<p align="center"><strong><em>ABSTRACT</em></strong><strong><em></em><em> <br /></em></strong></p><p><em>Temulawak is one of Indonesia’s indigenous plant which is rarely cultivated by farmers because it has a long harvest time and wide plant spacing. Intercropping temulawak with maize is expected to attract farmers to cultivate temulawak intensively. This research was aimed </em><em>at</em><em> obtain</em><em>ing</em><em> the most advantageous growth and yield of temulawak (<span style="text-decoration: underline;">Curcuma</span> <span style="text-decoration: underline;">xanthorrhiza</span>) in different planting patterns with maize (<span style="text-decoration: underline;">Zea</span> <span style="text-decoration: underline;">mays</span>). </em><em>This r</em><em>esearch </em><em>was </em><em>conducted at the Faculty of Agriculture Brawijaya University experimental </em><em>farm</em><em> in Jatikerto</em><em>, Malang,</em><em> from December 2014 </em><em>to</em><em> June 2015</em><em>. Experimental design was completely randomized block design with </em><em>four</em><em> replicat</em><em>ion and 6 treatments</em><em> </em><em>:</em><em> T1 (strip cropping, cropping simultaneously), T2 (row cropping, cropping simultaneously), T3 (strip relay cropping, planting 1 month before the </em><em>maize</em><em>), T4 (row relay cropping, planting 1 month before the </em><em>maize</em><em>), T5 (strip relay cropping, planting 1 month after the </em><em>maize</em><em>), T6 (row relay cropping, planting 1 month after the </em><em>maize</em><em>). </em><em>The growth and yield of temulawak were significantly affected by planting pattern and planting time of maize. Generally, earlier and simultaneously planted temulawak had higher growth and yield. Row cropping is the best planting pattern of turmeric combined with maize which produce 4</em><em>.</em><em>05 ton</em><em> </em><em>ha<sup>-1</sup> fresh rhizome weight.</em></p><p><em>Keywords :</em><em> </em><em>intercropping</em><em>,</em><em> maize, planting pattern,</em><em> planting time,</em><em> turmeric</em><strong></strong></p><p align="center"><strong> <br /></strong></p><p align="center"><strong>ABSTRAK</strong><strong></strong><strong> <br /></strong></p><p>Waktu panen yang lama serta jarak tanam yang lebar menyebabkan kurangnya minat petani untuk menanam temulawak sebagai tanaman utama. Salah satu solusi yang diharapkan untuk menarik minat petani dalam membudidayakan temulawak adalah dengan pola tanam tumpang sari dengan tanaman pangan. Jagung umumnya memiliki waktu panen relatif lebih singkat dan jarak tanam relatif sempit sehingga potensial untuk ditumpangsarikan dengan temulawak. Tujuan penelitian ini ialah untuk mendapatkan pola tanam yang memberikan pertumbuhan dan hasil terbaik bagi temulawak pada beberapa pola tanam tumpangsari dengan jagung. Penelitian ini dilakukan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya yang berlokasi di Desa Jatikerto, Malang pada bulan Desember 2014 sampai Juni 2015. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok yang diulang sebanyak 4 kali, dengan 6 perlakuan pola tanam sebagai berikut: T1 (<em>strip cropping</em>, ditanam bersamaan), T2 (pola <em>row cropping</em>, ditanam bersamaan), T3 (<em>strip relay</em> temulawak - jagung), T4 (<em>row relay</em> temulawak - jagung), T5 (<em>strip relay</em> jagung - temulawak), T6 (<em>row relay</em> jagung - temulawak). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan pola tanam pada sistem tumpangsari temulawak dan jagung memberikan pengaruh yang berbeda bagi pertumbuhan dan hasil temulawak. Temulawak yang ditanam lebih awal memiliki nilai rata-rata pertumbuhan dan hasil yang lebih baik jika dibandingkan dengan temulawak yang ditanam setelah jagung. Pola tanam <em>row cropping</em> memberikan hasil rimpang temulawak tertinggi pada berbagai macam pola tanam dengan jagung yang mencapai 4.05 ton ha<sup>-1</sup>.</p><p>Kata kunci: jagung, pola tanam, produksi, temulawak, tumpangsari</p>
This research aims to describe plants diversity having local wisdom value for Ot-Danum Dayak people, Tumbang Payang village and Tumbang Kania village, Central Kalimantan. The result reveals that since a long time ago, OtDanum Dayak people truly depend on natural resources to meet various daily needs. The vast majority of subsistence and society's income are form forest plants product. Plant diversity can provide food product for society, can produce various plants to be consumed and also produce alternative income sources, such as exploited for food, medicine, fermentation, tonic, cosmetic, building material and etc. However, the existing plant diversity is endangered since deforestation and forest degradation, and even there are many lesser-known species. Therefore, it needs to quickly find the information about the species to conservation effort, given the existing forest resource has a big potential to be developed and cultured to the species through domestication and providing a genetic resource for hybridization and selection.
Tanaman pegagan memiliki salah satu kandungan bahan aktif penting yaitu asiatikosida. Salahsatu cara untuk meningkatkan kadar asiatikosida tanaman pegagan adalah dengan aplikasi cekaman air dan cendawan mikoriza. Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh cendawan mikoriza dan cekaman air terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman pegagan untuk meningkatkan kadar asiatikosida. Penelitian secara faktorial dengan rancangan acak kelompok yang diulang tiga kali. Faktor pertama adalah 3 taraf dosis cendawan mikoriza yaitu tanpa cendawan mikoriza, 15 g polibag-1 cendawan mikoriza dan 30 g polibag-1 cendawan mikoriza. Faktor kedua adalah 4 taraf perlakuan cekaman air yaitu 100%, 75%, 50% dan 25% kapasitas lapang. Hasil penelitian menunjukkan terdapat interaksi antara cendawan mikoriza dengan perlakuan cekaman air terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman pegagan dalam meningkatkan kadar asiatikosida. Pada tingkat cekaman air 25% kapasitas lapang, perlakuan cendawan mikoriza 15 g polibag-1 dan cendawan mikoriza 30 g polibag-1 menghasilkan jumlah daun per rumpun, luas daun per rumpun, panjang tangkai daun per rumpun, panjang akar per rumpun, rasio tajuk akar dan kadar asiatikosida yang nyata lebih tinggi dibandingkan tanpa pemberian cendawan mikoriza. Pada perlakuan cendawan mikoriza 30 g polibag-1 dengan tingkat cekaman air 50% kapasitas lapang menunjukkan nilai kadar asiatikosida yang nyata lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa perlakuan cendawan mikoriza, namun tidak berbeda dengan perlakuan cendawan mikoriza 15 g polibag-1. Kata kunci : cendawan mikoriza, pegagan, cekaman air, asiatikosida.
Kedelai merupakan komoditas pertanian penting di Indonesia, karena dapat digunakan sebagai pangan, pakan maupun bahan baku industri. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari dan mendapatkan pengaruh berbagai dosis pupuk NPK dan jarak tanam terhadap pertumbuhan dan hasil kedelai. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni -September
Temulawak produces bioactive compounds that have antioxidant activity and changes in its chemical composition are caused by environmental pH. Sulphur is an essential nutrient for plants and a constituent of several coenzymes and vitamins that play a role in plant metabolism. Marginal calcareous land in Tuban is generally used as teak production forest, because food crops cannot grow optimally in this land. Temulawak is a shade-tolerant plant that can grow well in conditions of low light intensity. The objective of this research is to obtain the appropriate goat manure and sulphur fertilizer dosages for temulawak planted beneath teak stands on calcareous marginal soil in order to maximize its yield and quality. The field experiment was RCBD with three replications and two factors: manure level (10, 15 and 20 t ha-1) and ZA level (0, 40, 80 and 120 kg ha-1). The results showed that a higher fresh weight of rhizomes per clump was obtained in combination of 10 and 15 ha-1 manures and 40 kg ha-1 sulphur fertilizer. Similar high yield is obtained when 20 t ha-1 of manure is applied in combination with 80 kg ha-1 of sulphur. In addition, a higher curcumin content and antioxidant activity were obtained in plant treated with 10 t ha-1 manure without S fertilizer. Similar high curcumin content and antioxidant activity of the rhizome were also obtained from rhizome treated with 15 t ha-1 of manure in combination with 40 kg ha-1 sulphur fertilizer and 20 t ha-1 manure without sulphur fertilizer.
Ekstrak rimpang temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) memiliki sifat alelopati yang berasal dari senyawa metabolit sekunder. Senyawa metabolit tersebut menghambat pertumbuhan tanaman sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bioherbisida. Rumput teki ialah gulma yang sering tumbuh pada lahan budidaya tanaman kedelai, sehingga perlu dikendalikan. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari potensi ekstrak rimpang temulawak pada rumput teki dan mendapatkan konsentrasi ekstrak rimpang temulawak yang dapat menekan pertumbuhan rumput teki tetapi tidak menghambat perkecambahan kedelai. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret hingga April 2015 yang terbagi dalam tiga tahap penelitian. Penelitian pertama dilaksanakan di Laboratorium Sumberdaya Lingkungan menggunakan Rancangan Acak Lengkap. Penelitian kedua dan ketiga bertempat di Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, masing - masing menggunakan Rancangan Acak Lengkap dan Rancangan Acak Kelompok. Penelitian ini terdiri atas 6 perlakuan yaitu P0 (kontrol), P1 (konsentrasi 20%), P2 (konsentrasi 40%), P3 (konsentrasi 60%), P4 (konsentrasi 80%), P5 (konsentrasi 100%) dan 4 kali ulangan. Hasil penelitian menunjukan bahwa konsentrasi 20% ekstrak rimpang temulawak mampu menekan pertumbuhan tunas rumput teki. Peningkatan konsentrasi ekstrak rimpang temulawak hingga 60% mengakibatkan pertumbuhan tanaman rumput teki tertekan. Pengaruh ekstrak rimpang temulawak pada penghambatan perkecambahan terlihat pada perlakuan konsentrasi 60%. Rhizome extract of temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) has residue properties derived from secondary metabolites. The metabolites inhibit the growth of plants, and it can be used as bioherbicide. Cyperus rotundus is a common weed that grows in soybean cultivation and it needs to be controlled. This research aimed to study the potential of temulawak rhizome extract on Cyperus rotundus and get temulawak rhizome extract concentration that can suppress the growth of Cyperus rotundus without inhibiting the germination of soybeans. The experiment was conducted on March to April 2015 and divided into three experiments. The first experiment was conducted in the Laboratory of Environmental Resource using completely randomized design. The second experiment and third experiments placed in Greenhouse UB Faculty of Agriculture, each using completely randomized block design and randomized block design. This study consisted of six treatments that were P0 (control), P1 (20% concentration), P2 (40% concentration), P3 (60% concentration), P4 (80% concentration), P5 (100% concentration) and four replications. The results showed that 20% concentration of temulawak rhizome extract can suppress Cyperus rotundus. Increasing concentration of temulawak rhizome extract up to 60% suppress growth of Cyperus rotundus. Temulawak rhizome extract significantly inhibited germination of soybeans at concentration of 60%.
Coleus merupakan jenis tanaman yang sering dibudidayakan menjadi tanaman obat maupun tanaman hias oleh kebanyakan masyarakat. Warna pada tanaman coleus disebabkan oleh pigmen yang terakumulasi didalamnya dan menyebabkan variasi warna, semakin tinggi dan pekat warna pada daun maka semakin tinggi kandungan antosianinya (Nguyen & Cin, 2009). Namun kandungan antosianin pada tanaman coleus menurut Ayu et al. (2018) berkisar 0,1664 -0,8209 mg/g. Hal tersebut dikarenakan pada budidaya umum yang dilakukan petani memberikan dosis pupuk yang kurang sesuai dengan kebutuhan tanaman coleus. Tujuan penelitian ini untuk mempelajari interaksi antar dosis pupuk kandang dan dosis kapur terhadap pertumbuhan dan kandungan antosianin tanaman coleus. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Jatimulyo, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya, penelitian dimulai bulan Februari-April 2020. Penelitian ini disusun dengan Rancangan Acak Kelompok Faktorial dengan 12 perlakukan yang diulang sebanyak 3 kali. Analisis data menggunakan analysis of varian (ANOVA) dan pengujian dilakukan dengan menggunakan F tabel taraf 5%. Apabila terjadi pengaruh nyata maka dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Jujur (BNJ). Hasil menunjukan perlakuan 20 ton ha-1 pupuk kandang memberikan respon pertumbuhan lebih tinggi pada variabel pengamatan jumlah ruas, tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah daun, berat segar, dan berat kering tanaman. Sementara secara umum penambahan kapur 2, 4, dan 6 ton ha-1 tidak berpengaruh terhadap variabel pertumbuhan, berat segar, dan berat kering tanaman. Penambahan dosis pupuk kandang 20 ton ha-1 dan kapur 6 ton ha-1 menghasilkan kualitas antosianin yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya, penggunaan kapur 1-6 ton-1 dan pupuk kandang 10-20 ton-1 menghasilkan antosianin dengan kisaran 0,377-0,618 mg/g.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
hi@scite.ai
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.