Berdasarkan Data dan Informasi Bencana Indonesia (DIBI) dalam kurun waktu 2008-2018 telah terjadi peristiwa banjir sebanyak 33 kali di Kabupaten Nagan Raya. Tingginya potensi banjir terjadi karena luapan sungai yang berada dalam Kabupaten Nagan Raya terutama Sungai Krueng Tripa yang memiliki luas daerah aliran sungai (DAS) dengan hilir di Desa Ujong Krueng sebesar 2.953,458 Km2 dan panjang sungai 205,88 km. Berdasarkan hasil surve dan wawancara bersama masyarakat, Desa Ujong Krueng yang berada dalam wilaya DAS Tripa merupakan desa pertama yang mengalami banjir jika terjadi luapan dari sungai, banjir terjadi secara periodik berkisar 4-6 kali / tahun dengan durasi 10-14 hari dan ketinggian banjir mulai 30-200 cm. Maka dari itu perlu dilaukan analisis debit banjir menggunakan Hidrograf Satuan Sintesis (HSS) Nakayasu di Sungai Krueng Tripa guna memberika gambaran besarnya debit banjir rencan menggunakan periode ulang 2, 5, 10, 25, 50 dan 100. Kajian ini diharapkan bisa menjadi bahan pertimbangan bagi pihak lain dalam penyelesaian masalah tersebut dimasa mendatang. Data curah hujan diperoleh dari BMKG Nagan Raya dengan hasil analisis hujan rencana untuk perode ulang 2, 5, 10, 25, 50 dan 100 tahun adalah 3543,434 mm; 4870,081 mm; 5618,920 mm; 6558,960 mm; 7714,292 mm dan 8458,272 mm. Untuk debit puncak (Qp) adalah 30,868 m3/dtk dengan waktu yang diperlukan untuk mencapai (Tp) adalah 17,15 jam.
Sungai Krueng Tripa merupakan salah satu sungai yang melewati 2 lintasan Kab yakni Kab Gayo Lues di hulu sungai dan Kab Nagan Raya di hilir sungai. Luas DAS Krueng Tripa dengan bagian hilir di Desa Ujong Krueng sebesar 2.953,458 km2. Banjir sering terjadi di Desa Ujong Krueng akibat luapan dari Sungai Krueng Tripa dengan ketinggian mencapai 30-150 cm dengan periodik 4-6 kali dalam setahun. Tujuan studi ini yakni guna menganalisis besarnya debit banjir pada Sungai Krueng Tripa yang dilakukan dengan menghimpun data curah hujan serta peta topografi. Berlandaskan analisis hujan rencana periode ulang 2, 5, 10, 25, 50,dan 100 tahun menggunakan HSS Snyder yakni 3265,437 m3/dtk; 4438,160 m3/dtk; 5239,825 m3/dtk; 6280,393 m3/dtk; 7074,094 m3/dtk; 7887,613 m3/dtk. Sedangkan analisa debit banjir rencana memakai HSS Nakayasu periode ulang 2, 5, 10, 25, 50, dan 100 tahun adalah 3543,434 m3/dtk; 4870,081 m3/dtk; 5618,920 m3/dtk; 6558,960 m3/dtk; 7714,292 m3/dtk; 8458,272 m3/dtk. Pada penelitian ini HSS Nakayasu memperoleh debit banjir lebih besar dibandingkan dengan HSS Snyder.
Karyawan merupakan aset perusahaan berwujud sumber daya manusia yang memiliki peran penting kehadirannya dalam sistem operasional . Dalam pelaksanaan proyek kontruksi diperlukan penerapan keselamatan dan kesehatan kerja yang berguna untuk melindungi dan menjamin keselamatan dan kesehatan pekerja dilokasi pekerjaan. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan agar diterapkannya K3 pada proyek pembangunan peningkatan jalan Nasreuhe – Lewak – Sibigo, namun pada proyek tersebut masih kurang nya penerapan K3 yang kurang maksimal. Penelitian yang dilakukan ini menggunakan metode deskriptif melalui pendekatan kualitatif dengan sumber data yang dipakai pada penelitian ini yakni penelitian lapangan, melakukan wawancara, observasi dan pengambilan dokumentasi secara langsung terhadap objek yang dimaksud yaitu karyawan pekerja di proyek pembangunan peningkatan jalan Nasreuhe – Lewak – Sibigo Kabupaten Simeulue yang tentunya memiliki peranan penting. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan sistem K3 pada proyek pembangunan peningkatan jalan Nasreuhe – Lewak – Sibigo belum diterapkan dengan baik. Hal ini terjadi karena kurangnya kesadaran diri dari para tenaga kerja di proyek tersebut. Seiring dengan pesatnya perkembangan pembangunan kontruksi di indonesia,maka perlu adanya penerapan aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang penting bagi perusahaan dikarenakan hal tersebut ialah salah satu faktor pencegah terjadinya resiko kecelakaan.
Kabupaten Aceh Barat mengalami perkembangan yang pesat, sehingga aktivitas transportasi semakin ramai. Untuk itu diperlukan sarana penunjang yang mendukung kegiatan masyarakat dalam beraktifitas melalui jalan yang memadai serta memiliki kondisi baik dan nyaman dilalui. Pada pekerjaan jalan areal tugu parasamya meliputi pekerjaan persiapan, pekerjaan lapis pondasi atas (LPA) kelas A dengan ketebalan 15 cm, dan pekerjaan perkerasan aspal lapis antara (AC –BC) dengan ketebalan 6 cm. Dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi jalan, tahapan yang dilalui berupa tahapan perencanaan, tahapan pelaksanaan serta tahapan pengendalian. Penelitian ini menggunakan metode observasi serta wawancara di lapangan bersama pihak-pihak yang terlibat dan juga mengumpulkan referensi berupa data pendukung. Dari hasil penelitian didapat panjang pekerjan sepanjang 134 m (STA 0+00 sampai dengan STA 0+134) dengan rincian biaya berupa pekerjaan persiapan dan peralatan sebesar Rp. 26.660.000,- biaya pekerjaan galian sebesar Rp 47.670.404,- biaya lapis pondasi atas sebesar Rp 111.703.749,- biaya lapis perkerasan sebesar Rp 253.795.919,-. Jadi total anggaran biaya tersebut adalah sebesar Rp 439.795.919 dengan PPN 10 % sehingga total keseluruhan anggaran sebesar Rp 483.775.000 dengan waktu pelaksanaan selama 150 hari kalender . Berdasarkan penelitian, waktu pelaksanaan sama dengan waktu realisasi dilapangan, dikarena kontraktor dapat mengelola waktu dengan baik dalam melaksanakan proyek tersebut.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efektifitas penggunaan admixture dalam air payau tanpa pemadatan. Variasi penambahan jumlah admixture 8% dan 12% dari berat semen dan perbandingan dengan tidak menggunakan admixture serta perbandingan tanpa menggunakan admixture tidak menggunakan admixture. Ukuran benda uji dalam penelitian ini adalah (15 x 15 x 60) cm, faktor air semen (FAS) 0,35 dan 0,40. Jumlah sampel untuk umur pengujian 7 hari 12 sampel dan umur pengujian 28 hari 12 sampel. Dalam penelitian ini menggunakan Sikacrete-w produk dari PT.Sika Indonesia. Pengujian sampel dilakukan di Laboratorium Bahan dan Konstruksi Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala. Dari hasil penelitian, penggunaan admixture 12% sangat berpengaruh terhadap kekuatan lentur beton baik umur 7 hari maupun 28 hari dalam air payau tanpa pemadatan. Hasil pengujian umur 7 hari dengan FAS 0,35 nilai kuat lentur beton rata-rata 27,73 kg/cm2 dan umur pengujian 28 hari nilai kuat lentur balok beton rata-rata sebesar 35.38 kg/cm 2 . pengujian dengan FAS 0,40 umur 7 hari nilai kuat lentur beton rata-rata sebesar 23.20 kg/cm 2 dan umur pengujian 28 hari nilai kuat lentur beton rata-rata 29.87 kg/cm 2 .
research on fiber concrete is currently growing very rapidly. The alternative fibers used in the concrete mix-ture is to use natural fibers. In this study, researchers used bamboo fiber as a substitute for artificial fiber, where Bamboo has a good tensile strength. The aim of this study to increase beam strength in sustaining ex-ternal loads by added bamboo fibers. The content of fiber additional to the concrete mixture was 1.5% of the cement weight. The mix design of concrete using ratio of cement water 0.25. The plasticizer and filler added in the mixture with the content of 2% and 15% cement weight, respectively. Two reinforced concrete beam specimens and 24 concrete cylinder specimens used in the study. Tests carried out of 28 days, and 56 days for cylindrical concrete, while bending test conducted of CBR1 and CBR2 at 28 test life only. In study show that addition 1.5% bamboo fiber to reinforced concrete beams increased the flexural capacity and ductility of the beams
Palm shell is a waste from palm oil production which is shaped like a shell with a hard layer character that aims to protect the palm kernels. The addition of palm shells to concrete is an innovation and breakthrough in the more productive use of palm oil waste. In this study, the percentage of addition of palm shells was used, among others, 0%, 7% and 14% by weight of cement with variations in the cement water factor (FAS) of 0.35, 0.45 and 0.50. The test object used was a cube (15 x 15 x 15) cm with a total of 9 test objects for each FAS with a test time of 28 days. The results of the concrete compressive strength test obtained data for FAS 0.35, the average compressive strength for BTCS was 348.15 kg/cm2, BDCSA (7%) was 363.07 kg/cm2 and BDCSB (14%) was 302.90 kg/cm2. FAS 0. 45 the average compressive strength for BTCS was 292.59 kg/cm2, BDCSA (7%) was 303.20 kg/cm2 and BDCSB (14%) was 249.27 kg/cm2. FAS 0.50 average compressive strength for BTCS was 273.09 kg/cm2, BDCSA (7%) was 271.53 kg/cm2 and BDCSB (14%) was 219.47 kg/cm2. The test results show that the average concrete compressive strength is influenced by the cement water factor (FAS) and the percentage of addition of palm shells in the concrete mix.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
hi@scite.ai
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.