LATAR BELAKANGPada tahun 2014, American Pediatric Medical Association (APMA) mencatat sebanyak 49% wanita menggunakan sepatu hak tinggi dengan 77% mengalami masalah pada kaki. Selain itu Badan survei di Amerika Serikat juga mencatat 59% wanita menggunakan sepatu hak tinggi kurang lebih satu sampai delapan jam perharinya. Bahkan ada yang memakai lebih dari sepuluh jam secara terus-menerus setiap hari. Dalam hal ini, pramuniaga merupakan salah satu pekerjaan yang menggunakan sepatu hak tinggi dalam pekerjaan sehari-hari. METODEPenelitian menggunakan studi pendekatan observasional dan metode potong silang (Cross-sectional) yang dilakukan pada 84 subjek di Departement Store X di Bogor. Data yang dikumpulkan menggunakan kuesioner karakteristik responden, dan mengukur derajat nyeri otot menggunakan metode Visual Analog Scale (VAS). Variabel yang diteliti adalah posisi saat bekerja, masa kerja, tinggi dan jenis hak sepatu, serta nyeri otot betis. Analisis data menggunakan Uji Chi-square yang diolah dengan program SPSS V.21 dengan tingkat kemaknaan adalah nilai p<0.005. HASILHasil analisis menunjukkan terdapat hubungan antara tinggi hak sepatu (p=0.004) dan masa kerja (p=0.042) dengan nyeri otot betis pada pramuniaga, sedangkan hasil analisis antara posisi saat bekerja, dan jenis hak sepatu tinggi dengan nyeri otot betis tidak didapatkan hubungan yang bermakna (p=0.169; 0.082). KESIMPULANPenelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara masa kerja dan tinggi hak sepatu dengan nyeri otot betis pada pramuniaga perempuan.
LATAR BELAKANGSeiring dengan meningkatnya jumlah lansia khususnya di Indonesia, semakin meningkat pula permasalahan penyakit akibat proses degeneratif. Tiga puluh dua koma empat persen lansia di Indonesia mengalami gangguan pada fungsi kognitifnya. Fungsi kognitif merupakan salah satu bagian terbesar yang diatur oleh otak. Penuaan menyebabkan terjadinya banyak perubahan pada otak yang dapat mengarah pada kemunduran fungsi neurokognitif. Terdapat beberapa faktor yang diduga dapat memperlambat penurunan fungsi kognitif, salah satunya adalah aktivitas fisik. Studi ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara aktivitas fisik dengan fungsi kognitif pada lansia. METODEJenis penelitian ini merupakan observational analitic dengan pendekatan cross sectional yang dilakukan pada bulan November 2015. Sampel diambil secara simple random sampling pada 60 lansia di Posyandu Lansia X, Jakarta. Seluruh lansia yang memenuhi kriteria inklusi dinilai aktivitas fisiknya dari pengisian kuesioner Rapid Assessment of Physical Activity (RAPA), sedangkan nilai fungsi kognitif diperoleh dengan wawancara berdasarkan Mini Mental State Examination (MMSE). Analisis data dilakukan untuk mengetahui hubungan antara aktivitas fisik dengan fungsi kognitif pada lansia digunakan uji Chi-square. HASILTerdapat hubungan bermakna secara statistik antara aktivitas fisik dengan fungsi kognitif pada lansia (p=0.000). KESIMPULANAktivitas fisik dapat mempengaruhi fungsi kognitif pada lansia. Lansia dengan aktivitas fisik golongan regular sampai dengan active memiliki nilai fungsi kognitif yang normal dibandingkan lansia tanpa aktivitas fisik atau termasuk ke dalam golongan under-active.
Background<br />The prevalence of diabetes in Indonesia continues to increase and causes many complications. Fruits of Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl. (PM) are used in the traditional health system of the Indonesians, as effective remedy in the management of diabetes mellitus. The aim of this study was to evaluate the effect and magnitude of doses of PM dry fruit extract (PME) on blood glucose levels in healthy adults.<br /><br />Methods<br />This research was of pre-posttest design involving 30 healthy volunteer subjects aged 20-55 years receiving glucose loads. At pre-test the subjects were given orally 75 g glucose, and at post-test they were given PME at doses of 125 mg and 250 mg. Data collection included anthropometric examination and blood glucose level. The area under the curve (AUC) of blood glucose levels was measured at 0, 15, 30, 60, 120 and 180 minutes. Data analysis was performed using paired t-test with p <0.05.<br /><br />Results<br />The percentage of reduction in AUC between pre- and post-test after administration of PME 125 mg was 12.1% and significant (p=0.000). But the percentage of reduction in AUC between pre- and post-test after administration of PME 250 mg was 4.07% and not significant (p=0.06). The reduction in AUC between post-test PME 125 mg vs PME 250 mg showed significant results (p=0.011).<br /><br />Conclusion <br />This study demonstrated that a dose of 125 mg Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl. dry extract has a hypoglycemic effect in healthy adults, and may therefore be suitable for use as traditional anti-diabetic drug.
LATAR BELAKANGTekanan darah tinggi atau hipertensi merupakan suatu kondisi yang mungkin tidak disadari oleh banyak orang namun menjadi faktor resiko independen untuk penyakit jantung, ginjal, pembuluh darah, mata, otak dan lain-lain. Akibat dari tekanan darah tinggi, aliran darah menjadi abnormal sehingga dapat merusak struktur organ-organ tersebut. Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa tekanan darah dapat dipengaruhi oleh pajanan dari perubahan fisika dan kimia lingkungan hidup. Salah satu pajanan pada lingkungan hidup yang dapat mempengaruhi tekanan darah adalah kebisingan. Untuk lebih memahami apakah terdapat pengaruh perubahan fisika dan kimia terhadap tekanan darah, maka perlu dilakukan penelitian tentang intensitas kebisingan sebagai parameter perubahan fisika tersebut pada pajanan bising kronis konstan di sebuah perusahaan. METODEPenelitian menggunakan studi observasional dengan desain potong lintang yang mengikutsertakan 62 tenaga kerja bagian produksi PT. X. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner yang meliputi usia, jenis kelamin, lama bekerja, Body Mass Index (BMI)Asia Pasifik, konsumsi rokok, konsumsi kafein, riwayat hipertensi keluarga, riwayat hipertensi diri, riwayat pengobatan hipertensi. Pengukuran intensitas bising menggunakan noise level meter dan pengukuran tekanan darah menggunakan sphygmomanometer air raksa. Analisis data menggunakan uji Fisher Exact dengan tingkat kemaknaan (p) 0.05. HASILAnalisis hubungan antar variabel menunjukkan adanya hubungan antara intensitas kebisingan dengan tekanan darah (p=0.002). KESIMPULANPenelitian menunjukkan adanya hubungan antara intensitas kebisingan dengan peningkatan tekanan darah.
<p><strong>Background</strong></p><p>Diabetes mellitus (DM) is a metabolic disease with a large incidence in the world and constitutes a global health problem. By 2030 it is estimated that there will be around 439 million people suffering from DM. Diabetes mellitus is a metabolic disease caused by a lack or absence of the hormone insulin. In type 2 DM pharmacotherapy can be given one of which is insulin. To monitor therapy, random blood glucose, glycated hemoglobin (HbA1c) and glycated albumin (GA) levels can be examined. The objective of this study was to determine the relationship of glycated albumin and glycated hemoglobin (HbA1c) with random blood glucose in insulin-treated diabetics.</p><p><strong> </strong></p><p><strong>Methods</strong></p><p>A cross-sectional study was conducted involving 92 type 2 diabetic patients treated with insulin. The study used a questionnaire and blood samples. We measured the GA , HbA1C and random blood glucose levels. A multiple linear regression was used to analyze the data.</p><p><strong> </strong></p><p><strong>Results</strong></p><p>Mean HbA1c was 9.21 ± 2.15%, mean glycated albumin was 24.4 ± 8.65%, and mean blood glucose was 229.47 ± 98.7 mg / dL. Multiple linear regression tests showed that HbA1c (B= 5,544;β=0.121;p=0.420) and GA (B=5.899;β=0.517;p=0.001) was signigicantly corelated with random blood gucose, respectively, indicating that glycated albumin is significantly related to and has the greatest influence on glucose level.</p><p><strong> </strong></p><p><strong>Conclusion</strong></p><p>Glycated albumin is correlated with and has greater influence on glucose level than does HbA1c. Glycated albumin could be a better marker for glycemic control than glycated hemoglobin in diabetic patients treated with insulin.</p>
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
hi@scite.ai
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.