Kawasan Tambora, Jakarta Barat, merupakan kawasan dengan tingkat kejadian bencana kebakaran yang tinggi (Dahlia, 2018). BPS (2017, 2018, 2019) mencatat terjadi 104 kali kejadian bencana kebakaran dalam kurun waktu 3 tahun dari tahun 2016 sampai dengan tahun 2018, di mana bencana kebakaran ini didominasi oleh sambungan arus pendek. Kondisi ini disertai dengan kondisi fisik lingkungan yang tidak sesuai dengan standar keamanan dan keselamatan baik dari aspek infrastruktur maupun material yang digunakan pada bangunan, serta perilaku warga dalam menggunakan instalasi kelistrikan yang tidak aman. Kegiatan PKM oleh tim PKM Jurusan Arsitektur Usakti ini dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran dan antisipasi masyarakat mengenai warga dan kawasan tanggap bencana sehingga frekuensi bencana kebakaran dapat menurun, melalui penyuluhan mengenai warga dan kawasan yang tanggap bencana kebakaran, serta pendampingan pembuatan jalur evakuasi bencana untuk kawasan RW 02 Kelurahan Krendang, Kecamatan Tambora, Jakarta Barat. Kegiatan ini dilaksanakan menggunakan pendekatan partisipatori dengan perangkat RW 02 dan perwakilan warga melalui focus group discussion (FGD). Tim PKM dan warga membahas bersama rencana jalur evakuasi bencana yang direncanakan oleh Tim PKM dan melakukan penyesuaian terhadap rencana tersebut pada saat FGD berlangsung. Hasil akhir dari kegiatan ini adalah didapatkannya draft rencana jalur evakuasi bencana yang siap dikembangkan lebih lanjut.
Jumlah penduduk di kota Jakarta yang meningkat setiap tahun memberikan dampak signifikan terhadap kebutuhan sistem transportasi. Oleh karena itu, sudah selayaknya untuk memperbaiki sistem perencanaan beserta infrastruktur pendukung transportasi agar tercipta kondisi kota yang teratur dengan menerapkan konsep pembangunan berorientasi transit atau Transit Oriented Development (TOD). TOD merupakan jenis pembangunan yang mengintegrasikan ruang kota dengan tujuan untuk menyatukan kegiatan, orang, bangunan dan ruang publik yang dapat dicapai dengan berjalan kaki serta terletak dalam radius 500 meter dari pelayanan angkutan umum. Metode penelitian yang penulis gunakan adalah analisis pembobotan kuantitatif menggunakan scorecard analysis yang dikeluarkan oleh Institute for Transportation and Development Policy (ITDP) melalui TOD Standard 3.0. Sistem penilaian ini sederhana, yaitu mendistribusikan 100 poin yang terserbar pada 25 metrik untuk mengukur implementasi dari 8 prinsip TOD. Kemudian, hasil poin keseluruhan dijumlahkan untuk menentukan peringkat TOD yang didapatkan dimana minimal 55 poin agar kawasan TOD Dukuh Atas dapat dikatakan berorientasi transit. Berdasarkan hasil penilaian yang dilakukan, dapat diketahui bahwa kawasan TOD Dukuh Atas tidak mencapai 55 poin sehingga belum dapat memasuki standar terendah kawasan TOD yang dikeluarkan oleh ITDP.
<div class="page" title="Page 1"><div class="section"><div class="layoutArea"><div class="column"><p><span>Traditional house (Sao) in Gurusina Flores is a building designed based on local wisdom by considering the concept of cultural sustainability, the balance of ecosystem (human and nature), and the concept of green building. One of the aspects that becomes the basic concept of environmentally friendly architecture and affects sustainability of a building is the concept of building a traditional house. This study aims to find the concept of sustainability applied by the Gurusina community as they build their traditional houses through cultural aspects that are believed to be inherited through the concept of inner space hierarchy, the space form, and the construction system. The research method is conducted through field observation, measurement, and interview. The results of this study reveal that traditional community of Gurusina has implemented the concept of sustainability in the form of cultural sustainability which has been applied in the phases of building Sao from planning, development and design, as well as construction. Nevertheless, sustainability aspects of the balance in ecosystem, the health and comfort and the waste reduction should also be taken into account in order to achieve the concept of total sustainability. </span></p></div></div></div><div class="layoutArea"><div class="column"><p><span>Keywords: Sustainability, Vernacular, Traditional house, Gurusina Sao </span></p></div></div></div>
Sistem pencahayaan alami dalam ruangan ditentukan oleh kegiatan dan fungsi ruangan tersebut. Agar kenyamanan visual di dalam ruangan optimal maka kuat cahaya dalam ruangan tersebut harus sesuai dengan persyaratan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kuat cahaya alami di dalam ruangan kelas yang sekaligus berfungsi sebagai studio perancangan arsitektur, kemudian dibandingkan dengan standar kuat cahaya menurut SNI 6197:2011. Obyek penelitian adalah ruang kelas-studio arsitektur di lantai 6 Gedung C Universitas Trisakti jurusan Arsitektur. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, yang datanya diperoleh melalui pengukuran tingkat kuat cahaya di lapangan pada saat musim hujan. Hasil pengukuran kemudian dijadikan dasar untuk membuat simulasi dengan program Dialux Evo 9 sehingga diketahui seperti apa kontur cahaya di dalam ruangan yang diteliti. Perbedaan rata-rata nilai lux hasil pengukuran di lapangan dengan pengukuran setelah rekomendasi desain melalui simulasi Dialux Evo dihitung dengan Uji Independet Sampel T Test. Hasil penelitian, menunjukkan bahwa kuat cahaya di ruang kelas-studio arsitektur lantai 6 Gedung C FTSP Universitas Trisakti dibawah nilai kuat cahaya yang ditetapkan pada SNI 6197:2011. Berdasarkan hasil tersebut, direkomendasikan pola tata cahaya buatan dan dimmer sehingga kondisi pencahayaan sesuai dengan persyaratan.
Pada tahun 2013, Galeri Nasional Indonesia bersama dengan Ikatan Arsitek Indonesia Jakarta menggagas pengembangan bangunan Galeri Nasional Indonesia bersamaan dengan rencana utama pembangunan kawasan sekitar Monumen Nasional sebagai kawasan kebudayaan nasional. Salah satu tujuan utama dalam pengembangan bangunan Galeri Nasional Indonesia adalah menciptakan koneksi yang selaras antara bangunan pengembangan dengan bangunan cagar budaya yang ada pada tapak. Namun perancangan tersebut juga harus berkaitan dengan lingkungan sekitar, hal tersebut erat kaitannya dengan konsep Arsitektur Kontekstual. Demi mencapai tujuan tersebut penulis hendak menganalisis karakteristik dan citra desain bangunan cagar budaya pada tapak dan bangunan-bangunan bersejarah di sekitar tapak. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan teknik pengambilan data observasi secara daring untuk memperoleh elemen-elemen karakter visual, fungsi, serta tata lingkungan bangunan yang dijadikan objek penelitian, kemudian dilakukan analisa data secara deskriptif untuk menghasilkan kesimpulan dan hipotesa karakteristik bangunan-bangunan tersebut. Hasil dari studi pengamatan ini adalah adanya adaptasi gaya Arsitektur Indische Empire Style dan Arsitektur Modern pada bangunan cagar budaya dan bangunan sekitar dengan ciri khas elemen masing-masing gaya. Implementasi dari ciri khas tersebut secara pendekatan arsitektur kontekstual dapat terlihat pada upaya penciptaan kontinuitas visual antara bangunan baru dengan bangunan lama lewat perancangan detail fasad, atap, serta orientasi bangunan yang harmonis dengan bangunan cagar budaya dan bangunan-bangunan bersejarah di sekitar tapak.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
hi@scite.ai
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.