Pada penelitian ini telah dilakukan destilasi minyak kulit jeruk nipis (Citrus aurantifolia) dengan menggunakan alat hidrodestilasi Stahl dan pembuatan mikrokapsulnya menggunakan polimer etil selulosa. Metode pembuatan mikrokapsul yang digunakan adalah difusi solven-emulsi/coacervation, dengan memvariasikan rasio minyak terhadap air (o/w) dan rasio core/shell sementara penggunaan jumlah emulsifier tween 80 dan PVA masingmasing sebesar 2% dan 0,8%. Karakterisasi minyak jeruk nipis dilakukan menggunakan GC-MSD dan spektrofotometer, sedangkan morfologi mikrokapsul menggunakan SEM. Hasil percobaan menunjukkan bahwa minyak kulit jeruk nipis mengandung komponen utama 1-limonen dengan serapan maksimum teramati pada λ =296 nm. Kondisi percobaan optimum pembuatan mikrokapsul tercapai pada rasio o/w = 1:20 dan rasio core/shell= 2:1,5. Ukuran mikrokapsul minyak jeruk nipis sangat random berkisar 17,9 hingga 120,6 µm.
ABSTRAKPada proses pencapan tekstil diperlukan zat pembantu berupa pengental untuk menghantarkan warna pada kain. Beberapa pengental alam dapat digunakan untuk proses pencapan tersebut salah satu diantaranya adalan gum xanthan. Gum xanthan dapat diperoleh dari aktivitas mikroorganisme dengan diberikan nutrisi yang mencukupi untuk pertumbuhannya, seperti sumber karbon dan nitrogen. Sumber karbon dapat diperoleh dari ampas tahu sisa dari kegiatan industri pembuatan tahu. Pada penelitian ini, digunakan ampas tahu sisa dari proses pembuatan tahu di industri tahu rumahan, sebagai substrat dalam produksi gum xanthan oleh bakteri Xanthomonas campestris. Gum xanthan yang dihasilkan dicoba sebagai pengental pada proses tekstil dengan melihat sifat-sifat dari pengental diantaranya viskositas, dilihat gugus-gugus fungsional gum xanthan dengan analisis FTIR, melihat morfologi gum xanthan serbuk menggunakan SEM, kadar air, kadar abu, derajat putih dan kekakuan kain. Hasil dari Penelitian ini diperoleh gum xanthan sebanyak 35 g/L pada kondisi konsentrasi tepung ampas tahu sebanyak 2% (b/v), penambahan sukrosa 1% (b/v), volume kultur bakteri Xanthomonas campestris sebanyak 20% (v/v) dan proses fermentasi yang dilakukan selama 5 hari. Dari hasil tersebut membuktikan bahwa bakteri Xanthomonas campestris mampu mengkonversi gula menjadi gum xanthan maksimal sebesar 87,5%. Dari hasil karaktisasi derajat putih dan kekakuan kain, gum xanthan dari tepung ampas tahu dapat digunakan sebagai pengental pada proses tekstil baik untuk serat sintetis maupun serat alam.Kata kunci: gum xanthan, ampas tahu, Xanthomonas campestris, pengental, pencapan tekstil ABSTRACTIn the textile printing process is needed a thickener to deliver the color in to the fabric. Some natural thickeners can be used for the printing process, one of which is xanthan gum. Xanthan gum can be obtained from the microorganisms activity with adequate nutrition for its growth, such as carbon and nitrogen sources. The carbon source can be obtained from the residual tofu dregs from tofu industry. In this study, tofu dregs from tofu home industry used as substrate in xanthan gum production by Xanthomonas campestris bacteria. The resulting xanthan gum was attempted as a thickener in the textile process by looking at the properties of the thickener such as viscosity, viewed functional groups of gum xanthan with FTIR analysis, looking at the morphology of gum xanthan powder using SEM, moisture content, ash content, degree of white and stiffness of the fabric. The results of this study obtained 35 g / L xanthan gum at 2% (w / v) dregs of flour dregs, 1% sucrose (b / v) addition, culture volume of Xanthomonas campestris bacteria 20% (v / v) and fermentation process conducted for 5 days. From these results also proven that Xanthomonas campestris bacteria able to produce xanthan sugar a maximum of 87.5%. From the results of white degree and fabric rigidity characterization, xanthan gum from the tofu dregs flour can be used as a thickener in the textile process, both synthetic fiber and ...
Tujuan penelitian adalah mendapatkan metode fiksasi/pembubuhan kitosan pada kain katun untuk memperoleh kain katun yang bersifat antibakteri, penelitian dilakukan dilaboratorium dan selanjutnya metoda yang ditemukan di uji-coba dengan skala pilot di industri tekstil. Pada penelitian ini fiksasi kitosan pada kain katun dilakukan dengan metoda kimia, yaitu modifikasi kovalen pada serat kapas yang merupakan serat selulosa dengan pembentukan gugus aldehida yang akan berikatan dengan gugus amina pada kitosan yang dilakukan dengan cara perendaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses oksidasi selulosa pada kain katun hingga memiliki gugus aldehida yang kemudian berikatan dengan gugus amina pada kitosan telah menghasilkan fiksasi kitosan pada kain katun, sehingga memberikan sifat antibakteri pada kain katun. Penggunaan kitosan dengan BM 171.790 Da sebagai zat antibakteri pada kain katun telah menghasilkan kain katun antibakteri yang memiliki ketahanan terhadap proses pencucian, dan pemanasan (setrika), tidak menurunkan parameter kualitas tekstilnya seperti kekuatan dan kenampakannya, serta cocok (compatible) dengan zat-zat kimia tekstil yang digunakan pada proses tekstil yaitu proses pencelupan. Hasil percobaan pembuatan kain katun antibakteri di laboratorium, telah diaplikasikan di industri dan memberikan hasil yang baik.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
hi@scite.ai
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.