Five days after the Kelud Volcano eruption of 13 February 2014, lahar occurred in several channels of the Volcano. Rainfall with intensity of 26 mm/hour mobilized pyroclastic material from the upper slopes of Kelud Volcano down the channel during 3.5 hour. Using this eruption as a case study, the aims of this paper are (1) to study the geomorphic impact of lahars and (2) to study future hazards and risks due to the potential of lahar source material and lahar repose area. To reach these two goals, we use both primary and secondary data. The primary data comprises an integration of remote sensing, GIS approach, and fieldwork control, in order to investigate the geomorphic impacts of lahars. Secondary data were collected through interviews and statistical approach in villages, in order to determine their perception to the risk of lahar. Morphogenic processes such as riverbank erosion, channel-widening and riverbed downcutting took an important role in generating the impact of lahar in Kali Konto. The medial and distal areas were affected more largely affected than the proximal area. This major impacts have been river widening and buried crop field inside of the channel. This result allowed us to provide recommendation to population living along those areas at risk, in order to be prepared against the eventuality of potentially large and destructive lahars.Key Words: Lahar, Kelud, Geomorphic impacts, Risk AbstrakLima hari setelah letusan gunung berapi Kelud 13 Februari 2014, lahar terjadi di beberapa sungai dari gunung berapi. Curah hujan dengan intensitas 26 mm / jam membawa bahan piroklastik dari lereng atas Gunung Kelud ke lereng bawah selama 3,5 jam. Penelitian ini menggunakan letusan ini sebagai studi kasus dengan tujuan (1) untuk mempelajari dampak geomorfik dari lahar dan (2) untuk mempelajari potensi bahaya dan risiko karena potensi sumber lahar dan pada lahar daerah tidur. Untuk mencapai dua tujuan tersebut, kami menggunakan baik data primer dan sekunder. Data primer terdiri dari integrasi penginderaan jauh, pendekatan GIS, dan kontrol lapangan, untuk menyelidiki dampak geomorfik dari lahar. Data sekunder dikumpulkan melalui wawancara dan pendekatan statistik di beberapa desa, untuk menentukan persepsi mereka terhadap risiko lahar. Proses morphogenic seperti erosi tepi sungai, pelebaran alur sungai dan penghancuran tubuh sungai mengambil peran penting dalam menghasilkan dampak lahar di Kali Konto. Daerah medial dan distal yang mempengaruhi lebih sebagian besar dipengaruhi dari daerah proksimal. Dampak besar ini telah terjadi adalah pelebaran sungai dan terkuburnya persawah an. Hasil ini memungkinkan kami untuk memberikan rekomendasi kepada penduduk yang tinggal di sepanjang daerah-daerah yang berisiko, untuk siap menghadapi kemungkinan dari lahar yang berpotensi besar dan merusak.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh perubahan penggunaan lahan di DAS Garang Jawa Tengah Tahun 1994, 2001 dan 2008 terhadap retensi potensial maksimum air oleh tanah pada kejadian hujan sesaat (storm rainfall). Metode yang digunakan adalah metode SCS yang dikembangkan oleh The Soil Conservation Services. Data yang digunakan adalah data penggunaan lahan yang diekstrak dari citra Tahun 1994, citra 2001 dan citra 2008 menggunakan software ENVI dan peta tanah DAS Garang skala semi detail. Hasil penelitian menunjukkan bahwa retensi potensial maksimum air oleh tanah pada kejadian hujan sesaat di DAS Garang semakin menurun. Hal ini disebabkan semakin luasnya lahan terbangun dan semakin sempitnya lahan non-terbangun. Kondisi ini akan menyebabkan imbuhan terhadap airtanah di DAS Garang semakin kecil dan debit puncak banjir akan semakin besar.
Daerah Aliran Sungai (DAS) Pabelan merupakan salah satu sungai yang paling rawan mengalami banjir lahar pascaerupsi Gunungapi Merapi tahun 2010. Kejadian banjir lahar merusak di DAS ini terjadi sebanyak 17 kali sejak erupsi tahun 2010, terbanyak kedua setelah DAS Putih. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi wilayah rawan banjir lahar berdasarkan pada sensus dampak banjir lahar yang terjadi pasca erupsi Merapi Tahun 2010. Sensus dilakukan dengan melakukan identifikasi lokasi yang mengalami kerusakan dengan citra penginderaan jauh resolusi tinggi di lokasi kajian. Selain itu, identifikasi dilakukan dengan wawancara dengan seluruh pemerintah tingkat dusun dan desa yang wilayahnya dilalui aliran Sungai utama Pabelan. Hasil analisis menunjukkan bahwa lokasi rawan bencana banjir lahar terdiri dari 27 titik yang tersebarmulai dari hulu sampai dengan hilir DAS Pabelan.
INTISARIPengaturan pola tanam meteorologis sangat penting dilakukan di kawasan karst Kabupaten Gunungkidul mengingat lahan pertanian yang dominan di kawasan tersebut adalah tegalan dan sawah tadah hujan yang sangat tergantung dengan adanya air dari hujan. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui tipe iklim di kawasan karst Kabupaten Gunungkidul dan (2) menyusun pola tanam meteorologis berdasarkan catatan curah hujan yang ada di kawasan karst Kabupaten Gunungkidul. Satu stasiun hujan yang digunakan dalam penelitian ini akan memiliki satu tipe pola tanam. Metode yang digunakan untu menentukan tipe iklim dan pola tanam meteorologis adalah tipe iklim dan pola tanam meteorologis yang disusun oleh Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi, Departemen Pertanian Republik Indonesia (2007). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tipe iklim yang terdapat pada kawasan karst Kabupaten Gunungkidul terdiri dari tipe iklim IIA, IIC dan IIIB. Tipe iklim IIA dan IIC hanya mampu melakukan sekali panen dalam setahun, sedangkan pada wilayah dengan tipe iklim IIIB dapat melakukan panen sebanyak dua kali dalam setahun. Kata Kunci : Karst, Pola Tanam Meteorologis, Tipe Iklim PENDAHULUANLahan pertanian di kawasan karst Kabupaten Gunungkidul didominasi oleh lahan kering, yakni berupa sawah tadah hujan dan tegalan (Sudarmadji dkk, 2012). Kondisi ini menyebabkan pengusahaan lahan pertanian di wilayah ini sangat tergantung pada curah hujan (Suryanti dkk, 2010). Meskipun demikian, beberapa tempat dapat mengusahakan tanah pertanian dengan mengandalkan air yang berasal dari mataair, seperti pada wilayah pertanian di Desa Giritirto, Kecamatan Purwosari.
INTISARIKajian tentang evolusi tipologi akan sangat membantu dalam melakukan perencanaan pengelolaan di masa mendatang. Hal ini karena kajian tentang genesis suatu wilayah pesisir akan sangat membantu dalam melakukan analisis dinamika pesisir dan kerawanan terhadap bencana. Penelitian ini dilakukan di Pantai Watukodok, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Gunungkidul yang merupakan objek wisata yang baru dikembangkan. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui tipologi pesisir Pantai Watukodok, dan (2) melakukan rekonstruksi tipologi pesisir Watukodok Kabupaten Gunungkidul. Hasil analisis menunjukkan bahwa tipologi pesisir di Pantai Watukodok terdiri dari marine deposition coast dan wave erosion coast. Evolusi tipologi wilayah Pantai Watukodok dimulai dengan tipologi structurally shaped coast, kemudian berubah menjadi wave erosion coast, dan yang terakhir menjadi marine deposition coast.
According to New Urban Agenda, the spatial plan has been promoted as an instrument to strengthen urban resilience. In the context of urban flood resilience, flood management measures could be incorporated into the spatial plan to address inundation and flood risks. However, the existence of a spatial plan does not necessarily reduce inundation and flood risks due to the ineffectiveness of spatial plan implementation and/or insufficient flood management measures. This study aims to examine flood management measures within Bandung’s spatial plan in achieving urban flood resilience in the future. We combine flood management measures framework and characteristics of urban system resilience as an analytical framework. The effectiveness of flood management measures is highly associated with the topographic characteristics and the combination of measures selected in suitable locations. We use thematic analysis to identify flood management measures in Bandung’s Spatial Plan and compare the result with the spatial distribution of future inundation and flood risks data from the previous study. We reveal that flood management measures in Bandung’s spatial plan have not been selected and located based on ecological constraints and future inundation information. This study demonstrates the importance of flood risks information to formulate an effective spatial plan for urban flood resilience.
Rawapening is a lake located in Semarang Regency, Central Java Province, Indonesia. It has environmental problem like sedimentation. Sedimentation caused by many factors, such as nutrient enrichment followed by eutrophication. Eutrophication and human activity are important factor to the shoreline change. The aims of this research are to analyze trends of shoreline change in Rawapening, and to know the side-effect of shoreline change on the ecosystem surrounding Rawapening area using GIS and remote sensing techniques.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
hi@scite.ai
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.