Estrus synchronization is one of the reproduction technology applied in the cows that aim to induce estrus of some cows to occur in the same time. In this research, all cows expressing estrus would be inseminated using sexed sperm that produced using column albumen method. Sexing sperm technology could be applied to produce the desired sex of calf. Effectivity of chilled sexed sperm to produce the desired sex of calf was evaluated in this research. Sixty three bali cows divided into 2 groups of ages (3-4 yo. and 5- 6 yo.) were used and performed synchronization using Capriglandin (PGF2a) hormone prior to application of artificial insemination with chilled sexed sperm. Variable measured were success rate of synchronization, estrus post synchronization, estrus quality, non return rate, conception rate and calving rate. The results showed that 62.90% of cows showed estrus following synchronization, estrus post synchronization occurred at 71.73 hours following synchronization, and estrus quality was 2.5%. There were 82.54% of inseminated cows was predicted to be pregnant after first insemination using chilled sexed sperm. However, only 73.02% could maintain the pregnancy up to calving. Whereas 78.26 % of newborn calf was male calf. Finally, it was concluded that PGF2a was effective to trigger estrus in bali cows, while sexed sperm still had good fertility and the sex of newborn calf was 78,26% confirmed the prediction. ABSTRAK Sinkronisasi estrus merupakan salah satu teknologi reproduksi yang diterapkan pada ternak sapi betina dengan tujuan untuk mendapatkan sejumlah ternak yang estrus secara bersamaan. Pada penelitian ini ternak yang mengalami estrus tersebut diinseminasi menggunakan spermatozoa yang telah melalui proses sexing menggunakan metode kolum albumen. Teknologi sexing spermatozoa memungkinkan untuk mengatur kelahiran anak ternak sesuai jenis kelamin yang diinginkan. Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi efektivitas penggunaan semen cair hasil sexing dalam memproduksi anak sapi dengan jenis kelamin yang diinginkan. Sapi bali induk sebanyak 63 ekor yang dibagi ke dalam dua kelompok, umur 3-4 tahun dan 5-6 tahun digunakan sebagai akseptor pada penelitian ini. Sebelum inseminasi buatan (IB) dilakukan, semua sapi akseptor disinkronisasi menggunakan hormon Capriglandin (PGF2a). Variabel yang diamati adalah keberhasilan sinkronisasi, estrus pascapenyerentakan birahi, kualitas estrus, non return rate, conception rate dan calving rate. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 62,90% sapi mengalami estrus setelah sinkronisasi dengan rataan waktu munculnya estrus 71,73 jam dan kualitas estrus 2,5. Sapi yang diprediksi bunting setelah inseminasi pertama dengan semen hasil sexing mencapai 82,54%. Jumlah sapi yang mampu mempertahankan kebuntingan hingga melahirkan hanya 73,02% dengan persentase jumlah anak sapi jantan yang dilahirkan mencapai 78,26%. Simpulan yang dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah PGF2a cukup efektif merangsang munculnya estrus pada sapi bali induk dan spermatozoa hasil sexing masih mempunyai daya fertilitas yang cukup baik dengan tingkat kesesuaian jenis kelamin anak sapi yang dilahirkan mencapai 78,26%.
INTISARIKunyit (Curcuma domestica Valet) merupakan tanaman yang telah banyak digunakan sebagai aditif pakan golongan fitobiotik pada ayam broiler. Kunyit mengandung kurkumin, suatu zat aktif yang dapat meningkatkan daya tahan tubuh unggas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek fitobiotik kunyit terhadap profil darah puyuh pedaging. Seratus dua puluh delapan ekor puyuh pedaging dikelompokkan dalam 4 perlakuan dengan 4 ulangan berdasarkan Rancangan Acak Lengkap. Pakan yang diberikan mengandung 24% protein kasar dan 2.900 kcal/kg metabolizable energy. Perlakuan yang diberikan adalah R0 (pakan basal + 0% tepung kunyit), R1 (pakan basal + 0,1% tepung kunyit), R2 (pakan basal + 0,5% tepung kunyit), dan R3 (pakan basal + 1,0% tepung kunyit). Peubah yang diamati adalah profil darah meliputi jumlah eritrosit, leukosit, hemoglobin (Hb), hematokrit, total protein plasma, neutrofil, limfosit, dan monosit. Data yang diperoleh selama 42 hari masa pemeliharaan dianalisis menggunakan analisis ragam berdasarkan Rancangan Acak Lengkap dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil. Pemberian tepung kunyit tidak memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah eritrosit, hematokrit, Hb, dan kandungan total protein plasma darah puyuh. Pemberian tepung kunyit menunjukkan pengaruh (P<0,05) terhadap jumlah leukosit, neutrofil, limfosit, dan monosit puyuh. Penambahan tepung kunyit aras 1,0% dalam pakan puyuh pedaging secara nyata (P<0,05) memperlihatkan persentase neutrofil paling rendah yang menunjukkan adanya aktivitas antibakteri senyawa kurkumin yang terdapat di dalam kunyit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian tepung kunyit sampai aras 1,0% dalam pakan puyuh pedaging menunjukkan adanya aktivitas imunomodulator dengan menekan persentase neutrofil dan merangsang proliferasi monosit.(Kata kunci: Kunyit, Puyuh, Profil darah) ABSTRACT Turmeric (Curcuma domestica
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh peningkatan serat kasar dengan penggunaan daun murbei terhadap persentase bobot saluran pencernaan broiler. Seratus ekor DOC (day old chick) broiler, daun murbei, cairan rumen dan bahan pakan lainnyadigunakan dalam penelitian dengan rancangan acak lengkap 5 perlakuan yaitu T0 (kontol), T1 (penggunaan 10% daun murbei), T2 (10% daun murbei fermentasi), T3 (20% daun murbei) dan T4 (20% daun murbei fermentasi) serta 4 ulangan. Parameter yang diamati berupa persentase bobot saluran pencernaan (tembolok, proventrikulus, gizzard, hati, pangkreas, usus halus, sekum). Hasil penelitian menunjukan peningkatan serat kasar dengan 10% dan 20% daun murbei (fermentasi dan tidak fermentasi) tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap bobot tembolok, proventiculus, hati dan pangkreas. Tetapi berpengaruh nyata (P<0,05) meningkatkan bobot gizzard pada taraf 20% murbei dibanding kontrol, perlakuan 10% dan 20% berpengaruh nyata (P<0,05) meningkatkan bobot usus halus (doudenum, jejenum, ileum) dan sekum dibanding kontrol. Perlakuan fermentasi dan tanpa fermentasi tidak menunjukan perbedaan untuk semua parameter. Peningkatan serat kasar ransum dapat mempengaruhi bobot saluran pencernaan terutama gizzard, usus halus dan sekum. Kata kunci: Serat Kasar, Daun Murbei, Saluran Pencernaan
ABSTRAK Ketersediaan hijauan pakan ternak haruslah memenuhi aspek kuantitas, kualitas dan kontinyuitas. Teknologi pengawetan pakan dengan membuat silase berbahan tanaman pakan yang sesuai diharapkan dapat memenuhi kebutuhan pakan tersebut. Sorgum memiliki potensi sebagai bahan silase yang baik namun perlu ditingkatkan kualitasnya dengan menambahkan hijauan yang tinggi kandungan protein kasarnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kualitas dan karakteristik fermentasi silase kombinasi sorgum dan leguminosa. Penelitian ini dilakukan dengan mengkombinasikan Stay green dan Indigofera zolingeriana (100:0, 60:40, 50:50, dan 40:60%) sebagai bahan silase untuk dievaluasi pH, kandungan bahan kering (BK), bahan organik(BO), protein kasar (PK) dan Nilai Fleigh. Silase dibuat dalam silo ukuran 1 liter yang difermentasi selama 21 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meningkatnya persentase Indigofera zolingerianadalam silase meningkatkan pH silase, BK, dan PK silase. Peningkatan pH tersebut berakibat pada terjadinya proteolisis pada PK silase. Penggunaan Indigofera zolingeriana dalam silase kombinasi dengan sorgum Stay green pada persentase 40% masih memungkinkan untuk memperoleh silase kombinasi yang berkualitas baik (Nilai Fleigh 70,13) dan kandungan protein kasar mencapai 15,68%. Kualitas tersebut selanjutnya akan menurun apabila persentase Indigofera zolingeriana dinaikkan walaupun kandungan protein kasar meningkat.Kata Kunci: Silase, Kombinasi, Kualitas, Evaluasi, Nilai Fleigh.ABSTRACTFeed availability has to meet quantity, quality and continuity aspect. Feed preservation technology by making silage from suitable forage plants is expected to meet these needs. Sorghum has the potential as a good silage material but needs to be improved in quality by adding other forage which have high crude protein content. This study was aimed to evaluate the quality and characteristics fermentation of sorghum and legumecombination silage. This research was conducted by combining Stay greensorghum and Indigofera zolingeriana (100: 0, 60:40, 50:50, and 40: 60% combination) as silage material to be evaluated for pH, dry matter content (DM), organic matter (OM), crude protein (CP) and Fleighpoint. Silage was made in 1 liter size silos which are fermented for 21 days. The results showed that the increasing percentage of Indigofera zolingeriana in silage could increase silage, pH, DM, and CP silage. The increase in pH resulted in proteolysis of silage protein. The added of Indigofera zolingeriana in silage combination at 40% was still possible to obtain good quality silage (Fleighpoint 70.13) and reaching 15.68% of silage CP content. The silage quality was decrease if the percentage of Indigofera zolingeriana increased, even though the silage CP content could increasesafterward.Keywords: Silage, Combination, Quality, Evaluation, Fleigh point
Meatballs can be identified as a good product if they had chewy property. To make the meatballs chewy, meatballs producers try to add natural and artificial additives. This research aimed to study the addition effect of the natural gelling agents on organoleptic characteristics of chicken meatballs. This research using a completely randomized design with 4 treatments and 25 trained panelists as replication. The treatments were an additional level of gelatin and they controlled without gelatin (P0), the addition of 1% gelatin of meat weight (P1), the addition of 2% gelatin of meat weight (P2), and addition of 3% gelatin of meat weight (P3). The result showed that addition gelatin as a natural gelling agent up to 3% on chicken meatballs making process did not give any significant effect (P<0,05) on color, aroma, flavor, texture and chewy. It can be concluded that the gelatin addition up to 3% is still lacking and need to be added to give a better chewy sensation.
<p class="BODY-ABSTRACT">This research was aimed to study the effect of electrical stimulation period on physical and organoleptic properties of Muscovy duck meat. This research used 20 female Muscovy ducks, 1.5-2 years of age. The ducks were divided into 5 groups treatments for 4 replications. The treatments were period of electrical stimulation: 0, 5, 10, 15, and 20 minutes. The result showed that period of electrical stimulation did not affect (P>0.05) cooking loss but significantly affected (P<0.05) the tenderness, color, flavour, aroma, pH, and juiciness of duck meat. The best treatment was 20 minutes stimulation.</p>
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar glukosa dalam darah ayam kampung super yang diberi ransum tersuplementasi minyak kelapa sawit terproteksi. Sebanyak 64 ekor ayam kampung super dibagi dalam 16 petak kandang berdasarkan rancangan acak kelompok dengan 4 perlakuan dan 5 ulangan. Perlakuan yang dicobakan P0= (60% jagung + RK-24AA+), P1= (P0+ 3% minyak kelapa sawit terproteksi), P2 = (P0+ 6% minyak kelapa sawit), P3= (P0+ 9% minyak kelapa sawit terproteksi). Ternak percobaan dikelompokkan berdasarkan bobot badan awal yaitu K1= 100 -110 g, K2 = 111-120 g, K3= 121 - 130 g, dan K4= 131 - 140 g. Data yang diperoleh dianalisis mengunakan analisis ragam. Jika perlakuan berpengaruh nyata maka dilanjutkan dengan uji wilayah berganda duncan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian minyak kelapa sawit terproteksi dalam ransum tidak memberikan pengaruh nyata (P>0,05) terhadap kadar glukosa dalam darah ayam kampung super umur 5 minggu. Rataan kadar glukosa darah yaitu 317,3±24,6 mg/dl untuk P0, 302,0±28.5 mg/dl untuk P1, 309,0±33,1 mg/dl untuk P2, dan 292,8±25,6 mg/dl untuk P3. Dapat disimpulkan bahwa penambahan minyak kelapa sawit terproteksi dengan taraf 3,6, dan 9% dalam ransum tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kadar glukosa dalam darah ayam kampung super pada fase pertumbuhan tetapi mampu menghasilkan kadar glukosa dalam kisaran normal. Kata kunci : Minyak Kelapa Sawit Terproteksi, Kadar Glukosa, Ayam Kampung Super.
Beef is one of the protein source in human food. Usually, to be stored for a long time, the beef is frozen first, then thawed back before use. This research was aimed to study the effect of several thawing methods on pH, cooking loss, and color of Bali Cattle frozen beef, especially from the longisimus dorsi part. Several thawing methods used were kept the frozen beef at room temperature (28-30°C) (T1), soaked in water (T2), and soaked in warm water (60°C) (T3). The data obtained were analyzed using variance analysis based on completely randomized design with 3 treatments and 5 replications, and continued using least significant different test. The result showed that the using of several thawing methods did not give any significant effect (P>0,05) on beef pH, but give significant effect (P<0,05) on cooking loss and color of beef. The lowest cooking loss were found on thawing used warm water (T3) and brightest color were found on thawing in room temperature (T1).
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
hi@scite.ai
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.