In the context of Aceh, the word “Ulama" refers to an Islamic scholar who own boarding school (In Aceh language known as Dayah) or a leader of an Islamic boarding school (known as Teungku Dayah). Ulama become "the backbone" of any social problem and play strategic and influential roles in Acehnese society. However, The Ulama roles have changed in the post-conflict era in Aceh. The assumption that Ulama are unable running their authorities in Acehnese society especially in the post-conflict era. Ideally, their roles are needed in the reconciliation regarding the agents of reconciliation who have authority like the Ulama and are trustworthy by Acehnese society. Therefore, this article aims to discuss the position of Ulama in the process of post-conflict reconciliation in Aceh. To investigate the problem, a descriptive qualitative method was used, where the method is to describe the nature of a temporary situation that occurs when the research is carried out in detail, and then the causes of the symptoms were examined. The data were literature studies, participatory observation, and in-depth interviews. The results of this research showed that during an important period of Aceh's history, the Ulama constantly become guardians that provide a religious ethical foundation for each socio-political change in Aceh, and subsequently they also act as the successor to the religious style that developed in the society. Even the formation and development of the socio-political and cultural system occurred partly on the contribution of the Ulama. The position of Ulama in the process of post-conflict reconciliation in Aceh can be found in four ways. Firstly, knowledge transmission. Secondly, as a legal decision-maker which refers to Sharia law, especially related to the reconciliation process. Thirdly, as a mediator. Fourthly, cultural roles in the form of ritual or ceremonial guides that are carried out when the parties of the conflict have met an agreement to reconcile.
Kegiatan konsumsi mendorong seseorang untuk mereproduksi kehidupannya. Kondisi ini berimplikasi pada menjamurnya restoran, café-café, foodcourt, warung kopi, dan berbagai gerai makanan lainnya. Kajian ini diharapkan mampu mengembangkan wawasan terkait dengan perkembangan gaya hidup remaja Kota Banda Aceh yang mendapatkan kepuasan dan kesenangan yang muncul dari aktivitas eating out. Subjek penelitian adalah kaum remaja yang berusia 17 sampai dengan 30 tahun. Secara garis besar, penelitian ini menunjukkan bahwa eating out telah mewujud dalam kehidupan remaja Kota Banda Aceh dan menjadi kegiatan yang sudah biasa dilakukan sehingga menjadi gaya hidup (life style). Ia berhubungan dengan persoalan selera, habitus seseorang, lingkungan,dan interaksi sosial. Eating out juga dapat menjadi arena bertemunya bentuk-bentuk modal, habitus dan praktek sosial remaja.
Sociology as a science has a variety of paradigms born of social scientists. Some of these are the sociology paradigm according to George Ritzer (which consists of a social facts paradigm, a social definition paradigm, a social behavior paradigm), and a sociology paradigm according to Margaret M. Poloma (consisting of a naturalistic / positivistic paradigm, a humanistic / interpretative paradigm, and a paradigm evaluative). This article aims to integrate between the sociology paradigm according to Ritzer and the sociology paradigm according to Poloma through comparative analysis that refers to paradigm elements consisting of ontological, epistemological, methodological, and axiological dimensions Sosiologi sebagai sebuah ilmu memiliki beragam paradigma yang lahir dari para ilmuwan sosial. Beberapa diantaranya adalah tipologi paradigma sosiologi menurut George Ritzer (yang terdiri dari paradigma fakta sosial, paradigma definisi sosial, paradigma perilaku sosial), dan paradigma sosiologi menurut Margaret M. Poloma, (yang terdiri dari paradigma naturalistis/ positivistik, paradigma humanistis/ interpretatif, dan paradigma evaluatif). Artikel ini bertujuan untuk mengintegrasikan paradigma sosiologi Ritzer dan paradigma sosiologi Poloma melalui analisis komparatif yang mengacu pada elemen-elemen paradigma yang terdiri dari dimensi ontologis, epistemologis, metodologis, dan aksiologis.
Artikel ini bertujuan untuk mengkaji: 1) kebutuhan informasi mahasiswa difabel netra UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta; 2) karakteristik sumber informasi mahasiswa difabel netra UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta; 3) perilaku pencarian informasi mahasiswa difabel netra UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta; dan 4) hambatan-hambatan yang dihadapi oleh mahasiswa difabel netra UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dalam memperoleh informasi selama Pandemi Covid-19. Artikel ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif dengan pendekatan interpretatif. Penentuan informan dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive, yakni mahasiswa difabel netra UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang memiliki Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) tertinggi, sebanyak 3 orang mahasiswa. Ketiga mahasiswa difabel netra tersebut tergolong dalam kategori kehilangan penglihatan dengan derajat lemah atau rendah (low vision). Artikel ini menyimpulkan bahwa terdapat tiga jenis kebutuhan informasi mahasiswa difabel netra UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang terdiri dari: 1) jenis everyday need approach; 2) jenis current need approach; 3) jenis catching-up need approach. Selain itu terdapat 2 karakteristik sumber perolehan informasi mahasiswa difabel netra berdasarkan. Pertama, sumber informasi mandiri, dan kedua, sumber informasi bantuan, yakni sumber informasi yang didapatkan oleh mahasiswa difabel netra dengan cara meminta bantuan relawan atau mengakses layanan bantuan pendampingan dari relawan PLD UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Adapun perilaku pencarian informasi mahasiswa difabel netra yang dianalisis dengan menggunakan 8 tahapan model Ellis yang terdiri dari: 1) starting: 2) chaining; 3) browsing; 4) differentiating; 5) monitoring; 6) extracting; 7) verifying; dan 8) ending. Penulis juga berhasil menyimpulkan bahwa 1 dari 3 orang mahasiswa difabel netra UIN sunan Kalijaga Yogyakarta menggunakan seluruh tahapan dalam proses pencarian informasi dengan menggunakan model tersebut. Artikel ini juga mengidentifikasi 7 (tujuh) bentuk hambatan pencarian informasi yang dialami oleh mahasiswa difabel netra pada masa pandemi Covid-19.
AbstrakSiyāsah Syar'iyyah merupakan sistem politik yang mengelola urusan pemerintahan dan rakyat Islam dalam setiap aspek.Kaedah pengelolaan tersebut berdasarkan dalil-dalil syari'ah yang terdiri dari alQur'an dan SunnahNabi yang ditafsirkan oleh para ulama. Jika kaedah pengelolaan tersebut tidak disebut dalam dalil al-Qur'an dan Sunnah Nabi, maka ia diambil dari pendapat imam mujtahid dengan syarat tidak bertentangan dengan ketetapan-ketetapan umum dan kaedah-kaedah yang ditetapkan oleh syari'at Islam. Tujuan utama dari pelaksanaan Siyāsah Syar'iyyah adalah memastikan kepentingan umum masyarakat agar terciptanya kemaslahatan dan terhindarnya masyarakat dari kemudharatan.Tulisan ini mengkajipraktek Siyāsah Syar'iyyah di Provinsi Aceh yang dibahas melalui dua kebijakanyakni:(1)penerapan syari'at Islam; dan (2) institusionalisasi Wilāyat al-Ĥisbah (WĤ). Syar'iyyah, Syari'at Islam, Wilāyat alĤisbah (WĤ). Kata kunci:Siyāsah
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
hi@scite.ai
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.