Salah satu permasalahan yang cukup berat di Kota Bandung adalah sampah plastik seperti di Kelurahan Pajajaran, Kecamatan Cicendo. Sampah tersebut sebagian besar belum dikelola dengan baik sehingga menimbulkan kerusakan lingkungan. Salah satu yang sulit diatasi adalah sampah plastik nonrecycleable seperti label kemasan botol air mineral, pembungkus makanan ringan, styrofoam dan lain-lain. Sampah-sampah ini kurang ekonomis untuk didaur ulang sehingga dibuang begitu saja ke Tempat Pembuangan Akhir atau dibakar di pekarangan. Di sisi lain, ada jenis sampah plastik yang mudah didaur ulang tapi nilainya kecil jika dijual tanpa dicacah terlebih dahulu, seperti yang dilakukan di bank sampah Astana Eyang. Permasalahan ini bisa diatasi dengan teknologi pirolisis untuk mengolah sampah plastik nonrecycleable menjadi minyak sintetis, yang bisa digunakan sebagai bahan bakar mesin pencacah plastik recycleable. Tujuan program ini adalah membantu masyarakat mengelola sampah menjadi produk yang bernilai tinggi dan menghasilkan manfaat yang besar bagi mereka. Metode pelaksanaan diawali dengan survei ke lokasi bersamaan dengan pembuatan alat di bengkel. Setelah itu dilakukan kegiatan sosialisasi dan diakhiri dengan serah terima dan pelatihan terhadap operatordan warga masyarakat sekitar. Adanya program ini diharapkan mampu mengatasi masalah sampah dan meningkatkan pendapatan warga, serta bisa mendorong penerapan teknologi yang sama di lokasi lain di Indonesia.
<p class="Default"><em>One of the abundant energy source in Indonesia is organic waste in the form of leafs and branches which is widely avalilable in homeyard. It can be utilized as alternative energy source by gasification process. The objective of the study was to know the influence of raw material and AFR to the characteristic of organic waste gasification process. The raw material used were leafs and branches of melinjo (gnetum gnemon) which obtained from homeyard of inhabitant in Sidomoyo village, Godean sub-district, Sleman Regency, Indonesia. Before being gasified, it was prepared for proximate analysis in laboratorium. The gasification begins by feeding the raw material to the reactor with variation of 100% leaf, 100% branch, and 50%-50% leaf and branch. The gasification process was occured in reactor for one hour, and syn gas which produced has been analized to know the composition of it. Result shows that raw material have influenced the characteristic of gasification process. The highest heating rate was occured for gasification process of 100% leaf and AFR 0.5, which it gas has burned after 25 minuted process in oxidation temperature of 650 <sup>0</sup>C, reduction temperature of 350 <sup>0</sup>C, and pyrolysis temperature of 240 <sup>0</sup>C.</em></p>
Budidaya perikanan merupakan salah satu mata pencaharian utama di Kampung Nyalindung, Desa Linggajati, Kecamatan Sukaratu, Kabupaten Tasikmalaya. Biaya operasi yang tinggi untuk penyediaan pakan ikan menyebabkan menurunnya penghasilan mereka. Permasalahan tersebut dapat diatasi dengan teknologi peralatan produksi pelet pakan ikan terapung agar mereka bisa lebih mandiri untuk mereduksi biaya operasi. Metode yang dilakukan adalah dengan pengembangan teknologi mesin produksi pelet pakan ikan terapung untuk pembudidaya ikan di Kabupaten Tasikmalaya. Tahapan kegiatan dimulai dari mengindentifikasi kebutuhan mitra terkait operasional produksi, merancang dan membuat mesin, melakukan pengujian terhadap mesin yang telah dibuat, melakukan serah terima alat dan pelatihan serta pendampingan kepada produsen pakan ikan dan pemanfaatan produk pelet pakan ikan. Hasil yang diperoleh dari program ini adalah dengan adanya teknologi pengolahan bahan baku lokal akan meningkatkan produksivitas dan menjadikan harga pakan terjangkau serta dapat meningkatkan kesejahteraan pembudidaya ikan pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.
<p><span style="font-family: Times New Roman;"><em>Saat </em><em>ini, kebutuhan bahan bakar fosil semakin meningkat dan ketersediannya semakin menipis. Oleh karena itu, dibutuhkan bahan bakar alternatif seperti Proton Exchange Membrane Fuel Cell (PEMFC). Teknologi ini mampu mengkonversi hidrogen yang dihasilkan dari biomasa melalui proses gasifikasi, menjadi sumber energi listrik. Akan tetapi, kinerja PEMFC sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah kualitas bahan bakar yang digunakan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kualitas bahan bakar terhadap kinerja PEMFC yang terintegrasi dengan Fixed Bed Updraft Gasifier. Bahan baku yang digunakan pada proses gasifikasi adalah biomasa berupa tempurung kelapa yang diproses di dalam gasifier menghasilkan syn gas, untuk kemudian dimasukkan ke dalam PEMFC dengan variabel syn gas yang dimurnikan maupun tanpa pemurnian, serta hidrogen murni sebagai kontrol. Peralatan yang digunakan adalah satu set alat Fixed Bed Updraft Gasifier yang diintegrasikan dengan PEMFC. Tahap awal pengujian adalah proses gasifikasi tempurung kelapa di dalam gasifier menghasilkan syn gas yang akan langsung ditampung di dalam gas holder. Pengujian berikutnya dilakukan dengan cara yang sama, tetapi syn gas tersebut kemudian dimurnikan melalui satu set peralatan cyclone, filter, scrubber, dan condensor. Produk syn gas tersebut kemudian dimasukkan ke dalam PEMFC</em><em> dengan pompa </em><em>serta </em><em>adanya penambahan </em><em>oksigen menggunakan </em><em>blower</em><em>. Sebagai kontrol, dilakukan pengujian menggunakan hidrogen murni sebagai bahan baku PEMFC</em><em> dengan laju alir 2,5 liter/menit dan tekanan gas 2 kg/cm<sup>2</sup></em><em>. Analisa dilakukan dengan </em><em>indikator arus dan tegangan untuk mengethaui</em><em> daya yang dihasilkan dari Fuel Cell.</em><em> Hasil penelitian menunjukkan bahwa s</em><em>yn gas hasil gasifikasi dapat digunakan sebagai bahan </em><em>bakar</em><em> PEMFC, namun arus dan tegangan yang dihasilkan sangat kecil</em><em>. Untuk syn gas hasil pemurnian, arus yang dihasilkan sebesar 0,1 Ampere dan Tegangan 1 Volt dan lampu indikator bisa menyala agak redup. Hasil ini berbeda dengan pengujian menggunakan bahan bakar gas hidrogen murni, dimana mampu menghasilkan arus sebesar 1,4 Ampere dan tegangan 7 volt, serta lampu indikator bisa menyala dengan terang. Sementara untuk syn gas tanpa pemurnian, arus dan tegangan yang dihasilkan sangat kecil sehingga tidak terbaca oleh indikator.</em></span></p><p><em><span style="font-family: Times New Roman;"> </span></em><em style="font-family: 'Times New Roman';">Kata kunci : </em><em style="font-family: 'Times New Roman';">Proton Exchange Membrane Fuel Cell, Fixed-Bed Updraft Gasifier, Syn Gas, Hidrogen, Listrik</em></p><p class="Abstract" align="center"><em>Abstrack</em></p><p><em>A</em><em>lternative fuels such as the Proton Exchange Membrane Fuel Cell (PEMFC). This technology is able to convert hydrogen produced from biomass through a gasification process, into a source of electrical energy. However, PEMFC's performance is strongly influenced by several factors, including the quality of the fuel used. The purpose of this study was to determine the effect of fuel quality on PEMFC performance integrated with the Fixed Bed Updraft Gasifier. The raw material used in the gasification process is biomass in the form of a coconut shell which is processed in the gasifier to produce syn gas, to then be incorporated into PEMFC with a variable syn gas that is purified or without purification, and pure hydrogen as a control. The equipment used is a set of Fixed Bed Updraft Gasifier tools that are integrated with PEMFC. The initial stage of testing is the process of gasification of the coconut shell in the gasifier to produce syn gas which will be directly accommodated in the gas holder. Subsequent tests were carried out in the same way, but the syn gas was then purified through a set of cyclone equipment, filters, scrubbers, and condensers. The syn gas product is then put into PEMFC with a pump and the addition of oxygen using a blower. As a control, testing was conducted using pure hydrogen as PEMFC raw material with a flow rate of 2.5 liters / minute and a gas pressure of 2 kg / cm2. Analysis is carried out with current and voltage indicators to determine the power generated from the Fuel Cell. The results showed that the syn gas produced from gasification can be used as PEMFC fuel, but the current and voltage produced are very small. For syn gas purification results, the resulting current is 0.1 Ampere and 1 Volt Voltage and the indicator light can be lit somewhat dimly. This result is different from testing using pure hydrogen gas fuel, which is able to produce a current of 1.4 Amperes and a voltage of 7 volts, and the indicator lights can be lit brightly. While for syn gas without purification, the current and voltage produced are so small that they cannot be read by indicators.</em></p><p><em> Keywords: Proton Exchange Membrane Fuel Cell, Fixed-Bed Updraft Gasifier, Syn Gas, Hydrogen, Electricity</em></p><p><em style="font-family: 'Times New Roman';"><br /></em></p>
Kebutuhan dan konsumsi energi semakin meningkat sejalan dengan bertambahnya populasi manusia dan meningkatnya perekonomian masyarakat, serta perkembangan industri di seluruh dunia. Oleh karena itu kita dituntut untuk memikirkan sumber energi alternatif yang dapat diperbaharui. Salah satu sumber energi alternatif yang dapat digunakan yaitu energi biomassa berupa biobriket dengan memanfaatkan kulit kacang tanah. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh variasi ukuran butir bahan terhadap kadar air, lama pembakaran, laju pembakaran, dan kekuatan tekan biobriket arang kulit kacang tanah. Penelitian ini merupakan penelitian eksperiment dengan obyek penelitian adalah biobriket arang kulit kacang tanah dengan menganalisis kadar air, lama pembakaran, laju pembakaran, dan kekuatan tekan. Analisis data menggunakan metode deskripif. Pada pembuatan biobriket ini dilakukan variasi ukuran butir bahan dengan ukuran 10 mesh, 18 mesh, 30 mesh, dan 40 mesh, dengan menggunakan perekat getah karet dan dilakukan 2 kali pengulangan. Dari analisis yang dilakukan terhadap hasil penelitian diperoleh kadar air terendah pada ukuran butir bahan 10 mesh yaitu sebesar 19,5641 %, lama pembakaran tertinggi pada ukuran butir bahan 40 mesh yaitu selama 44,5 menit, laju pembakaran terendah pada ukuran butir bahan 40 mesh yaitu selama 0,898 gr/menit, kekuatan tekan biobriket sangat baik pada ukuran 30 mesh dan 40 mesh.
Aim: This study is purpose to understand the chemical and physical characteristics and pollution load in each step of tempeh wastewater: washing, boiling, soaking and mixing. Tempeh is traditional food from soybean fermentation. Tempeh has a lot of healthy contents as protein and vitamin. However, wastewater from tempeh production is discharge to river directly which considered as environmentally damaging. However, the characteristics of wastewater from tempeh production and its level of environmental impacts to environment are limitedly studied. Methodology and Results: Tempeh wastewater was analyzed in chemical and physical parameters. Chemical characteristics analyzed are pH, Biological Oxygen Demand (BOD) and Chemical Oxygen Demand (COD). pH was measured using pH meter, BOD using SNI 6989.72:2009 method and COD using SNI 6989.2:2019 method. The physical parameter analyzed is Total Suspended Solid (TSS) and analyzed using SNI 6989.3: 2019 method. Pollution load calculated by deviation maximum pollution load and pollution load existing. Result of this study findings indicated that the highest BOD 299.40 mg/L and COD 540.66 mg/L was found in soaking step compared to other steps in tempeh production. Highest TSS 655.20 mg/L was found in boiling step. The pH values in all steps were acidic 4 and 5. Allocation Pollution load of: TSS overall exceeded the capacity, BOD and COD overall exceeded the capacity except in washing step (BOD 304.39 kg/day and COD 857.78 kg/day). Conclusion, significance and impact of study: The Highest TSS of tempeh wastewater processes was in boiling step while the highest organic matter was detected in soaking. Further for whole pH were acidic and exceeded the standard. Allocation of pollution load for TSS, BOD and COD exceed the standard except for BOD and COD in washing waste. Overall tempeh wastewater needs treatment to prevent river pollution.
<p align="center"><strong>Abstrak</strong></p><p>Ketersediaan energi alternative merupakan tantangan yang harus dihadapi sebagai solusi adanya krisis energi Sumber energi alternatif yang mudah untuk dikembangkan di masyarakat salah satunya adalah biogas, sebagai hasil dekomposisi bahan organik dengan proses fermentasi anaerob. Pada penelitian ini biogas diibuat dari kombinasi antara kotoran sapi dan limbah cair rumah pemotongan ayam sebagai substrat bahan biogas. Biogas yang dihasilkan dapat diketahui komposisi yang optimal, volume biogas terbanyak, dan uji nyala api yang dihasilkan. Penelitian dilaksanakan di Jetis Prenggan, Sidokarto, Godean, Sleman, Yogyakarta. Metode penelitian adalah analisa deskriptif dengan tahapan persiapan digester, pembuatan substrat, proses fermentasi anaerob, analisa pH, analisa suhu, analisa tekanan biogas, analisa volume biogas, dan uji nyala biogas. Variasi yang digunakan adalah campuran kotoran sapi dan limbah cair rumah pemotongan ayam yaitu digeter A (5 liter : 2 liter), digeter B (3,5 liter : 3,5 liter), digester C ( 2 liter : 5 liter) dilakukan pengulangan dengan kapasitas digester 25 liter dan lama waktu fermentasi 30 hari. Hasil yang diperoleh menunjukan bahwa digester B merupakan komposisi yang optimal dan menghasilkan volume biogas tercepat pada hari ke-4 dengan volume tertinggi sebesar 11,32 liter dengan hasil uji nyala api yang berwarna biru.</p><p align="center"><strong><em>Abstrack</em></strong></p><p><em>The energy crisis is a challenge to develop alternative energy sources to support the availability of existing energy sources. One of the energy sources that is easy to develop in the community is biogas. It is the result of decomposition of organic matter through anaerobic fermentation process which produces bio gas in the form of combustible methane gas. This study used cow dung and a mixture of liquid chicken slaughterhouse waste as a substrate for biogas with the aim of knowing the optimal composition, the largest volume of biogas, and the resulting flame test. The research was located in Jetis Prenggan, Sidokarto, Godean, Sleman, Yogyakarta. This is a descriptive analysis with research stages including preparation of anaerobic fermentation digester, manufacture of substrate, fermentation process in the digester, pH analysis, temperature analysis, biogas pressure analysis, biogas volume analysis, and biogas flame test. This study used 3 variations of a mixture of cow dung and liquid waste of a chicken slaughterhouse, namely digeter A (5 liters: 2 liters), digeter B (3.5 liters: 3.5 liters), digester C (2 liters: 5 liters) and repeated. with a digester capacity of 25 liters and a long fermentation time of 30 days. The results obtained show that digester B is the optimal composition and produces the fastest volume of biogas on day 4 with the highest volume of 11.32 liters with a blue flame test result.</em></p>
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
hi@scite.ai
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.