Analisis Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau Pada Pemukiman Padat Di Kecamatan Rappocini Kota Makassar

Abstract

Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau khususnya pada wilayah perkotaan sangat penting mengingat besarnya manfaat yang diperoleh dari keberadaan RTH tersebut. Untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas Ruang Terbuka Hijau (RTH), khususnya pada kawasan permukiman padat, Pemanfaatan RTH menjadi hal yang menarik untuk diteliti karena kebanyakan RTH sudah bergeser dari fungsinya. Penelitian ini bertujuan mengetahuai apakah luas dan rencana pengembangan Ruang Terbuka Hijau sesuai aturan, dan mengetahui alternatif kebijakan yang digunakan dalam meningkatkan pengelolaan Ruang Terbuka Hijau. Penelitian ini juga dilakukan identifikasi Ruang Terbuka Hijau yang telah ada di wilayah pemukiman padat di Kecamatan Rappocini. Kecamatan Rappocini membutuhkan RTH adalah 30% dari luas wilayah yaitu 276.9 ha dan untuk Kelurahan Ballaparang dan Bonto Makkio yang berada di Kelurahan Rappocini yaitu sebesar 15,36 ha untuk Kelurahan Ballaparang dan 6 ha untuk Kelurahan Bontomakkio Pengembangan Ruang Terbuka Hijau (RTH) pada permukiman padat di kedua Kelurahan yang ada di Kecamatan Rappocini Kota Makassar terdapat peningkatan dilihat dari jenis RTH yang sudah ada sekarang. Terdapat RTH public seperti taman lingkungan dan juga RTH privat seperti RTH pekarangan dan taman atap.

Partisipasi Masyarakat Dalam Mendukung Pengelolaan Taman Kota Ii Di Kota Tangerang Selatan

“…Hal ini berarti masyarakat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam suatu negara memiliki peran penting dalam proses pembangunan. Salah satu pembangunan di suatu daerah adalah Ruang Terbuka Hijau yang identik dengan area terbuka yang memiliki luas serta panjang tertentu dengan berbagai macam pepohonan dan taman yang biasa digunakan untuk melakukan aktivitas-aktivitas di ruang terbuka seperti olahraga, berwisata, atau menyalurkan hobi (Amin, 2018). Salah satu jenis RTH menurut Permendagri No.1/2007 adalah Taman Kota.…”

Kajian Tingkat Kekumuhan Kawasan Permukiman Di Kawasan Bontorannu Kota Makassar

“…Menurut Monica, Jamika [16] ciri dari permukiman kumuh adalah: 1) penghuni berasal dari desa yang sama sehingga memungkin homogenitas yang agak besar, 2) tingkat Pendidikan adalah tamatan Sekolah Dasar atau putus sekolah, 3) Dalam menyambung hidup mengandalkan otot masing-masng serta memiliki banyak waktu luang, 4) belum terorganisasi menurut badan hukum usaha yang lazim berlaku, 5) bekerja pada sektor informal, 6) komplek permukiman padat dan letak permukiman tidak teratur, 7) fasilitas elementer, 8) Bangunan tempat bermukim serba sederhana terbuat dari bahan serupa, 9) penghuni memiliki semangat kekeluargaan, 10) kesadaran hidup beragama. Struktur ekonomi masyarakat yang tinggal di Permukiman Kumuh Sebagian besar merupakan masyarakat menengah kebawah dengan tingkat pendapatan rendah [17][18][19][20].…”

Utilization of public open space in Kampung Deret Petogogan Jakarta

“…Play facilities, seating, green trees in pots, or directly on the land used by residents were used as a quality measure. Physical aspects as indicators of quality and benefits, include the dimensions of open space, the infrastructure in it, its shape, and location (Amin 2018). According to the observations, the existence of a park which is also green open space has less than optimal quality, as shown in figure 4.…”