Provinsi Aceh merupakan salah satu daerah penghasil garam di Indonesia. Secara umum, proses pengolahan garam di Provinsi Aceh masih dilakukan secara tradisional dengan cara perebusan air garam menggunakan kayu bakar sebagai pemanas hingga air menguap dan menyisakan butiran garam berwarna putih buram. Teknologi perebusan ini memiliki beberapa kekurangan diantaranya harga kayu bakar semakin mahal, jumlah produksi sangat terbatas dan mutu garam yang dihasilkan masih rendah. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari proses kristalisasi garam menggunakan teknik geomembran, menghitung kapasitas produksi dan menguji produk garam yang dihasilkan sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) 3556:2010. Hasil penelitian menunjukkan pada lahan geomembran yang terdiri dari empat meja garam dengan ukuran masing-masing P 9 x L 3,8 x T 0,20 m/meja, yang dikelola oleh satu orang tenaga kerja, pada kondisi cuaca normal dapat menghasilkan garam sebanyak 2.000 kg/10 hari dengan kadar NaCl 96,4% memiliki warna putih mengkilat dimana hasil uji ini telah memenuhi persyaratan SNI. Sementara pengolahan garam tradisional menggunakan pemanas kayu bakar dengan ukuran meja kristalisasi P 2,4 x L 1,2 x T 0,20 m yang juga dikelola oleh satu oarng tenaga kerja hanya dapat menghasilkan garam sebanyak 900 kg/10 hari dengan kadar NaCl 90,28% memiliki warna putih buram.