2012
DOI: 10.1016/j.sbspro.2012.12.266
|View full text |Cite
|
Sign up to set email alerts
|

Between Colonial, Moslem, and Post-Independence Era, Which Layer of Urban Patterns should be Conserved?

Help me understand this report

Search citation statements

Order By: Relevance

Paper Sections

Select...
2
1
1
1

Citation Types

0
5
0
4

Year Published

2013
2013
2022
2022

Publication Types

Select...
10

Relationship

3
7

Authors

Journals

citations
Cited by 14 publications
(9 citation statements)
references
References 3 publications
0
5
0
4
Order By: Relevance
“…Perubahan tersebut ditinjau dari aspek bentuk dan fungsi, alun-alun. Menurut (Rukayah et al, 2012) Untuk melakukan konservasi, tidak hanya pada fisikitas tetapi juga pada pengisi, memberi arahan kepada pengambil keputusan dan pemerintah daerah untuk tidak ubah pasar tradisional menjadi ritel modern. Karakter pasar tradisional di ruang terbuka adalah akar sejarahnya yang telah dipilih sepanjang perkembangan sejarah dan tetap bertahan hingga saat ini.…”
Section: Gambarunclassified
“…Perubahan tersebut ditinjau dari aspek bentuk dan fungsi, alun-alun. Menurut (Rukayah et al, 2012) Untuk melakukan konservasi, tidak hanya pada fisikitas tetapi juga pada pengisi, memberi arahan kepada pengambil keputusan dan pemerintah daerah untuk tidak ubah pasar tradisional menjadi ritel modern. Karakter pasar tradisional di ruang terbuka adalah akar sejarahnya yang telah dipilih sepanjang perkembangan sejarah dan tetap bertahan hingga saat ini.…”
Section: Gambarunclassified
“…Kampung Kapitan ini menjadi kawasan permukiman yang dimana dipengaruhi oleh tiga lapis budaya yaitu budaya Cina, Belanda, dan Palembang. Sama halnya yang terjadi di alun-alun lama Semarang yang dimana terdapat lapisan budaya era Islam, Kolonial Belanda, dan Kemerdekaan (Rukayah, Bharoto, & Malik, 2012). Pencampuran budaya ini membuat kawasan Kampung Kapitan ini memiliki ciri khas rumah tradisional yang unik jika dibandingkan dengan rumah limas tradisonal Palembang pada umumnya.…”
Section: Pendahuluanunclassified
“…Since the 18th century, with the construction of the postal line, the fortress city, the power of the Javanese king must be shared with the power of the Dutch colonial government (Damayanti, 2005) (Priyantoko, 2010) (Marihandono, 2007) Many studies on urban centers in Java, however, are still rarely examined about the center of colonial cities in Java in the 18th century which was built to show its existence by means of its proximity to the center of indigenous government (S. Rukayah & Malik, 2012), The Dutch colonial government demonstrated the existence of its power in the center of the newly built city by connecting it with the Postal line and building facilities such as fortress and the post office. The fortresses were built at the center of the king's power or the center of government.…”
Section: City Square In Javamentioning
confidence: 99%