Tujuan penelitian ini untuk menggali kondisi objektif penerapan Sekolah Ramah Anak (SRA) di masa pandemi Covid-19 dimana pelaksanaan pembelajaran dilakukan di rumah. SD Negeri Tlacap merupakan sekolah mini piloting SRA di Sleman yang telah melaksanakan program SRA sejak tahun 2016/2017. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara online melalui kuisioner dan focus group discussion virtual pada informan yang terdiri dari orang tua atau wali siswa dan guru kelas SDN Tlacap yang dipilih berdasarkan teknik purposive random sampling. Pengolahan data dilakukan dengan tahapan teknik analisa data oleh Miles & Huberman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan sekolah ramah anak pada masa pandemi di SD N Tlacap berupa pelaksanaan kegiatan akademis dan non akademis. Kegiatan akademis yaitu pelaksanaan Belajar Dari Rumah (BDR), sementara kegiatan non akademis terdiri dari perawatan lingkungan sekolah, Pembiasaan Perilaku Hidup Bersih (PHBS), pencegahan perilaku bullying verbal, pencegahan penyalahgunaan internet dengan melibatkan peran orangtua, dan pengelolaan program sekolah secara daring dengan memanfaatkan whatsapp group kelas sebagai media komunikasi dan distribusi informasi. Praktik sekolah ramah anak sudah baik, namun masih terdapat beberapa kendala seperti kesulitan orangtua siswa yang bekerja dalam membagi waktu dalam mendampingi proses BDR, keterbatasan pengetahuan dan orang tua dalam menjelaskan kepada siswa terkait materi yang diangap sulit, keterbatasan sarana prasarana, serta keterbatasan guru dalam membuat video pembelajaran menarik setiap hari. Penerapan program sekolah ramah  ini tidak lepas dari kerjasama orangtua dan guru yang berjalan dengan intensif dan kooperatif.kata kunci: program skeolah, sekolah ramah anak, pandemi covid-19 AbstractThe purpose of this research is to explain the objective condition of a Child-Friendly School implementation in the pandemic Covid-19 situation, especially about remote learning from home practice in Tlacap elementary public school. Tlacap elementary public school has been implementing a Child-Friendly School program since the 2016/2017 academic year. This qualitative research involves the headmaster, program coordinator, teachers of grades 3 and 5, and parents representative for grades 3 and 5 in the online interview through google forms and virtually focuses group discussion for data collecting. The data analysis process use stages of Miles & Huberman. This research reveals that the Child-Friendly school program in a pandemic Covid-19 situation is academic and nonacademic. Academic activities are the implementation of Learning From Home (LFH), while non-academic activities consist of maintaining the school environment, Clean Living Behavior Habituation, preventing verbal bullying behavior, preventing internet abuse by involving parents intervention, and managing online school programs by utilizing class WhatsApp groups as media for communication and distribution of information. The practice of child-friendly schools in Tlacap Public School is good, but there are still some obstacles such as the difficulty of parents working in dividing their time in assisting the LFH process, limited knowledge and parents in explaining to students related material that is considered difficult, limited infrastructure facilities, and limitations of teachers in making interesting learning videos every day. The implementation of this program cannot be separated from the collaboration of parents and teachers who run intensively and cooperatively.keyword: school programme, child-friendly school, pandemi-covid19Â
The vocational independence of autistic students can be achieved if the skills learning program is based on the potential and needs of students. Unfortunately, learning culinary skills for autistic students in an inclusive vocational school in Bandung has not been adjusted so that student achievement is not seen. This is a research and development study using ADDIE model in developing a culinary skill learning program for autistic students at the school. The subject of the study was a Class X autistic student, at the Department of Catering. Program development begins with assessment, curriculum analysis, making alignment programs, then making individual learning programs. Functional learning plans are made for three basic subjects: Hygine Sanitation and Work Safety, Food Knowledge, and Basic Food.[Kemandirian vokasional siswa autis dapat tercapai apabila program pembelajaran keterampilan disusun berdasarkan potensi dan kebutuhan siswa. Sayangnya, pembelajaran keterampilan tata boga bagi siswa autis di salah satu SMK inklusif di Kota Bandung belum disesuaikan sehingga prestasi belajar siswa tidak terlihat. Penelitian ini berjenis research and development yang menggunakan model ADDIE untuk mengembangkan program pembelajaran keterampilan tata boga bagi siswa autis di sekolah tersebut. Subjek penelitian adalah seorang siswa autis Kelas X, Jurusan Tata Boga. Pengembangan program diawali dengan asesmen, analisis kurikulum, pembuatan program penyelarasan, kemudian pemembuatan program pembelajaran individual. Rencana pembelajaran fungsional dibuat untuk tiga mata pelajaran dasar: Sanitasi Hygine dan Keselamatan Kerja, Pengetahuan Bahan Makanan, dan Boga Dasar]
Mastering Indonesian language for all students is important despite the Covid-19 pandemic. Based on students' conditions and government provisions related to the pandemic, the teachers need a form of adaptation in the Indonesian language learning for students with disabilities in inclusive schools. This qualitative research finds adaptations of Indonesian language learning for students with special needs in twelve inclusive schools in five Yogyakarta's districts during the Covid-19 pandemic. Using a purposive sampling, 15 classroom teachers and special education staff were selected as key informants. Data was collected by interview, documentation, and literature study. Learning adaptation based on the conditions of the students' abilities emphasizes the modification and accommodation of learning strategies that include material, methods, media, and evaluation.[Pandemi Covid-19 tidak mengubah pentingnya kompetensi Bahasa Indonesia sebagai kemampuan akademik dasar bagi semua siswa. Berdasarkan keragaman kondisi siswa difabel dan ketentuan pemerintah terkait pandemi, guru perlu melakukan adaptasi pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah inklusif. Penelitian kualitatif ini menemukan berbagai bentuk adaptasi pembelajaran Bahasa Indonesia bagi siswa difabel khusus di sekolah inklusif di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada masa pandemi Covid-19. Penelitian menunjukkan bahwa adaptasi pembelajaran mencakup materi, metode, media, dan evaluasi. Adaptasi pembelajaran dalam situasi pandemi Covid-19 ialah pelaksanaan pembelajaran dari rumah dengan penerapan strategi pembelajaran kontekstual yang menggunakan teknologi sebagai media interaksi dan konten materi.]
<p class="abstrak"><em>Educational practitioners are paying more attention to the practise of distance learning, nowadays. Furthermore, the Covid-19 pandemic prompted changes to child-friendly school policies that involved parental participation in distance learning environments. The purpose of this qualitative study was to examine, using nine sub-components, how parents at Tlacap Elementary School participated in promoting Child-Friendly School (CFS) implementation during the pandemic Covid-19 timeframe.</em><em> </em><em>The subjects are the headmaster, program coordinator, teacher of 3rd and 5th grade, and parents of 3rd and 5th grade. It used a google form and Focus Group Discussion by google meet in the data collecting process. Data analysis was conducted through reduction, display, and generalization and verified by Miles and Huberman. Internal validation undertakes by more careful observation, member check, and use of documentation tools. The parents' participation in supporting CFS implementation during the Covid-19 pandemic at Tlacap primary school has achieved six of the nine sub-components of participation well. </em><em>School programs must consider the proper duration and frequency for all parents’ backgrounds. T</em><em>his research results can be a consideration in developing a school-home collaboration model in primary-level distance learning in the future. </em></p><p class="abstrak"><em>Praktik pendidikan jarak jauh dewasa ini semakin banyak dikaji oleh praktisi pendidikan. Terlebih, pada masa pandemi Covid-19 yang mendorong terjadinya penyesuaian praktik sekolah ramah anak yang melibatkan partisipasi orang tua dalam setting pendidikan jarak jauh. Penelitian kualitatif ini bertujuan menganalisis partisipasi orang tua siswa dalam mendukung penerapan Sekolah Ramah Anak (SRA) pada masa pandemi di SDN Tlacap berdasarkan sembilan sub-komponen SRA. Informan terdiri dari kepala sekolah, koordinator program SRA, guru kelas 3 dan 5, serta perwakilan orang tua siswa kelas 3 dan 5 yang dipilih dengan purposive sampling. Pengumpulan data menggunakan kuisioner google form dan FGD daring melalui google meet. Analisis data dilakukan dengan reduksi data, display data, penarikan kesimpulan dan verifikasi. Penelitian ini menggunakan validitas internal melalui pengamatan lebih cermat, member check, dan penggunaan alat bantu dokumentasi. Partisipasi orang tua dalam mendukung penerapan SRA pada masa pandemi Covid-19 di SD Negeri Tlacap telah meraih enam dari sembilan sub-komponen partisipasi dengan baik. Program sekolah harus mempertimbangkan durasi dan frekuensi program parenting yang sesuai dengan berbagai latar belakang orang tua siswa. Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan dalam mengembangkan model kolaborasi sekolah-rumah pada praktik sekolah ramah anak melalui pembelajaran jarak jauh di tingkat sekolah dasar di masa mendatang.</em></p>
Brain Dance was first introduced by Anne Green Gilbert, a creative dance maestro from Washington DC. Brain Dance is an apperception to activate human body parts. Brain Dance acts as a stimulant to connect the performance of the brain, breathing, motoric, and sensory body so that it is ready to move. In the creative dance process, Brain Dance is the first step so that children are ready, not only physically but also psychologically ready. Besides activating the body, Brain Dance also provides a feeling of freedom and happiness and fosters self-confidence. Brain Dance is suitable for all ages, as well as PGSD UST Yogyakarta students as the subject of this study. Students of PGSD’s 7th semester, in particular, are aged between 20-23 years and nearly 90% cannot dance. Never having danced before, and being unable to dance will be the reasons for the inferiority, shame, and insecurity, which will affect the effectiveness of body movements. The research method used is descriptive qualitative, to describe the condition of the data as it is, through the process of observation, interviews, and documentation. Through Brain Dance, this research is expected to foster self-confidence in PGSD UST Yogyakarta students in activating the body in the creative dance work process.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
hi@scite.ai
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.