Indonesia's tobacco control law enforcement remains weak and has not regulated the total ban on tobacco advertisement, promotion, and sponsorship bans (TAPS). Meanwhile, mediated anti-smoking messages have been significantly found to reduce smoking prevalence in many countries, helping people to stop smoking and preventing new smokers. Unfortunately, the anti-smoking Public Service Advertisements (PSAs) in Indonesia is unable to compete with the extensive and creative cigarette advertising or pro-smoking messages in many media platforms. Messages encouraging people to stop smoking and delivering the hazardous effects of smoking remain spotty in terms of numbers and visibility, leaving people with limited information about the adverse effects of smoking. There has been little research literature looking at how people perceived the effectiveness of anti-smoking messages. This study aims to identify and assess the anti-smoking PSAs by #suaratanparokok. A content analysis is carried out to examine the perceived effectiveness of the #suaratanparokok PSAs on YouTube. The involvement of YouTube influencers and optimizing social media platforms are important in delivering the PSAs. This study provides insights and recommendations to warn people about the danger of smoking through effective anti-smoking messages.
This article probes whether the implementation of the caning sentence in Aceh may reach its objective of deterrent effect given the way the execution conducted. From the field observation, the flogging was not much different from entertainment. The mass gathered in one place to watch the execution; they include children, street vendors, researchers, and journalists. There was a stage, VIP seats for guests, loudspeakers, administrative arrangements, and the caning punishment procession. Using a qualitative research approach with an in-depth interview method, it seeks to understand how the community involved in the caning execution was and how the government was designed the sentence as such and why. It finds that while the government saw the caning law as the implementation of Islamic sharia in Aceh, the people interpreted its execution more as entertainment. The government has used the caning sentence execution as a demonstration of power, often for a political gain, because it emphasizeds its presence not only as of the guardian of shari’a for Acehnese but also as a devout politician who keeps his political promises. Yet, little of this punishment deterrent effect conveyed to the society due to the way it was staged and executed.Keywords: Qanun Jinayat, Aceh, Caning Punishment, Stage, Entertainment, Deterrent EffectAbstrak Artikel ini meneliti tentang tujuan pelaksanaan hukuman cambuk di Aceh sebagai efek jera dengan cara ‘dipanggungkan’. Dari pengamatan lapangan, hukum cambuk yang dilakukan tidak jauh berbeda dengan hiburan. Dimana massa berkumpul di satu tempat untuk menyaksikan eksekusi yang terdiri dari; anak-anak, pedagang kaki lima, peneliti, dan wartawan. Terdapat panggung tempat eksekusi cambuk dilakukan, kursi VIP untuk tamu undangan, pengeras suara, pengaturan administrasi dan prosesi hukuman cambuk. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan wawancara mendalam. Penelitian ini berusaha memahami bagaimana pandangan dan keterlibatan masyarakat dalam pelaksanaan hukuman tersebut serta bagaimana pemerintah merancang hukuman cambuk dan alasan di balik hukuman ini. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa Pemerintah melihat hukum cambuk sebagai bukti komitmen pemerintah terhadap penerapan syariah Islam di Aceh, sedangkan masyarakat melihat hukum cambuk sebagai hiburan. Dalam hal ini Pemerintah menggunakan eksekusi hukum cambuk sebagai demonstrasi kekuasaan, bagian dari agenda politik, karena menekankan kehadirannya tidak hanya sebagai wali syariah bagi rakyat Aceh tetapi juga sebagai politisi yang menepati janji politiknya. Namun, eksekusi hukum cambuk dengan cara dipentaskan ini hanya memberi sedikit efek jera kepada masyarakat. Kata kunci: Qanun Jinayat, Aceh, Hukuman cambuk, Panggung, Hiburan, Efek Pencegah
Abstrak: Bencana erupsi gunung api merupakan bencana alam yang suatu saat bisa terjadi tanpa disadari. Kerugian yang dialami dari damp bencana tidak hanya secara materil namun juga korban jiwa. Masyarakat yang tinggal di daerah dengan kerentanan tinggi terhadap bencana dapat mempersiapkan diri dalam menghadapi bencana. Persiapan dilakukan dalam menghadapi bencana salah satunya adalah dengan mitigasi. Mitigasi dapat dilakukan melalui perencanaan yaitu dengan penerapan komunikasi bencana. Strategi komunikasi bencana dilakukan dengan merancang taktik, metode dan pendekatan komunikasi. BMKG menjadi salah satu pusat informasi bencana yang penyebarannya dilakukan secara masif dengan pemanfaatan teknologi. Melalui pemanfaatan teknologi dapat memudahkan masyarakat dalam memperoleh informasi bencana. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komunikasi bencana yang dapat dilakukan dalam kesiapsiagaan pendududk terdampak dalam menghadapi bencana erupsi gunung api Seulawah Agam. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitif dengan teknik purposive sampling. Skala likert digunakan mengarah kepada tujuan penelitian serta pembuktiannya untuk mengukur tingkat kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana erupsi gunung Seulawah Agam. Dari penelitian ini diperoleh hasil bawah masyarakat disana sebagian besar telah mengetahui tempat untuk melakukan evakuasi dan jalur evakuasi. Hal ini didasarkan dari jumlah persentase yang menjawab setuju dan sangat setujun sebesar 63,8%. Data ini menunjukkan bawah sebagian besar masyarakat Desa Alue Rindang telah memiliki kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana erupsi gunung Seulawah Agam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat disana sebagian besar sudah mengetahui gunung Seulawah Agam merupakan gunung yang aktif. Selain itu, lebih dari setengah masyarakat sudah mengetahui bahwa tempat yang mereka tinggali adalah daerah yang rawan bencana erupsi.
Fitur Instagram Story banyak digunakan oleh pengguna Instagram sebagai media pengungkapan diri kepada pengikutnya. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengungkapan diri selebgram melalui Instagram Story yang dianalisis berdasarkan Teori Jendela Johari. Data penelitian diperoleh melalui wawancara dan pengamatan pengungkapan diri dengan memaparkan dan menjelaskan kegiatan atau interaksi selebgram Aceh, @Khalidamakmoer dan @Ririnputrianjani dengan pengikutnya di Instagram. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengungkapan diri selebgram dalam penelitian ini termasuk dalam kategori dua Jendela Johari, yaitu daerah terbuka dan daerah tersembunyi. Kedua selebgram melalui Instagram Story membagikan informasi terkait diri dan kegiatan sehari-hari mereka, hobi, pengalaman, pendidikan, pekerjaan, impian, perasaan, dan hal-hal yang disukai. Dampak positif yang dirasakan dari pengungkapan diri tersebut berupa pembentukan hubungan baru, peningkatan kualitas pertemanan, dan menjadi sumber penghasilan para selebgram melalui unggahan mereka di Instagram Story. Dampak negatif yang dirasakan dari pengungkapan diri tersebut adalah mendapatkan perlakuan yang kurang baik seperti komentar kebencian, hingga menjadi korban kejahatan pada media sosial di mana foto dan video yang mereka unggah dimanfaatkan oleh orang yang tidak bertanggung jawab untuk menipu orang lain. The feature of Instagram Story has been used widely by Instagram users as a medium of selfdisclosure to their followers. This study aims to explore self-disclosure of celebgrams through Instagram Story, analyzed based on the Johari Window Model. The research data was obtained through interviews and observations of Aceh celebgrams, @Khalidamakmoer and @Ririnputrianjani by describing and explaining their posts or interactions with their followers. The results showed that celebgram's self-disclosure in this study was included in the two Johari Window categories, namely open areas and hidden areas. Both celebgrams, through Instagram Stories, shared information regarding themselves and their daily activities, hobbies, experiences, education, work, dreams, feelings, and things they like. The positive impacts of the self-disclosure were forming new relationships, improving the quality of friendship, and becoming a source of income for celebgrams through their posts on Instagram Stories. Meanwhile, the negative impacts of self-disclosure were getting unfavourable experiences, such as hate comments, and becoming victims of crime on social media when irresponsible people use the photos and videos they uploaded to deceive others.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
hi@scite.ai
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.