Abstrak: Empati dalam Tradisi Membakar “Tunam” dan “Melemang” Saat Malam Nujuh Likur Pada Masyarakat Kabupaten Kaur. Tulisan ini bertujuan untuk memahami konsep empati berbasis budaya dengan mengkaji salah satu kearifan lokal (local wisdom) di Kabupaten Kaur. Kearifan lokal yang diangkat adalah tradisi membakar tunam dan Melemang pada malam nujuh likur (27 Ramadhan) pada masyarakat Kabupaten Kaur. Empati diartikan sebagai kemampuan mental individu dalam merespok secara empatik atas kejadian dari kondisi atau situasi orang lain dengan cara merasakan dan berpikir yang sama dengan orang tersebut. Tunam adalah susunan batok kelapa yang disusun secara vertikal, sedangkan Melemangproses membuat makanan khas yang terbuat dari beras ketan dengan campuran santan dan garam lalu dibakar dan nantinya akan dimakan bersama-sama dengan jiran tetangga dan sanak keluarga. Penelitian ini berjenis penelitian kualitatif dengan pendekatan etnografi dan kajian hermeneutika. Etnografi digunakan untuk memahami lebih mendalam pada konteks budaya sedangkan hermeneutika digunakan untuk mengkaji lebih dalam makna tunam dan melemang yang bukan hanya sekedar untuk penerangan semata. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik purposive sampling dalam menetapkan sampel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tradisi membakar tunam dan melemang memicu munculnya ingatan-ingatan masa lalu serta perasaan-peraasan yang melibatkan emosi yang mendalam (pada usia 40 ke atas). Adapun perasaan yang muncul antara lain perasaan senang, semangat, sedih dan kebanggan diri/harga diri (self esteem). Adapun pada sampel siswa yang berusia 15 tahun (remaja), secara istilah mereka tidak mengetahui apa sebenarnya tunam akan tetapi ketika peneliti mendeskripsikan bentuknya (simbolik), ekspresi yang muncul adalah seperti mendapatkan pengetahuan baru yang belum pernah diketahui sebelumnya.Kata Kunci: Empati, Tunam, Melemang, Nujuh likur, Etnografi.