Abstract—Coronary heart disease (CHD), one of cardiac diseases, is caused mainly due to the narrowing of the coronary arteries because of atherosclerosis or spasm or a combination of both. Coronary heart disease is one disease that is scary and is still a problem in both the developed and developing countries. The oxidative stress originates mainly in mitochondria from reactive oxygen and reactive nitrogen species (ROS/RNS) and can be identified in most of the key steps in the pathophysiology of atherosclerosis and the consequential clinical manifestations of cardiovascular disease. Treatment of coronary heart disease is by pharmacological treatment and non-pharmacological therapy. One way of non-pharmacological therapy is to eat antioxidant. Several studies have shown that eating antioxidant can reduce LDL oxidation and play a role in inhibiting the process of hardening of the arteries. Keywords: antioxidant, coronary heart diseas, oxidative stress Abstrak—Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan salah satu penyakit jantung mematikan. Penyebab utama terjadinya penyakit ini adalah penyempitan arteri koronaria. Penyempitan terjadi karena adanya kondisi aterosklerosis atau spasme maupun kombinasi dari keduanya. Penyakit jantung koroner masih menjadi masalah utama baik di negara maju maupun negara berkembang. Kejadian ini dipicu oleh stres oksidatif terutama di mitokondria. Adanya oksigen reaktif dan spesies nitrogen reaktif (ROS / RNS) dan dapat diidentifikasi dalam sebagian besar merupakan kunci dalam patofisiologi aterosklerosis dan manifestasi klinis konsekuensial dari penyakit kardiovaskular. Pengobatan penyakit jantung koroner adalah dengan pengobatan farmakologis dan terapi non-farmakologis. Salah satu cara terapi non-farmakologis adalah dengan mengkonsumsi antioksidan. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa penggunaan antioksidan dapat mengurangi oksidasi LDL dan menghambat proses pengerasan pembuluh darah. Kata kunci: antioksidan, penyakit jantung coroner, stress oksidatif
Komitmen merupakan bentuk yang penting dan mendasar yang mana konsep tersebut banyak digunakan dalam penilaian sikap individu di berbagai lingkungan, termasuk juga lingkungan perguruan tinggi. Dalam beberapa penelitian terdahulu, telah ditemukan adanya hubungan antara komitmen organisasi dan OCB, dimana semakin tinggi komitmen organisasi, maka akan semakin tinggi pula OCB yang dimiliki. Penelitian yang bersifat analitik observasional dengan rancang bangun cross-sectional ini bertujuan menganalisis pengaruh komitmen organisasi terhadap OCB karyawan di Universitas Surabaya. Sejumlah 190 orang karyawan tetap (non dosen) dari 27 unit kerja di Universitas Surabaya menjadi sampel penelitian ini. Metode pemilihan sampel yang digunakan adalah quota sampling. Pengumpulan data menggunakan kuesioner yang berisikan skala komitmen organisasi dan OCB. Mayoritas karyawan memiliki komitmen organisasi dan OCB tingkat sedang. Secara simultan, analisis regresi linier berganda menunjukkan baik komitmen organisasi maupun karakteristik demografi memiliki pengaruh yang bermakna terhadap OCB. Secara parsial, komitmen normatif maupun tingkat pendidikan memiliki pengaruh yang bermakna dan positif terhadap OCB. OCB karyawan lebih dipengaruhi oleh komitmen normatif daripada tingkat pendidikan. Hasil penelitian ini penting sebagai bahan masukan bagi organisasi agar lebih memperhatikan kedua aspek tersebut dalam meningkatkan OCB karyawannya, dan juga untuk menambah pengetahuan mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Surabaya tentang aspek-aspek yang berperan dalam pengelolaan sumber daya kesehatan.
Human Immunodeficiency Virus (HIV) and Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) are one of the biggest health problems in the 21st century to date. HIV/AIDS cases continue to soar, one of which is due to the practice of prostitution because commercial sex workers (CSW) are a group at high risk of contracting HIV/AIDS. Dolly, the largest localization at Surabaya has already been closed by the government to decrease the transmisiion of HIV. The research method is based on laboratory examination using the Rapid Test Immunochromatography method with the subject of examination being women who live around Dolly localization. This method has the advantages of fast inspection time (only around 15-30 minutes), is easy to do, does not use special tools, and is quite sensitive. The number of women who were HIV positive was 1.4%, and the number who were HIV negative was 98.6%. The association between the risk variables for CSWs and HIV status was then determined using the Spearman correlation test. Statistical analyses revealed a significant relationship between CSW status and HIV prevalence with a significance value of 0.05 (p=0.025; CI=95%). Since the correlation coefficient is positive, a rise in CSWs' active status can also lead to an increase in HIV prevalence.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.