Tanaman Filicium decipiens atau kiara sabun dikenal sebagai tanaman penghasil saponin yang merupakan golongan metabolit sekunder dengan toksisitas tinggi. Tujuan dari penelitian ini adalah mengukur kadar saponin dan menguji aktifitas antibakteri serta anti jamur dari ekstrak daun F. decipiens. Metode penelitian meliputi ekstraksi daun segar dan daun kering F. decipiens menggunakan metode soxhlet dengan defatisasi, pengukuran kadar saponin, pengujian aktifitas ekstrak (konsentrasi 10%, 20%, 40%, 60%, 80%) terhadap bakteri Eschericia coli dan bakteri Staphylococcus aureus dan jamur Candida albicans dengan metode difusi agar Kirby-Bauer dan penentuan nilai lebar daerah hambat (LDH) dan konsentrasi hambat minimum (KHM). Hasil penelitian menunjukkan daun kiara payung memiliki kadar sapaonin cukup tinggi yaitu 125 mg/g (12.5%) pada daun segar dan 97 mg/g (9.7 %) dan pada daun kering. Ekstrak methanol kiara payung pada konsentrasi 80% juga menunjukkan aktifitas antibakteri terhadap S. aureus dengan diameter LDH mencapai 22.6 mm pada ekstrak daun segar dan 22 mm pada ekstrak daun kering. Konsentrasi hambat minimum baik pada ekstrak daun segar maupun ekstrak daun kering adalah 14%. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kiara payung memiliki kadar saponin yang cukup tinggi dan aktifitas antibakteri yang kuat sehingga berpotensi untuk diteliti dan dikembangkan lebih lanjut sebagai bahan antibiotik alami.
The previous study shows ethanol extract of Filicium decipiens leaf possesses a strong antibacterial activity against Staphylococcus aureus, but there have been no study of the antibacterial activity with different solvents. The purpose of this study was to determine the antibacterial activities of methanol, n-hexane fraction of methanol, and n-hexane extract of F. decipiens leaves against S. aureus and Bacillus subtilis bacteria. Extraction was carried out by soxletation method using methanol and n-hexane solvent. The antibacterial activity test was done by measuring the minimum inhibitory concentration (MIC) and zone of Inhibition. The results showed that methanol extract did not have activity either against S. aureus bacteria or against B. subtilis. N-hexane extract which was fractionated from methanol extract had no activity against B. subtilis but showed moderate activity against S. aureus with 9 mm inhibition diameter at an extract concentration of 40%. N-hexane extract has very strong antibacterial activity against S. aureus with inhibition diameter reaching 21 mm at extract concentration of 30% and showing strong activity against B. subtilis bacteria with inhibition diameter of 10 mm at extract concentration of 30%. It can be concluded that n-hexane extract from F. decipiens has a potent as natural antibiotic material. AbstrakEkstrak etanol tanaman Filicium decipiens diketahui memiliki aktivitas antibakteri kuat terhadap Staphylococcus aureus, namun belum ada penelitian aktivitas antibakteri ekstrak F. decipiens dengan pelarut berbeda. Tujuan penelitian ini mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak metanol, fraksi n-heksan ekstrak methanol, dan ekstrak n-heksan daun F. decipiens terhadap bakteri S. aureus dan bakteri Bacillus subtilis. Ekstraksi dilakukan dengan metode soxletasi menggunakan pelarut metanol dan n-heksan. Uji aktivitas antibakteri dilakukan dengan mengukur konsentrasi hambat minimum (KHM) dan lebar daerah hambat (LDH). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak metanol tidak memiliki aktivitas baik terhadap bakteri S. aureus maupun terhadap B. subtilis. Ekstrak n-heksan yang difraksinasi dari ekstrak metanol tidak memiliki aktivitas terhadap B. subtilis, namun menunjukkan aktivitas sedang terhadap Keterangan: Angka yang diikuti superskrip yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan pada tingkat kepercayaan 95% (α = 0.05) Research ArticleGambar 2 Aktivitas Ekstrak N-heksan Daun F. decipiens Konsentrasi 1% sampai 40% terhadap S. aureus Gambar 3 Aktivitas Ekstrak N-heksan Daun F. decipiens Konsentrasi 10% sampai 40% terhadap S. aureus Diskusi Karakteristik Ekstrak Rendemen yang dihasilkan ekstrak metanol sebesar 19.8% jauh lebih tinggi dibandingkan dengan rendemen ekstrak n-heksan sebesar 8,77%. Angka ini mengindikasikan bahwa daun F. decipiens mengandung lebih banyak senyawa-senyawa bersifat polar yang larut
Ekstrak kulit bawang merah mengandung flavonoid, polifenol, saponin, terpenoid dan alkaloid. Metode ekstraksi modern dengan memanfaatkan radiasi gelombang mikro yang disebut dengan MAE (Microwave Assisted Extraction) belum banyak dilakukan. Metode MAE terbukti lebih efektif karena pemanasan pelarut secara cepat dan efisien dibandingkan metode ekstraksi secara konvensional. Tujuan penelitan ini adalah mengetahui senyawa fitokimia dan aktivitas ekstrak kulit bawang merah dengan metode MAE pada Staphylococcus aureus. Deteksi senyawa fitokimia dilakukan dengan metode kualitatif, yaitu ada tidaknya senyawa flavonoid, saponin, alkaloid dan tanin. Aktivitas ekstrak kulit bawang merah terhadap S.aureus dilakukan dengan metode kertas cakram dengan melihat zona bening/hambat yang dihasilkan. Konsentrasi ekstrak yang digunakan adalah 5, 10, 15, 20 dan 25% (b/v). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ektrak kulit bawang merah mempunyai senyawa flavonoid, saponin dan tanin. Ekstrak kulit bawang merah dapat menghambat pertumbuhan S.aureus ditunjukkan dengan adanya zona bening dari kosentrasi 5, 10, 15, 20 dan 25% (b/v) adalah 14; 15,5; 16; 19; 19,5 mm. Hasil tersebut menunjukan bahwa MAE lebih efektif daripada metode konvensional (maserasi) dalam menghambat S. aureus. Berdasarkan hasil aktivitas antibakteri, ekstrak kulit bawang merah dapat dimanfaatkan dalam dunia industri sebagai salah satu komponen produk pencegahan infeksi bakteri. Onion skin extract containing flavonoid , catakin , saponin , terpenoid and alkaloid . Microwave Assisted Extraction (MAE) is modern method with microwave radiation. MAE have proven more effective because a solvent warming quickly and more efficient compared other methode (maseration). This study aims to explore the phytochemical activity presenced in onion skin extract. that was obtained by the Microwave Assited Extraction (MAE) method and to evaluate the antibacterial activity against Staphilococcus aureus. The phytochemical screening of onion skin extracted by using MAE revealed the presence of alkaloids, saponins, tannins and flavonoids. The antibacterial activity of onion skin extract was carried out against S. aureus by measuring the diameter of bacterial growth inhibition zones through the diffusion method. The results of qualitative phytochemical screening tests on onion skin extract shows that the positive sample contains alkaloids, saponins, tannins and flavonoids. Range of onion skin extract concentration used in this research were 5, 10, 15, 20, and 25% w/v. The inhibition zone of extract at concentration 5, 10, 15, 20, and 25% w/v were 14.00; 15.50; 16.00; 19.00; and 19.50 mm respectively. Base on antibacterial result, onion skin extract can be used as one ingredient in the manufacture of antibacterial products.
Bawang merah (Allium cepa L.) merupakan salah satu komoditas sayuran penting di Indonesia dan banyak digunakan sebagai bahan pengobatan tradisional. Kulit bawang dianggap sebagai limbah, tetapi ternyata pada kulit bawang merah terkandung berbagai bahan alami dengan nilai fungsional tinggi. Bawang merah dan kulitnya kaya akan senyawa seperti senyawa flavonoid dan organosulfur (allicin) yang bertindak sebagai antibakteri. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kadar flavonoid ekstrak etanol 70% kulit bawang merah dari hasil ekstraksi metode Microwave Assisted Extraction (MAE) dan menentukan aktivitasnya terhadap bakteri Staphylococcus aureus. Uji aktivitas ditentukan pada konsentrasi ekstrak 20, 40, 60, 80 dan100 % dengan mengukur lebar daerah hambat (LDH) menggunakan metode difusi agar. Hasil penelitian ini menunjukkan ekstrak etanol kulit bawang merah mengandung flavonoid sebesar 14,57 % dan uji aktivitas antibakteri menghasilkan lebar daerah hambat berturut-turut sebesar 18,00; 19,50; 19,50; 22,00 dan 21,50 mm.
Antibiotika merupakan obat yang digunakan untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Perilaku yang salah dalam tata cara penggunaan antibiotika menjadi risiko terjadinya resistensi antibiotik. Gema Cermat atau Gerakan Masyarakat Cerdas Menggunakan Obat merupakan salah satu upaya dalam rangka meningkatkan kesadaran, kepedulian dan pemahaman masyarakat tentang cara penggunaan obat dengan tepat dan benar. Pelaksanaan pengabdian masyarakat dilakukan di Desa Jambu Luwuk Kabupaten Bogor. Metode yang digunakan adalah CBIA, pemberian brosur Gema Cermat, buku saku cara penggunaan obat dan penggolongan obat, pre-test, post-test dan materi melalui presentasi secara oral yang diberikan oleh apoteker. Hasil edukasi dan sosialisasi Gema Cermat, yaitu perbaikan nilai masyarakat mengenai cara penggunaan obat khususnya anibiotika yang benar dan tepat dapat dilihat dari kenaikan nilai rata-rata pre-test 69,0476 menjadi 79,523 pada post-test. Dapat disimpulkan dengan adanya kegiatan ini masyarakat menjadi lebih paham mengenai cara penggunaan obat yang baik dan benar terutama pemakaian antibiotik yang sesuai di masyarakat.
Bawang merah (Allium cepa L.) merupakan salah satu komoditas sayuran penting di Indonesia dan banyak digunakan sebagai bahan pengobatan tradisional. Kulit bawang dianggap sebagai limbah, tetapi ternyata pada kulit bawang merah terkandung berbagai bahan alami dengan nilai fungsional tinggi. Bawang merah dan kulitnya kaya akan senyawa seperti senyawa flavonoid dan organosulfur (allicin) yang bertindak sebagai antibakteri. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kadar flavonoid ekstrak etanol 70% kulit bawang merah dari hasil ekstraksi metode Microwave Assisted Extraction (MAE) dan menentukan aktivitasnya terhadap bakteri Staphylococcus aureus. Uji aktivitas ditentukan pada konsentrasi ekstrak 20, 40, 60, 80 dan100 % dengan mengukur lebar daerah hambat (LDH) menggunakan metode difusi agar. Hasil penelitian ini menunjukkan ekstrak etanol kulit bawang merah mengandung flavonoid sebesar 14,57 % dan uji aktivitas antibakteri menghasilkan lebar daerah hambat berturut-turut sebesar 18,00; 19,50; 19,50; 22,00 dan 21,50 mm.
Cengkeh (Syzygium aromaticum) merupakan tanaman asli Indonesia. Kandungan utama dalam minyak atsiri dari cengkeh adalah senyawa eugenol. Senyawa ini banyak digunakan dalam perawatan gigi, sebagai antiseptik , analgesik dan efektif melawan sebagian besar bakteri. Beberapa metode ekstraksi seperti destilasi air ataupun destilasi uap telah dilakukan untuk mendapatkan minyak atsiri cengkeh. Penelitian ini bertujuan mengisolasi dan menetapkan kadar senyawa eugenol yang terdapat pada minyak atsiri tangkai bunga cengkeh yang diperoleh dari metode sokletasi dan destilasi air dengan menggunakan pelarut n-Heksan. Penetapan kadar senyawa eugenol dilakukan dengan kromatografi gas. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kadar eugenol ekstrak minyak atsiri tangkai bunga cengkeh metode sokletasi rata-rata sebesar 55,2% sedangkan dengan metode destilasi air tangkai bunga cengkeh didapat 10,96%
ABSTRAKSelulase adalah enzim yang terlibat dalam proses degradasi selulosa. Enzim ini merupakan campuran dari enzim endoglukanase, eksoglukanase, dan b-glukosidase. Limbah agro industri yang diolah menggunakan kapang Aspergillus foetidus diperkirakan dapat dimanfaatkan sebagai sumber enzim selulase untuk mendegradasi limbah dengan biaya yang lebih murah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pH dan kation terhadap aktivitas enzim b-glukosidase yang dihasilkan dari kapang A. foetidus (Naka.). Hasil penelitian menunjukan bahwa enzim b-glukosidase dari A. foetidus yang diinkubasi pada suhu ruang di medium yang mengandung 3% polard selama 6 hari menghasilkan aktivitas sebesar 3.56 U/mL. Aktivitas optimum enzim ?-glukosidase terjadi pada kondisi medium dengan pH 5.0 dan suhu 60 C. Enzim ?-glukosidase relatif stabil pada pH 4,2 5,0 dan suhu penyimpanan 28 dan 40 C, tetapi tidak stabil pada suhu80 C. Aktivitas ?-glukosidase meningkat dengan adanya penambahan kation-kation Mg2+, Ba2+, dan Mn2+ dengan konsentrasi akhir 1 mM dan 5 mM. Penambahan 1 mM ion Fe2+ menurunkan aktivitas enzim, tetapi penambahan 5 mM ion Fe2+ meningkatkan aktivitas enzim sebesar 39%.Kata kunci: Enzim ?-glukosidase, A. foetidus, degradasi selulosa
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
hi@scite.ai
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.