Poli k hukum nasional telah menetapkan Indonesia sebagai negara yang berlandaskan hukum (rechtsstaat), sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945. Konsep Negara hukum tersebut mengacu kepada jiwa bangsa (volkgeist) yang termuat dalam Pancasila dan Proklamasi Kemerdekaan sebagai sumber dari segala sumber hukum dan penyangga kons tusionalisme. Sistem hukum pidana sebagai bentuk perwujudan poli k hukum pidana sudah seharusnya dibentuk dengan penjiwaan UUD 1945 sebagai landasan yuridis. Konsekuensinya, sistem hukum pidana harus dijabarkan secara konkret pada se ap peraturan perundang-undangan. Namun demikian, penjiwaan Pancasila dan Proklamasi Kemerdekaan dalam sistem hukum pidana hingga saat ini belum terwujud dengan baik, misalnya adanya adopsi unsur-unsur asing. Untuk mewujudkan hal tersebut, maka pembentukan poli k hukum pidana dan rancangan sistem hukum pidana nasional hendaknya membatasi keberlakuan unsur asing berdasarkan konsep harmonisasi dan sinkronisasi dengan volkgeist Indonesia yang termuat dalam Pancasila dan Proklamasi Kemerdekaan.
<p>Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji proses pertukaran pesan dan tanda dalam suatu komunikasi antara tersangka/terdakwa atau penasihat hukumnya dengan Penyidik dan Penuntut Umum, pada dasarnya, bukanlah merupakan proses kontaminasi biner. Dimana, Penyidik dan Penuntut Umum sebagai pemegang kekuasaan merupakan oposisi biner “<em>the central</em>” melakukan produksi pengetahuan berbasis kepada kepentingannya. Pada akhirnya, proses permintaan turunan BAP dan Berkas Perkara tersebut, lebih dinuansai oleh logika monolog dimana ketidakmampuan tersangka/terdakwa atau penasihat hukumnya untuk membantah atau menyanggah pengetahuan yang menyimpangi teks Pasal 72 KUHAP <em>jo </em>Pasal 143 ayat (4) KUHAP, yang patut diduga pula sebagai upaya langgengkan kepentingan dari pemiliki otoritas dengan tidak menyiapkan upaya hukum atas penolakan tersebut. Padahal, rangkaian teks Pasal 72 <em>jo </em> Pasal 143 ayat (4) KUHAP seharusnya dimaknai sebagaimana landasan filosofis dalam Konsideran Menimbang huruf a KUHAP sebagai suatu bentuk perlindungan atas hak yang asasi dari tersangka/terdakwa guna melakukan dan mempersiapkan pembelaan bagi dirinya dalam proses persidangan. Pembentukan logika monolog tersebut bertitik tolak dari suatu perumusan masalah yaitu Bagaimana pembentukan logika monolog dalam praktik peradilan pidana dalam kaitannya penerapan Pasal 72 KUHAP <em>jo</em> Pasal 143 ayat (4) KUHAP? Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif. Adapun hasil dari penelitian ini adalah adanya suatu bentuk ujaran/tindak tuturan dalam suatu proses komunikasi sebagai semiotika konotatif terhadap norma hukum Pasal 72 KUHAP <em>jo</em> Pasal 143 ayat (4) KUHAP, yang menghindari kewajiban normatif dari Penyidik dan Penuntut Umum terhadap tersangka/terdakwa.</p>
Language is a 'big house' for every science, there is no single science that does not use language as an intermediary instrument including Law. Language in the field of law is used no more than a way to formulate laws and track fallacies. On the other hand, the language in the form of speech as a form of communication has never been seriously studied in the Law. This study focuses on language models of speech in verbal communication conducted by Investigators/Prosecutors with the public. The method used in this study is normative juridical based on secondary data in the form of primary legal materials, secondary legal materials, and tertiary legal materials obtained based on library research. Based on the normative juridical research method, we use several approaches, namely philosophical approaches, conceptual approaches, language approaches, participatory approaches, and case approaches. Based on this, spoken language in verbal communication has a psychological impact on ordinary people who intersect with the law in the context of practice. This study propose several changes in Indonesian criminal procedural law.
The main objective of the existence of the Criminal Procedure Code is to provide guidance to the attitude of law enforcers in carrying out their duties and functions based on authority. However, in the trial process in the pre-adjudication domain, often the National Police Investigators and Public Prosecutors have an attitude that creates losses for someone who has the status of a suspect or defendant in defending his / her rights. The purpose of this research is to reveal the mode of behavior of the National Police Investigator and Public Prosecutor which harm the suspect or defendant in the pre-adjudication stage. This study uses a semiotic approach and critical discourse analysis to complement the legal research methods. The results of this study intend to show the existence of an instrumental communication model based on the trichotomy of the relation to prevent the suspect or suspect from being able to defend.
Proses pemeriksaan dalam penyidikan terhadap Tersangka dan Saksi selalu berbentuk Berita Acara Pemeriksaan (BAP) sebagai produk hukum yang sah. Berdasarkan Pasal 117 ayat (2) KUHAP, Penyidik memiliki kewajiban untuk menuangkan keterangan yang diperoleh melalui tindak tuturan tanpa adanya upaya reifikasi terhadap Tersangka atau Saksi. Guna menjaga kondisi komunikasi intersubjektif tersebut, KUHAP memberikan hak bagi Tersangka untuk mendapatkan bantuan hukum semenjak proses penyidikan. Namun demikian, berdasarkan Pasal 115 ayat (1) KUHAP, fungsi pendampingan tersebut bersifat pasif. Oleh karena itu, Peneliti mengajukan rumusan masalah “Bagaimanakah seharusnya model pendampingan oleh Advokat sebagai Kuasa Hukum dalam mendampingi Kliennya pada proses penyidikan?” Pada penelitian ini, Peneliti menggunakan Metode Yuridis Normatif yang berbasis kepada data sekunder. Adapun untuk melengkapi metode penelitian tersebut, Peneliti pula menggunakan beberapa pendekatan penelitian antara lain pendekatan filsafat, pendekatan konseptual, dan pendekatan linguistik. Adapun hasil dari penelitian ini adalah menempatkan posisi Advokat secara setara dengan Penyidik melalui penghapusan frasa dalam Pasal 115 ayat (1) KUHAP guna mewujudkan perlindungan Hak Asasi Manusia dari terperiksa.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
hi@scite.ai
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.