapan sistem smart grid sudah diuji coba di Indonesia melalui program pemerintah yaitu pilot projek sistem smart grid di Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur (NTT). Sistem ini sangat cocok dikembangkan di Indonesia dengan melihat kondisi geografis Indonesia yang terdiri dari sekitar 17.000 pulau besar dan kecil, di mana angka rasio elektrifikasi tahun 2012 sebesar 78% dan kapasitas listrik 76,9% berada dipulau jawa. Salah satu tantangan dalam penerapan sistem smart grid adalah terkait dengan standardisasi, smart grid tidak akan-smart‖ jika tidak didukung oleh sebuah kerangka kerja yang standar untuk komunikasi antara perangkat. Berkaitan dengan permasalahan tersebut, maka tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi ketersediaan standar dalam penerapan smart grid di Indonesia. Hasil penelitian ini yaitu teridentifikasi komponen dan standar (SNI, standar internasional dan standar manca negara) sistem smart grid yang terdiri dari sistem photovoltaic, sistem baterai, sistem kontrol dan Energy Management Systems (EMS), sistem komunikasi, sistem genset (biodisel) dan sistem micro hydro. Ketersediaan standar terkait dengan komponen sistem smart grid ini diharapkan dapat mendukung penerapan sistem smart grid di Indonesia.
The development of Battery Management System (BMS) standards in Indonesia has b een carried out causing the FACTS approach. That's approach makes it possib le to accommodate all stakeholder requirements. However, the approach has not yet considered a technical review of the regulated standards. Based on this, this study undertook a comprehensive review of BMS performance parameters set out in the standard. In order that the regulated standard s not only accommodate the needs of stakeholders b ut also consider BMS technical studies in order not to impede the future development of BMS.
<p>Perkembangan usaha budidaya mutiara telah mengarah pada kegiatan industri yang terintegrasi. Terdapat 4 proses utama dalam budidaya tiram mutiara yaitu proses pembenihan, pendederan dan pembesaran tiram mutiara, serta proses operasi (penyisipan nucleus). Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran tahapan budidaya tiram mutiara dan melakukan analisa perlu tidaknya pengembangan SNI untuk tahapan insersi nukleus ke dalam tubuh tiram mutiara. Metode analisa deskriptif berdasarkan data dari 3 pengusaha tiram mutiara yang berada di wilayah Bali, Labuan Bajo dan Manado digunakan untuk mengungkapkan budidaya tiram mutiara serta menganalisa kebutuhan pengembangan standarnya. Penelitian ini menemukan 4 SNI pendukung budidaya tiram mutiara yaitu SNI pendederan tiram mutiara, SNI tiram mutiara induk, SNI tiram mutiara spat dan SNI mutiara. Hasil analisa menunjukkan bahwa pengembangan standar untuk proses operasi atau teknik insersi tidak perlu dilakukan, hal ini dikarenakan faktor kompetensi pelaku insersi dan faktor eksternal (lingkungan) lebih mendominasi terhadap keberhasilan pembentukan mutiara, sehingga kualitas mutiara yang dihasilkan belum tentu seragam meskipun dilakukan dengan teknik insersi yang sama. Penyusunan tatacara dan persyaratan proses insersi tiram mutiara dijadikan dapat pedoman untuk mendukung standardisasi kegiatan budidaya tiram mutiara.</p>
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.