Abstrak -Mewujudkan masyarakat berliterasi sains adalah salah satu tujuan utama pendidikan sains, termasuk kimia. Pemahaman hakikat sains merupakan salah satu ciri yang diinginkan pada seseorang yang berliterasi sains. Pemahaman hakikat sains siswa sangat bergantung pada pemahaman hakikat sains guru. Guru harus memiliki pemahaman hakikat sains yang baik sekaligus cara membelajarkannya kepada siswa. Hakikat sains dapat dibelajarkan melalui pembelajaran berbasis inkuiri ilmiah. Calon guru kimia juga harus memiliki pemahaman hakikat sains dan inkuiri ilmiah yang baik agar mampu menjadi guru kimia yang dapat membelajarkan hakikat sains melalui pembelajaran berbasis inkuiri ilmiah, yang pada akhirnya dapat meningkatkan literasi sains siswa. Kata kunci: hakikat sains, inkuiri ilmiah, calon guru kimiaAbstract -Educating people to be a scientifically literate is one of the main goals of science education, including chemistry. Understanding of the nature of science (NOS) is one of the desirable characteristics of a scientifically literate person. Student's understanding of the NOS depends strongly upon the teacher's understanding of the NOS. Teachers must possess adequate understanding of the NOS as well as how they can be taught to students. The NOS can be learned through scientific inquiry-based learning. Preservice chemistry teachers' also must possess adequate understanding of the NOS and scientific inquiry in order to become a chemistry teacher that can teach the NOS through scientific inquiry-based learning, which in turn can improve student's science literacy. PENDAHULUANSeiring kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dan berbagai dampak serta masalah yang ditimbulkannya, semakin diperlukan hadirnya masyarakat yang memiliki literasi sains. Literasi sains semakin diperlukan ditengah-tengah kehidupan masyarakat modern saat ini, oleh karena itu mewujudkan masyarakat yang memiliki literasi sains menjadi salah satu tujuan utama pendidikan sains (Norris & Philips, 2003). Pengembangan pemahaman hakikat sains adalah salah satu tujuan pembelajaran sains yang diyakini dapat mengembangkan kemampuan literasi sains siswa (Liang, dkk., 2009). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemahaman hakikat sains diperlukan siswa dalam membuat keputusan yang tepat dan bertindak secara bertanggung jawab sebagai bagian
Kemampuan berargumentasi merupakan salah satu aspek dalam kemampuan berliterasi sains. Rendahnya skor pada survei PISA siswa Indonesia menunjukkan rendahnya kemampuan mereka dalam berargumen. Untuk mengatasi masalah tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan keterampilan berargumentasi dan kualitas argumentasi siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran Process Oriented-Guided Inquiry Learning (POGIL) berkonteks isu-isu sosiosaintifik, POGIL, dan konvensional pada materi asam basa. Rancangan penelitian adalah eksperimen semu posstest only design. Sampel terdiri dari tiga kelas di salah satu SMAN di Kota Malang. Data diperoleh dari hasil tes keterampilan berargumentasi tertulis siswa. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan secara statistik terhadap keterampilan berargumentasi siswa di ketiga kelas penelitian (p=0.000). Kualitas argumentasi dianalisis menggunakan kerangka analitik Osborne. Pencapaian level argumentasi siswa kelas POGIL berkonteks isu-isu sosiosaintifik lebih tinggi daripada kelas POGIL dan konvensional. The effect of process oriented-guided inquiry learning with socioscientific issue contexts on high school students’ argument skills AbstractThe argumentation ability is one of aspect of scientific literacy. The low scores on PISA survey of Indonesian students showed their low ability in argumentation. To address this problem, this study aims to investigate the difference of students’argumentation skills who were taught using POGIL with socioscientific issues context, POGIL, and conventional learning. Research design was quasi-experimental postest only design. The sample consisted of three classes of a public senior high school in Malang. The data were obtained from students’ written argumentation. The result of this study showed significantly different statistic on students’argumetation skills in three classes (p=0,000). The quality of students’argumetation were classified using analytical framework by Osborne. Achievement of the argument level of POGIL class students contexted sociosaintific issues higher than POGIL class and conventional class.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh pembelajaran POGIL berkonteks SSI terhadap kualitas argumentasi siswa kelas X. Rancangan penelitian adalah mixed-methods. Data kuantitatif berupa tingkat kualitas argumentasi siswa yang diperoleh melalui instrumen tes keterampilan berargumentasi. Data kualitatif berupa hasil wawancara siswa tentang sikap siswa terhadap SSI dan argumentasi siswa pada proses pembelajaran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan keterampilan berargumentasi antara siswa yang dibelajarkan dengan POGIL berkonteks SSI dengan siswa yang dibelajarkan dengan POGIL dan konvensional. Pembelajaran POGIL berkonteks SSI lebih efektif dalam membelajarkan keterampilan berargumentasi siswa dibandingkan dua kelas lainnya berdasarkan nilai rata-rata kualitas argumentasi. The effect of POGIL with socioscientific issues context for high school argumentation skills quality in chemical bonding AbstractThe aim of the study was to examine the influence of POGIL with SSI context on the quality of high school students argumentation. The research design was mixed-methods. Quantitative data in the form of level of students’ argumentation quality collected by instrument of argument skills. Qualitative was the students’ transcript of interview about their attitude toward SSI and their argumentation in process of learning.The results showed that there was a difference in the skills of argumentation between the students who taught with the POGIL with SSI context and the students taught by POGIL and conventional instruction. POGILS with SSI context was more effective in teaching students’ argumentation skills compared to the other classes based on the average score of student argumentation.
This study was aimed at investigating the application of inquiry learning in the context of socioscientific issues (SSI) influences students' skills in critical thinking and scientific explanation on the topic of reaction rates. This study was quantitative research used post test only control group design. A total of 90 students who were enrolled in the 3 classes from one public senior high school in Malang regency were selected as the research sample by convenience. The data of critical thinking ability were collected through critical thinking test. The data of scientific explanation were collected through scientific explanation test. The results of critical thinking test were categorized by Ennis’s critical thinking, while the results of scientific explanation test were categorized by SOLO taxonomy. The data were analysed quantitatively by statistical parametric. The result of One-Way ANOVA showed that there were significant differences in students' critical thinking skills and scientific explanation ability who were taught by inquiry with SSI learning, inquiry, and verification model. Students who were taught by inquiry with SSI learning had a higher average of critical thinking and scientific explanation skills than the students who were taught by inquiry and verification learning. PENGARUH PEMBELAJARAN INKUIRI BERKONTEKS SOCIOSCIENTIFIC-ISSUES TERHADAP KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS DAN SCIENTIFIC EXPLANATIONPenelitian ini bertujuan untuk menginvestigasi pengaruh penerapan pembelajaran inkuiri berkonteks socioscientific issues (SSI) terhadap keterampilan siswa dalam berpikir kritis dan scientific explanation pada topik laju reaksi. Penelitian kuantitatif dilakukan dengan posttest only control group design. Sampel penelitian berjumlah 90 siswa yang terbagi ke dalam 3 kelas dari satu SMA Negeri di Kota Malang yang dipilih menggunakan teknik convenience sampling. Data keterampilan berpikir kritis diperoleh dari tes keterampilan berpikir kritis. Data penjelasan ilmiah dikumpulkan dengan tes scientific explanation. Data kemampuan berpikir kritis dikategorikan menurut kategori berpikir kritis Ennis. Adapun data kemampuan scientific explanation siswa dikategorikan menurut taksonomi SOLO. One-Way ANOVA digunakan untuk menganalisis pengaruh perlakuan Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan keterampilan berpikir kritis dan scientific explanation pada siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran inkuiri berkonteks SSI, inkuiri, dan verifikasi. Siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran inkuiri berkonteks SSI memiliki nilai rata-rata keterampilan berpikir kritis lebih tinggi dan lebih mampu membangun explanation hingga level tertinggi yaitu level extended abstract, dibandingkan dengan siswa yang dibelajarkan menggunakan pembelajaran inkuiri dan verifikasi.
<p><strong>Abstract:</strong> The majority of problems occur in the learning science process are understanding the science concepts and using them to resolve problems; which making Indonesian students belong to low performers group. Some research proved that argumentation can help students to solve these kinds of problems. Therefore, this research conducted to measure the effectiveness of Argument-Driven Inquiry to enhance students’ scientific argument skills. Results showed that the average arguments’ score and the arguments’ quality of the students within the Argument-Driven Inquiry class are the highest among all classes.</p><strong>Abstrak:</strong><em> </em>Permasalahan utama yang terjadi pada siswa dalam mempelajari sains adalah kesulitan memahami konsep-konsep sains dan rendahnya kemampuan siswa dalam menghubungkan pengetahuan yang dimilikinya untuk menyelesaikan masalah yang menjadikan siswa Indonesia termasuk dalam kategori <em>low performers</em>. Beberapa penelitian membuktikan bahwa argumentasi dapat membantu siswa untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Oleh karena itu, dilakukan penelitian untuk mengukur efektivitas model pembelajaran <em>Argument-Driven Inquiry</em> terhadap keterampilan berargumentasi ilmiah siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata skor argumentasi siswa pada kelas <em>Argument-Driven Inquiry</em> adalah yang tertinggi dari semua kelas.
For humans, recognizing sounds is an easy thing, by listening carefully and understandingly to what is spoken and humans have intelligence in recognizing sound patterns. Unlike computers, the speech recognition process is a difficult process, this is because the computer requires a standard and logical mechanism to recognize sound patterns. With Mel Frequency Cepstral Coefficient (MFCC) method has an important role in determining the characteristics of a sound. This method is often used for verification of voice, speech recognition, emotion detection of voice. To perform the classification in this study using Naïve Bayes method. The Naive Bayes method is a classification method. In which the classification process in the naïve Bayes method is based on the probability of the data as evidence in probability. The model used in the Naive Bayes method is the independent attribute model. The accuracy rate in this research was 87%. It is based on the amount of data testing 100 samples, the true classified as 87 samples of data while false classified as 13 sample data. Keywords: Voice Recognition; Naïve Bayes; Mel-Frequency Cepstral Coefficient. __________________________ Abstrak Bagi manusia mengenali suara merupakan hal yang mudah, dengan cara mendengarkan dengan seksama dan manusia mempunyai kecerdasan dalam mengenali pola suara. Berbeda dengan komputer, proses pengenalan suara merupakan proses yang sulit, hal ini dikarenakan komputer memerlukan suatu mekanisme yang standar dan logis dalam mengenali pola suara. Dengan metode Mel Frequency Cepstral Coefficient (MFCC) memiliki peran penting dalam menentukan karakteristik dari sebuah suara. Metode ini sering digunakan untuk verifikasi suara, pengenalan suara, deteksi emosi dari suara. Untuk melakukan klasifikasi pada penelitian ini menggunakan metode Naïve Bayes. Metode Naive Bayes merupakan salah satu metode klasifikasi, yang mana proses klasifikasi pada metode naïve bayes berdasarkan dari probabilitas dari data sebagai bukti dalam probalitas. Model yang digunakan pada metode Naive Bayes adalah model atribut independent. Dalam penelitian ini, data suara yang digunakan pada penelitian ini berupa data suara yang direkam mengunkan perekam suara dengan durasi rekaman suara maksimal 30 detik. Tingkat keberhasilan dalam penelitian ini sebesar 87%. Hal ini berdasarkan dari jumlah data pengujian 100 sampel, yang benar diklasifikasi sebanyak 87 sampel data sedangkan yang salah diklasifikasi sebanyak 13 data sampel suara. Kata Kunci: Pengenalan Suara; Naïve Bayes; Mel-Frequency Cepstral Coefficien. __________________________
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
hi@scite.ai
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.