Every Hindu family in Bali dedicates offerings of canang sari on a daily basis. The provision of the offering is not always created by them, but they buy canang sari. This has turned canang sari into a market commodity. Therefore, women have emerged as canang sari street vendors in the several towns in Bali. This study examines the reasons why women do this job, especially in Singaraja Regency. The approach of this research was qualitative study which focused on critical social theory. The results show that the reasons women do such business activities not solely because canang sari street vendors is an informal economic sector, but also it is related to the ownership of economic, social, cultural, and symbolic capitals. This reason is strengthened by the condition of Balinese who have affected by McDonaldization society so they prefer to buy canang sari rather than making it their own.
Tujuan penelitian ini yaitu (1) untuk mengetahui Nilai Tri Hita Karana belum bisa ditanamkan secra optimal di SMK N 3 Singaraja, (2) menganalisis peran guru pendidikan agama hindu dalam mengimplementasikan Tri Hita Krana sebagai upaya membangun nilai karakter siswa di SMK N 3 Singaraja, (3) menganalisis persepsi siswa terhadap Tri Hita Karana sebagai landasan budiperkerti dalam Agama Hindu di SMK N 3 Singaraja.Objek dalam penelitian ini adalah SMK N 3 Singaraja, sedangkan subjeknya yaitu guru agama hindu kelas XI TIPTL. Data dalam penyusunan penelitian ini dikumpulkan melalui observasi, kuesioner, dan dokumentasi. Data yang terkumpul selanjutnya dianalisis menggunakan metode deskriptif kualitatif. Hasil penelitian ini yaitu: (1) Tri Hita Karana belum bisa ditanamkan secara optimal di SMK N 3 Singaraja karena faktor internal dan faktor eksternal. (2) Peran guru pendidikan Agama Hindu dalam mengimplementasikan Tri Hita Karana sebagai upaya membangun nilai karakter siswa di sekolah ditananamkan dengan mengintegrasikan ke setiap materi pembelajaran, pengembangan budaya sekolah, dan melalui kegiatan ekstra kurikuler. (3) Persepsi siswa terhadap Tri Hita Karana sebagai landasan Budipekerti dalam Agama Hindu mendapat respon yang baik sebab siswa memperoleh manfaat dari pembelajaran Tri Hita Karana.
Tujuan Penelitian ini untuk menganalisis dan membuktikan perbedaan motivasi dan hasil belajar siswa yang mengikuti model pembelajaran Problem Based Learning dengan model konvensional dalam pembelajaran IPS kelas VIII SMP Negeri 3 Sukasada. Metode dalam penelitian ini menggunakan metode Ekperimen Semu (Quasi Experiment) dan desain yang digunakan posttest only control design. Populasi dalam penelitian ini adalah empat kelas VIII dengan sampel penelitian adalah kelas VIIIC dan kelas VIIID yang ditentukan dengan teknik random sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan angket/ kuesioner, tes dan observasi. Uji hipotesis menggunakan Manova. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan motivasi dan hasil belajar siswa secara simultan antara siswa yang mengikuti model pembelajaran PBL dengan siswa yang mengikuti model konvensional pada siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Sukasada dengan F hitung Berdasarkan tabel diperoleh nilai F dari Wilks’Lambda = 20,462 dan nilai signifikansi = 0,000. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan motivasi dan hasil belajar siswa yang mengikuti model pembelajaran Problem Based Learning dengan model konvensional dalam pembelajaran IPS kelas VIII SMP Negeri 3 Sukasada
The belief of Balinese people towards leak still survive. Leak is a magic based on durgaism that can transform a person from human to another form, such as apes, pigs, etc. People tend to regard leak as evil. In general, the evilness is constructed in gender stereotypes, so it is identified that leak are always women. This idea is a power game based on the ideology of patriarchy that provides legitimacy for men to dominate women with a plea for social harmony. As a result, women are marginalized in the Balinese society. Women should be aware of so it would provide encouragement for them to make emancipatory changes dialogically. Kepercayaan orang Bali terhadap leak tetap bertahan sampai saat ini. Leak adalah sihir yang berbasiskan durgaisme yang dapat mengakibatkan seseorang bisa merubah bentuk dari manusia ke wujud yang lain, misalnya kera, babi, dll. Leak termasuk magi hitam sehingga dinilai bersifat jelek. Pada umumnya perempuan diidentikkan dengan leak sehingga melahirkan asumsi yang bermuatan steriotip gender bahwa leak = perempuan. Gagasan ini merupakan permainan kekuasaan berbasis ideologi patriarkhi dan sekaligus memberikan legitimasi bagi laki-laki untuk menguasai perempuan dengan dalih demi keharmonisan sosial. Akibatnya, perempuan menjadi termarginalisasi pada masyarakat Bali. Perempuan harus menyadarinya sehingga memberikan dorongan bagi mereka untuk melakukan perubahan secara dialogis emansipatoris.
In the 2000s, banten (offerings) of ngaben (cremation), a ritual of death in Balinese community is obtained through market so it creates the commodification of banten. This condition is caused by the characteristics of banten as an economic item, so the Balinese especially women is no longer to be able to make banten, and the expanding of market ideology turns someone to be more comfortable buying banten ngaben rather than making them independently. This condition provides an opportunity for geria (house of the priest) to develop the industry of banten. This is well corresponded with the ideology prevailing in geria, namely market ideology so that they see banten as a source of benefit. The position of geria is stronger than the consumer of banten because geria dominates various capitals, such as economic, social, cultural, and symbolic capital synergistically. As the result, geria as banten manufacturer controls consumer hegemonically. This phenomenon is reflected on the price of banten set by geria and the consumer is just following.Keywords: Ngaben, Market ideology, Hegemony, Banten commodification. ABSTRAKPada tahun 2000-an banten (sesajen) ngaben, yakni ritual kematian pada masyarakat Bali didapat lewat pasar sehingga terjadi komodifikasi banten. Kondisi ini disebabkan oleh karakteristik banten sebagai barang ekonomi, semakin banyak orang Bali terutama perempuan yang tidak bisa lagi membuat banten, dan meluasnya ideologi pasar sehingga seseorang merasa lebih nyaman membeli banten ngaben dari pada membuatnya secara swadaya. Kondisi ini memberikan peluang bagi geria untuk mengembangkan industri banten. Hal ini terkait pula dengan ideologi yang berlaku pada geria, yakni ideologi pasar sehingga mereka melihat banten sebagai sumber keuntungan. Posisi geria lebih kuat daripada konsumen banten karena geria menguasai aneka modal, yaitu modal ekonomi, sosial, budaya,dan simbolik secara bersinergi. Akibatnya, geria sebagai produsen banten menguasai konsumen secara hegemonik. Gejala ini tercermin pada penetapan harga banten, yaitu bergantung pada geria, sedangkan konsumen hanya mengikutinya.Kata Kunci: Ngaben, Ideologi pasar, Hegemoni, Komodifikasi banten.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
hi@scite.ai
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.