Pentingnya partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan e-government di Indonesia, maka diperlukan kajian tentang e-partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan e-government di Indonesia tahun 2003-2020. Tujuan dari tulisan ini adalah untuk menggambarkan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan e-government di Indonesia tahun 2003-2020. Metode yang digunakan adalah kualitatif dengan analisis isi. Temuan penelitian adalah bahwa pelaksanaan e-partisipasi belum tentu dapat memperlihatkan keterlibatan masyarakat secara utuh dalam pelaksanaan e-government. Pelaksanaan e-participation dapat memperlihatkan partisipasi masyarakat secara utuh apabila diikuti oleh usaha pemerintah dalam menyediakan infrastruktur telekomunikasi yang baik, sesuai dengan data yang peneliti dapat dalam EDGI yang menyatakan bahwa dari tahun 2003 hingga 2020, TII selalu memiliki poin terendah di antara kedua komponen EDGI yang lain, yaitu HCI dan OSI. Campur tangan kekuasaan dalam pemerintah dalam governance dan e-government itu ada, tetapi yang lebih dominan adalah keinginan untuk menjadikan tata kelola yang baik sehingga pelayanan kepada masyarakat dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien.
Demokrasi patut dipuji, tetapi pemerintahan hukum bagaikan roti kita sehari-hari, seperti air untuk minum dan udara untuk bernafas, dan hal terbaik tentang demokrasi adalah bahwa hanya dia yang sanggup mengamankan pemerintahan hukum untuk kita. (Gustav Radbruch, 1946) ABSTRAK Ilmu Pemerintahan (IP) adalah khas Indonesia, yang tidak dikenal di belahan dunia lain. Tetapi IP selalu memperoleh stimulus eksternal: kolonialisme, developmentalisme dan neoliberalisme. Para pendiri membuat IP untuk alasan aksiologis-praktis, tanpa disertai dengan ontologi dan epistemologi yang memadai. Secara ontologis, konsep pemerintah merupakan tradisi Anglo Saxon, tetapi pemerintahan diambil dari tradisi hukum Eropa Kontinental dan bestuurskunde warisan kolonial, yang di negeri asal disebut administrasi. IP sukses mencetak banyak birokrat, tetapi ia tidak membawa roh "pemerintahan rakyat" dan tidak sanggup mencerahkan praktik pemerintahan Indonesia, melainkan hanya ikut menjaga law and order yang diwarisi dari beamtenstaat kolonial. Developmentalisme dan administrasi negara datang mewarnai Orde Baru, sekaligus juga membentuk sosok IP. Dekade 1990-an Ilmu Politik datang melakukan 'subversi' terhadap IP, yang sanggup melucuti warna hukum, tetapi tidak merekonstruksi IP. Di era reformasi, studi politik semakin jauh dari pemerintahan, dan IP mengikuti tradisi neoliberalisme, dengan memahami pemerintahan sebagai manajemen publik dan governance. Hari ini, IP anti pada politik, lupa pada hukum, dan enggan pada administrasi. Ia mengalami krisis identitas, yang tidak sanggup membedakan antara Administrasi Publik dan IP. Krisis epistemologi juga terjadi, yakni klaim IP sebagai disiplin ilmu tidak disertai dengan penggunaan pemerintahan sebagai subjek dan perspektif untuk memahami dan menjelaskan fenomena sosial.
The problem of managing Village Funds is conditional on the interests of the elite fighting over it. But behind the contestation between the elites, the Village is able to form a democratic government. This study examines the construction of the phenomenon of village democratization through Village Fund Management in Golo Lebo Village, East Manggarai Regency. The research method uses a constructivism approach to interpret, give construction and meaning to the phenomenon as a whole. Primary data was collected using observation, interview, discussion and documentation techniques. Secondary data obtained through books, journals, documents, online media and photos. The results of the study show: First, the Village Fund establishes an accountable Village Head. Before the Village Fund, the leadership of the Village Head had the character of a ruler, regressive and conservative. In the era of Village Funds, the Village Head is able to become a father for the people, legitimacy is rooted in the people and is progressive. Second, the Village Fund obliges all elements of the Village to work together to realize the interests of the Village. Cooperation between Village parties is carried out through various formal and informal forums. These forums become an arena for village parties to negotiate. Third, the Village Fund forms the representation function of the Village Consultative Body. The Village Consultative Body is able to become a bridge between the community and the village government, as well as being a partner of the village government.
Government Science has not become a scientific discipline and has not become a perspective in reading phenomena in society with government theories. Where the basic function of government science is to enlighten the government, it must criticize the government, not to insult and deny it, but instead have the aim to glorify, prioritize and strengthen the government. To return the science of government to the ultimate goal of a sovereign people, it is necessary to critically review it from the perspective of decolonization, reconstitution and repolitization.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.