Bersyukur dan Resiliensi Akademik Mahasiswa

Abstract

Resiliensi akademik adalah kemampuan menghadapi tantangan, kesulitan, dan tekanan dalam seting akademik. Penerapan sistem keyakinan dan tradisi yang ada dalam budaya dan agama merupakan salah satu hal yang disarankan untuk pembentukan resiliensi. Bersyukur merupakan tradisi yang disarankan dalam agama untuk dapat menjalani hidup dengan positif. Penelitian ini melihat hubungan bersyukur dengan resiliensi akademik pada mahasiswa UIN Sunan Gunung Djati. Penelitian kuantitatif dengan desain korelasional melibatkan 400 mahasiswa untuk mendapatkan data bersyukur dan resiliensi. Instrumen pengukuran yang digunakan adalah The Gratitude Questionnaire-6 yang dikembangkan oleh McCullough, Emmons, & Tsang (2002) dan skala resiliensi Connor-Davidson Resilience Scale (CD-RISC) yang dikembangkan oleh Connor dan Davidson (2003). Teknik analisis data yang digunakan adalah uji regresi linier sederhana. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bersyukur memiliki kontribusi terhadap pembentukan resiliensi akademik pada mahasiswa UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Saran bagi penelitian berikutnya dapat menggunakan variabel lain untuk perluasan kajian tentang resiliensi.

A Quasi-Experimental Study of Gratitude Journaling on Students’ Academic Resilience

“…Therefore, the acceptance of the proposed hypothesis and the presence of additional qualitative data certainly support previous studies. In Indonesia, there is a correlational study of gratitude and academic resilience carried out by Utami (2020). It was conducted with a total of 400 students as a subject and found that gratitude contributes to the formation of academic resilience in students.…”

“…Besides, it also has impacts on negative outcomes (Martin, 2013) and burnout or fatigue (Fiorilli et al, 2020). High academic resilience can be a capital that has a positive impact on academics (Wijayanti & Purwaningtyas, 2020), increase the ability in dealing with challenges, difficulties, and pressures in an academic setting (Martin & Marsh, 2006), can achieve output (Utami, 2020), tend to have positive emotions and responses in academics (Fitri and Kushendar, 2019), are not easily discouraged (Harahap, Harahap & Harahap, 2020), and are resilient, able to learn and adapt in uncomfortable conditions (Connor and Davidson, 2003).…”

“…Moreover, previous studies have examined specifically the importance of gratitude in learning or at school. A correlational study by Utami (2020) illustrates that gratitude has a contribution to the formation of students' academic resilience.…”

“…Academic resilience is believed to be an advantage or one of the assets and a process that is favored and tends to have a positive impact (Wijayanti & Purwaningtyas, 2020). Meanwhile, Utami (2020) defined academic resilience as the ability to achieve good output despite being in difficulty adapting or following academic developments. Academic resilience has four dimensions, namely, self-adjustment, toughness, intelligence to face difficulties, and problem-solving (Hardiansyah et al, 2020).…”

Religiusitas, Regulasi Emosi dan Resiliensi Santri selama Pandemi COVID-19 dengan Dukungan Sosial sebagai Variabel Mediator

“…Salah satu upaya untuk mengembangkan resiliensi selama pandemi COVID-19 adalah dengan mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat mempengaruhi resiliensi. Berdasarkan hasil studi terdahulu terdapat beberapa faktor yang 125 mempengaruhi resiliensi diantaranya adalah dukungan sosial (Karadag dkk., 2019;Raisa & Ediati, 2016;Sari & Indrawati, 2016), optimisme (Roelyana & Listiyandini, 2016), self-esteem (Akhtar & Bilour, 2020;Pahlevi dkk., 2017;Saraswati dkk., 2017), self-compassion (Febrinabila & Listiyandini, 2016;Sofiachudairi & Setyawan, 2018), tawakkal (Putri & Uyun, 2017), bersyukur (Utami, 2020), religiusitas (Al Eid dkk., 2020Fradelos dkk., 2018), efikasi diri (Aziz & Noviekayati, 2016;Mufidah, 2017), kecerdasan sosial (Andriani & Listiyandini, 2017), dan regulasi emosi (Poegoeh & Hamidah, 2016). Penelitian ini akan fokus mengkaji keterkaitan antara religiusitas, regulasi emosi, dukungan sosial dengan resiliensi.…”