2013
DOI: 10.1177/1354856513494177
|View full text |Cite
|
Sign up to set email alerts
|

Three-dimensional cinema

Abstract: Those observing the proliferation of three-dimensional (3D) films in US theaters wonder whether 3D will become ‘the new normal’ – the way that most films are produced and watched. Although skeptics abound, no one can answer this question with certainty now. But, if we consider this phrase from a different angle, it promises a more immediately revealing analysis of contemporary 3D cinema. Despite its appearance of born-again novelty, 3D has quickly established a highly codified stylistic repertoire. This repert… Show more

Help me understand this report

Search citation statements

Order By: Relevance

Paper Sections

Select...
2
2
1

Citation Types

0
7
0
3

Year Published

2015
2015
2019
2019

Publication Types

Select...
3
3

Relationship

0
6

Authors

Journals

citations
Cited by 34 publications
(10 citation statements)
references
References 3 publications
0
7
0
3
Order By: Relevance
“…Kritikus film ternama asal Amerika Serikat Roger Ebert menganggap bahwa terdapat kepercayaan yang keliru dalam menganggap 3D sebagai sesuatu yang realistis; dalam kehidupan sehari-hari manusia memang melihat dalam tiga dimensi, tetapi tidak melihat bagian-bagian dari penglihatan yang memisahkan diri dari yang lain dan melompat kepada kita, dan kita juga tidak benda-benda bergerak sebegitu lambatnya sehingga bisa melihat mereka bergerak (Ebert, 2008). Bahkan, saat ini, walaupun telah lebih dari sepuluh tahun sejak hadirnya 3D baru, teknologi ini masih tetap dalam masa transisi (Klinger, 2013). Sebagian hal yang membuat masa depan 3D menjadi tidak pasti bergantung pada statusnya sebagai teknologi asing yang sulit digunakan dan bagi sebagian sulit untuk ditonton, genre-genre fantasi dan serupa yang mendominasi asosiasinya, serta ketidakstabilannya (Klinger, 2013).…”
Section: Pendahuluanunclassified
See 2 more Smart Citations
“…Kritikus film ternama asal Amerika Serikat Roger Ebert menganggap bahwa terdapat kepercayaan yang keliru dalam menganggap 3D sebagai sesuatu yang realistis; dalam kehidupan sehari-hari manusia memang melihat dalam tiga dimensi, tetapi tidak melihat bagian-bagian dari penglihatan yang memisahkan diri dari yang lain dan melompat kepada kita, dan kita juga tidak benda-benda bergerak sebegitu lambatnya sehingga bisa melihat mereka bergerak (Ebert, 2008). Bahkan, saat ini, walaupun telah lebih dari sepuluh tahun sejak hadirnya 3D baru, teknologi ini masih tetap dalam masa transisi (Klinger, 2013). Sebagian hal yang membuat masa depan 3D menjadi tidak pasti bergantung pada statusnya sebagai teknologi asing yang sulit digunakan dan bagi sebagian sulit untuk ditonton, genre-genre fantasi dan serupa yang mendominasi asosiasinya, serta ketidakstabilannya (Klinger, 2013).…”
Section: Pendahuluanunclassified
“…Bahkan, saat ini, walaupun telah lebih dari sepuluh tahun sejak hadirnya 3D baru, teknologi ini masih tetap dalam masa transisi (Klinger, 2013). Sebagian hal yang membuat masa depan 3D menjadi tidak pasti bergantung pada statusnya sebagai teknologi asing yang sulit digunakan dan bagi sebagian sulit untuk ditonton, genre-genre fantasi dan serupa yang mendominasi asosiasinya, serta ketidakstabilannya (Klinger, 2013). Selain itu, penggunaan teknologi 3D dalam film yang tayang di bioskop memang semakin menekankan perbedaan kualitatif atas apa yang mungkin terjadi antara bioskop dan televisi, namun persaingan yang dihadapi oleh 3D di bioskop adalah rasa mendapatkan sesuatu melalui televisi secara gratis jika dibandingkan dengan kenikmatan optikalnya, serta adanya pilihan untuk menghabiskan waktu dengan cara bermalas-malasan di rumah (Tyler, dalam Zone, 2012).…”
Section: Pendahuluanunclassified
See 1 more Smart Citation
“…Here he positioned viewers among the dancers, as if ‘floating bodiless through more solid phantoms’ (James ). In Cathedrals of Culture his investigation shifts towards what the static and inanimate features of architectural ensembles may yield to a form of representation that ‘offers space itself as a source of spectacle’ (Klinger : 428). 3D's capacity to dramatise space rests on the representation of a layered, deep space behind the screen through parallax and, most dramatically, the ‘emergence’ of objects in front of the screen through negative parallax.…”
Section: Virtual Place (And Space)mentioning
confidence: 99%
“…The immersive potential this implies in relation to its audience as 3D has been associated with the interpolation of viewers into the diegesis through an (if virtually) embodied form of perception. Contributions to Cathedrals of Culture make extensive use of this immersive quality of 3D and in particular its propensity to deliver an ‘into‐the‐screen’ illusionism (Klinger : 426) as viewers become subject to a ‘camera‐induced kinesis’ (Klinger : 429).…”
Section: Virtual Place (And Space)mentioning
confidence: 99%