Warga Negara Indonesia wajib mentaati segala peraturan atau hukum tujuannya untuk menciptakan ketertiban, ketenteraman, kesejahteraan, kemakmuran, kebahagiaan, dalam upaya memberikan kepastian hukum yang berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia tanpa terkecuali.Setiap warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib untuk mentaati hukum yang ada dan hal ini sudah tertulis di dalam Undang-undang Dasar 1945. Konsekuensinya setiap warga Negara wajib memiliki dokumen kependudukan dan lain-lain baik yang dikeluarkan oleh instansi kependudukan dan instansi Pencatatan Sipil maupun instansi pelaksana sesuai dengan yang telah ditetapkan pemerintah.Ketentuan yang perlu diperhatikan adalah dalam setiap hubungan yang terjadi di dalam masyarakat menimbulkan terjadinya peristiwa hukum seperti kelahiran, kematian, perkawinan, perceraian, pengakuan anak, pengesahan anak, pengangkatan anak, perubahan nama dan perubahan status kewarganegaraan semua peristiwa tersebut akan menimbulkan akibat hukum yang kesemuanya itu diatur oleh aturan-aturan hukum. Seperti apabila terjadi suatu Perkawinan, bagi semua warga Negara Indonesia baik yang berada di dalam wilayah yurisdiksi Indonesia ataupun tidak sepanjang status nya sebagai warga Negara Indonesia maka harus mentaati dan tunduk pada ketentuan Undang-Undang nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan.Setiap warga Negara Indonesia wajib memiliki dokumen administrasi keperdataan sebagai tertib hukum dalam kehidupan bermasyarakat untuk menciptakan ketentraman dan keadilan.Terkait dengan persoalan tersebut maka diperlukan sosialisasi dan penyuluhan hukum tentang pentingnya dokumen yang berhubungan dengan administrasi keperdataan bagi warga masyarakat.
Notary as a public official of the State who is given the authority by law to make authentic deeds and other powers with the limitation that the deed made is not excluded from making it to other officials who are determined by law the notary's responsibility for the deeds that have been drawn up before him and / or by a Notary while carrying out his duties as a Notary, is until the end of his life or death, thus Article 65 of Law no. 2 of 2014 concerning Amendments to Law no. 30 of 2004 concerning the Position of Notary this must be read as such because there is no further explanation in the explanation of Law no. 2 of 2014 concerning Amendments to Law no. 30 of 2004 concerning the Position of the Notary PublicThis is important because if the time limit for the said responsibility is not set, it is possible that at old age the Notary will still be asked for information regarding the deeds that have been made while the person concerned is carrying out his duties as a state general official.Arrangements regarding expiry must be taken into consideration to determine the expiry limit of the Notary's responsibility for the deed drawn up before him.Keywords: Notary, Deed, Responsibility ABSTRAKNotaris sebagai pejabat umum Negara yang diberikan wewenang oleh Undang-Undang untuk membuat akta autentik dan kewenangan lainnya dengan batasan bahwa akta yang dibuat tersebut tidak dikecualikan pembuatannya kepada pejabat lain yang ditentukan oleh undang- undang tanggungjawab Notaris terhadap akta-akta yang telah dibuat dihadapannya dan/atau oleh Notaris selama menjalankan tugas menjadi Notaris, adalah sampai akhir hayat atau meninggal dunia, dengan demikian Pasal 65 UU No. 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas UU No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris ini harus dibaca demikian karena tidak ada penjelasan lebih lanjut didalam Penjelasan UU No. 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas UU No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris tersebut.Hal ini penting karena apabila tidak ditetapkan batas waktu tanggungjawab tersebut, maka tidak menutup kemungkinan diusia tua rentapun Notaris masih akan dimintai keterangan tentang akta-akta yang telah dibuat selama yang bersangkutan melaksanakan tugasnya sebagai pejabat umum negara.Pengaturan tentang kadaluwarsa harus dijadikan bahan pertimbangan untuk menentukan batas berakhirnya pertanggungjawaban Notaris terhadap akta yang dibuat dihadapannya.Kata Kunci: Notaris; Akta; Tanggung jawab
This article aims to analyze how the implementation of the principle of freedom of contract in smart contract e-commerce. Using the normative juridical method, this article concludes that the standard e-commerce agreement has not fulfilled the principle of freedom of contract and has not reflected the values of justice, balance, and proportionality. The contents of the agreement have been made unilaterally. Therefore, further studies are needed to provide space for the parties to negotiate the e-commerce sale and purchase agreement.Abstrak Tujuan dari penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui bagaimana penerapan asas kebebasan berkontrak dalam perjanjian baku smart contract e-commerce. Dengan menggunakan metode yuridis normatif, maka kesimpulan dari artikel ini adalah bahwa perjanjian baku smart cotract e-commerce tersebut belum memenuhi asas kebebasan berkontrak dan belum mencerminkan nilai keadilan, keseimbangan dan proporsionalitas karena isi perjanjian telah dibuat secara sepihak. Oleh karena itu diperlukan kajian lebih lanjut untuk memberikan ruang agar para pihak dapat bernegosiasi dalam perjanjian jual beli e-commerce.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.