This research attempts to dismantle the meaning in the Ponogogo Reog symbol by using Javanese tradition studies, both in asthabrata teachings and Javanese cosmogony: keblat papat kelimo pancer. This research is important because not many people understand the meaning contained in the Reog symbols. On the other hand, the Reog symbols are now being reduced by the interests of commercialism so as to eliminate the valuable values in them. This can be seen in the use of Reog symbols which are used as a citybranding media in the city of Ponorogo and performances that come out of the standards Reog tradition. Reog's art has turned into a commodity that is traded to the market. This study uses qualitative methods using a critical paradigm. A paradigm that assesses social reality is not a neutral reality, but is deliberately shaped by and for political, economic, and social interests that are dominated by dominant groups in society by collecting data through observation and in-depth interviews with experts in the field of Javanese culture, specifically about Reog to obtain the meaning of the Reog Ponorogo symbol from Javanese tradition. The results of this study describe the meaning in the Reog symbol and see the development of traditional Javanese art is reduced by market interests. The symbols in Reog Ponorogo have meanings related to lust that exists in humans. Symbolization in Reog's art forms valuable meanings and values in society. in general, Reog Ponorogo is a show that can provide guidance in living life for those who see it or understand it deeply. Reog is no longer an art and culture that requires special rituals in every performance but is commodified into a commercial merchandise. At this stage, Reog's products are adjusted to market demands with market standards as well. Products related to Reog are then mass-produced and even made replicas that resemble Reog. Keywords: Reog, Ponorogo, Symbols, Meanings, Cultural Values, Commodities ABSTRAK Penelitian ini berusaha membongkar makna dalam simbol Reog Ponorogo dengan menggunakan kajian tradisi Jawa, baik dalam ajaran asthabrata maupun kosmogoni Jawa: keblat papat kelimo pancer.Penelitian in penting karena tidak banyak masyarakat memahami makna yang terkandung dalam simbol-simbol Reog. Di sisi lain, simbol-simbol Reog saat ini mulai direduksi oleh kepentingan komersialisme sehingga menghilangkan nilainilai adiluhung di dalamnya.Hal ini tampak dalam penggunaan simbol-simbol Reog yang digunakan sebagai media citybranding kota Ponorogo maupun pertunjukan-pertunjukan yang keluar dari pakem-pakem tradisi Reog. Seni Reog berubah menjadi sebuah komoditas yang diperdagangkan ke pasar. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan menggunakan paradigma kritis. Sebuah paradigma yang menilai realitas sosial bukan sebagai sebuah realitas yang netral, melainkan sengaja dibentuk oleh dan untuk kepentingan politik, ekonomi, dan sosial yang dikuasai oleh kelompok-kelompok yang dominan dalam masyarakat dengan pengumpulan data melalui observasi dan wawancara mendalam kepada ahli bidang kebudayaan Jawa, khususnya tentang Reog untuk memperoleh makna-makna simbol Reog Ponorogo dari tradisi Jawa. Hasil dari penelitian ini mendiskripsikan makna dalam simbol Reog sekaligus melihat perkembangan seni tradisional Jawa ini tereduksi oleh kepentingan pasar. Simbol-simbol dalam Reog Ponorogo memiliki makna terkait dengan nafsu yang ada dalam diri manusia. Simbolisasi dalam kesenian Reog membentuk makna-makna dan nilai-nilai adiluhung di masyarakat. secara umum, Reog Ponorogo merupakan sebuah pertunjukan yang bisa memberikan tuntunan dalam menjalani kehidupan bagi yang melihatnya atau mengerti secara mendalam. Reog bukan lagi sebuah seni budaya yang memerlukan ritual khusus dalam setiap pertunjukan melainkan dikomodifikasi menjadi sebuah barang dagangan yang dikomersialkan. Pada tahapan ini, produk Reog disesuaikan dengan permintaan pasar dengan standar-standar pasar pula. Produk-produk yang berkaitan dengan Reog kemudian diproduksi secara massal bahkan dibuat replika-replika yang menyerupai Reog. Kata Kunci: Reog, Ponorogo, Simbol, Makna, Nilai Budaya, Komoditas
Manunggale Cipto, Roso, Karso Agawe Rahayuning Bumi Reog slogan ini terpampang pada Pendopo Agung Ponorogo yang terletak di alun-alun pusat Kota Ponorogo. Ponorogo memanfaatkan kesenian tradisonalnya yaitu Reog untuk mengkomunikasikan kotanya. Reog merupakan kesenian khas daerah Ponorogo yang telah ada sejak berabad-abad yang lalu dan diwariskan secara turun-temurun di kalangan masyarakat Ponorogo hingga saat ini. Kesenian ini juga banyak mengandung tradisi dan nilai-nilai luhur budaya yang harus dilestarikan, untuk itu pemerintah mengangkat Reog sebagai inspirasi dalam menciptakan sebuah brand bagi kotanya. Reog dihadirkan melalui berbagai elemen pembentuk citra kota, tujuan utama dari pencitraan ini adalah mengundang hadirnya para wisatawan domestik maupun asing, terutama pada acara tahunan yang diadakan oleh pemerintah yaitu Grebeg Suro. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode penggalian data melalui observasi dan wawancara. Penggalian data dilakukan selama empat hari di Ponorogo untuk mengetahui citra kota yang dihadirkan melalui Reog. Analisis citra kota ditinjau berdasarkan hasil wawancara terhadap masyarakat dan pengunjung Kota Ponorogo. Hasil penelitian menunjukan adanya paradoks yang terjadi pada Reog ketika digunakan sebagai pembentuk citra kota Ponorogo. Citra kota yang dihasilkan tidak sesuai dengan makna secara tradisi yang terkandung pada Reog Ponorogo.
Destination branding merupakan sebuah usaha dalam membangun persepsi masyarakat terhadap sebuah destinasi, dengan memasarkan atau mengenalkan potensi dan keunggulan yang ada, sehingga bisa menjadi sebuah identitas pada tempat tersebut. Desa Ngadas yang terletak di Kabupaten Malang memiliki berbagai macam potensi untuk dikomunikasikan dan dikenalkan kepada masyarakat luas agar warisan budaya desa Ngadas dapat ikut terjadga dan lestari. Selain itu juga sebagai pembelajaran kepada masyarakat melalui keharmonisan yang menjadi ciri khas masyarakat Desa Ngadas. Oleh karena itu, diperlukan branding untuk Desa Ngadas agar potensinya dapat dikenali dan dilestarikan. Dengan Destination branding ini, desa Ngadas memiliki kesempatan untuk memperkenalkan potensinya, sekaligus melestarikan warisan budaya bagi para penerusnya. Metode penelitian yang dilakukan di Destination branding ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan langsung ke lapangan dan wawancara mendalam kepada pihak terkait untuk memperdalam pengetahuan tentang desa Ngadas. Dari metode tersebut terlihat bahwa desa Ngadas merupakan salah satu desa di Kabupaten Malang yang kaya akan potensi.
In the development of the creative economy in Indonesia, visual communication design was able to contribute 579.3 billion Rupiah in 2016, but this only contributed 0.06% of the Gross Domestic Product (GDP) of all creative industry sub-sectors. Visual Communication Design is a branch of design science that studies communication concepts and creative expression, techniques and media by utilizing visual or visual elements to convey messages for specific purposes (information or persuasion purposes, namely influencing behavior). There are many things that can be learned in the world of DKV, one of which is animation. This service program aims to introduce high school and vocational students to the world of DKV and animation science in the industrial world. The material presented includes basic knowledge of DKV, animation and job opportunities. Socialization is carried out online using the zoom application. So that the participants who attended could cover all of Indonesia. At the end of the activity a questionnaire will be given to find out the participants' understanding, as much as 92% of participants understand the material presented. In the final conclusion, students have gained an understanding of the world of DKV and animation as one of their considerations in determining their further education.
The purpose of this activity is to assist SMEs Sari Delight Surabaya to solf the problems they face in running their business effectively and schive the target. Some of the problems faced include capitalization, decreased sales, distribution, decreased production, difficulty in raw materials, and difficulty in selling. So that in this activity it provides the right solution, namely by compiling a Business Model Canvas (BMC) to analyze each block on BMC so that we can find out the problems and shortcomings that must be met. Developing a marketing strategy is also done using social media as a medium of sales, such as Instagram, WhatsApp and Go-Food for promotions and sales medium, because it makes it easier for MSMEs to sell their product, besides that, we also design attractive packaging and make videos for product promotion. In addition, this activity also provides e-commerce training in order to optimize the marketing channel media, so that sales increase. The results of this study are that the use of social media makes it easier for companies to carry out their promotional activities.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
hi@scite.ai
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.