The purpose of this research is to study the role of justice collaborator in uncovering who is the mastermind behind a major crime in the act of criminal law, and also not only end on a minor defendant (field defendant). The empirical law research methods is conducted on the Commission Eradication Commission (KPK) and the Witness and Victim Protection Agency (LPSK). The results shows that the role of justice collaborator facilitates the verification in the criminal judicial process in order to totally reveal the well-organized transnational crime. In this context, corruption in Indonesia is committed collectively, the existence of regulations on justice collaborator is a legal instrument that is expected to strengthen the collection of Form of Evidence dan Real Evidence at the trial
Salah satu tujuan dibentuknya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yaitu untuk terwujudnya pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan yang aman, selamat, tertib, lancar dan terpadu dengan moda angkutan lain untuk mendorong perekonomian nasional, memajukan kesejahteraan umum, memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, serta mampu menjunjung tinggi martabat bangsa. Dalam upaya penegakan hukum lalu lintas di jalan raya, khususnya di wilayah perkotaan seperti di Kota Bandung terhadap pelanggar lalu lintas di jalan raya telah diterapkan Elektronik-Traffic Law Enforcement (E-TLE) yaitu sistem yang memotret pelanggaran di jalan raya melalui kamera CCTV, kamera pengintai tersebut tersambung langsung ke TMC. Permasalahan yang diteliti adalah : 1) bagaimana pengaturan E-TLE dan sanksinya dalam hukum positif Indonesia, 2) bagaimana pelaksanaan penegakan hukum pidana tilang elektronik (ETLE) terhadap pelanggar lalu lintas di Kota Bandung, 3) bagaimana kebijakan Poltabes Bandung merespon kendala yang di hadapi dalam penindakan e tilang. Metode penelitian ini menggunakan penelitian hukum secara yuridis empiris. Dalam penelitian ini penulis menjabarkan tentang Das Sollen Das Sein atau kesesuaian harapan penegakan hukum terhadap pelanggaran lalu lintas yang dikenakan sanksi pidana berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan dengan kenyataan yang terjadi dalam penegakan hukum terhadap pelanggaran lalu lintas. Hasil penelitian menggambarkan bahwa pengaturan E-TLE yaitu Pasal 272 Undang Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan dan Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pemeriksaan Kendaraan Bermotor Di Jalan Dan Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan. Pelaksanaan tilang elektronik (ETLE) terhadap pelanggar lalu lintas di wilayah hukum Polrestabes Bandung Kota Bandung belum efektif karena pelaksanaan tilang elektronik (ETLE) belum sesuai dengan tujuan yang diharapkan dari program E-Tilang. E-Tilang yang seharusnya dilakukan berbasis elektronik (tanpa menggunakan surat tilang) pada prakteknya masih menggunakan surat tilang. Selain itu masih banyak masyarakat yang belum tahu mengenai prosedur penyelesaian perkara pelanggaran lalu lintas dengan E-Tilang sehingga banyak masyarakat yang kesulitan ketika akan melakukan proses pembayaran denda maupun pengambilan barang yang disita sebelummnya. Kendala yang di hadapi dalam penindakan e tilang yaitu belum optimalnya koordinasi antara Kepolisian, Pengadilan Negeri, Kejaksaan Negeri dan Bank Rakyat Indonrsia (BRI) selaku instansi yang berkaitan langsung dalam program E-Tilang, kurangnya sosialisasi kepada masyarakat sehingga masih banyak masyarakat yang belum mengerti E-Tilang baik itu program maupun alur pelaksanaannya, kurangnya keperdulian masyarakat untuk belajar dan mencari tahu mengenai program E-Tilang dalam proses penyelesaian perkara pelanggaran lalu lintas.
Pelanggaran Lalu Lintas adalah perbuatan yang bertentangan dengan lalu lintas dan peraturan pelaksanaannya, baik yang dapat ataupun yang tidak dapat menimbulkan kerugian jiwa atau benda. Permasalahan yang diteliti adalah: bagaimana pengaturan tindak pidana kealpaan yang menyebabkan orang lain meninggal dalam peraturan-perundangan, lalu bagaimana penerapan, kendala, dan upaya restoratif justice dalam tindak pidana kealpaan kecelakaan lalu lintas golongan berat di wilayah Polresta Bandung. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu penelitian hukum normatif yang mengkaji data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaturan tindak pidana kealpaan dalam berkendaraan yang menyebabkan orang lain meninggal diatur dalam Pasal 310 ayat (4) UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan Pasal 359 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Jo. Pasal 63 ayat (2) KUHP. Kendala penerapan restoratif justice dalam kecelakaan lalu lintas golongan berat di wilayah Polresta Bandung yaitu: 1) belum ada payung hukumnya, 2) Besaran ganti rugi kadang-kadang dijadikan sebagai alat untuk mencari keuntungan bagi pihak tertentu dalam proses perdamaian pada peristiwa pidana kecelakaan lalu-lintas di wilayah hukum Polresta Bandung, 3) Keterbatasan kemapuan ekonomi pelaku tindak pidana lalu lintas golongan berat 4) Keterlibatan pihak-pihak yang tidak terkait langsung dalam peristiwa kecelakaan lalu lintas. Upaya yang dapat dilakukan yaitu menginterprestasikan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana yaitu Pasal 7 ayat (1) huruf j, Pasal 16 ayat (1) huruf l dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 dan berkoordinasi dengan atasan dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana kecelakaan lalu lintas golongan berat yang mana antara para pihak telah melakukan perdamaian secara kekeluargaan.
Yun Frida Isnaini, 1220160023, The Implementation of Compensation for Victims of CriminalActs Terrorism According to concerning Protection of Witnesses and Victims Law Number 31 of2014. Faculty of Law, Universitas Islam As-Syafi’iyah, 2020. This study elaborate on theprotection of victims of terrorism according to the Protection of Witnesses and Victims Law. Thisstudy aims to determine that there is a need for compensation for victims of criminal acts ofterrorism in Indonesia, as well as for criminal acts of terrorism to be compensated based on thelaws in Indonesia. The research was conducted by analyzing court decisions. In addition, theauthor also conducts literature studies by examining books, literature, and invitation regulationsrelated to the problems that the author discusses in this thesis. The results of the research showthat: (1) The mechanism for providing compensation by the Witness and Victim Protection Agencythrough court decisions, (2) Compensation is a form of state responsibility for victims of criminalacts of terrorism.
AbstrakStatus Jus ce Collaborator yang disematkan kepada seorang tersangka atau terdakwa bahkan terpidana memiliki implikasi besar pada dirinya. Bukan hanya dia dianggap memiliki kemauan untuk bekerja sama dengan aparat penegak hukum sehingga pelaku kelas kakap dapat dimintai pertanggungjawaban pidana, juga dianggap memiliki ik kad baik untuk memulihkan kerugian negara. Status tersebut diberikan dalam rangka untuk menjunjung nggi hak asasi manusia dalam proses peradilan pidana. Status jus ce collaborator berbeda dengan saksi mahkota yang pemanfaatannya dinilai melanggar hak asasi. Ar kel ini akan menjelaskan perbedaan dengan saksi mahkota dan mengenai statusnya dalam perspek f hak asasi manusia. Jus ce collaborator dianjurkan sejumlah konvensi internasional yang dibuat oleh PBB. Untuk menjadi jus ce collaborator, seorang tersangka atau terdakwa harus memiliki keinginan untuk bekerja sama dengan aparat penegak hukum, bukan karena dipaksa oleh pihak lain. Bila memilih untuk menjadi jus ce collaborator dan memenuhi syarat, maka hak-haknya sebagai tersangka atau terdakwa dak akan dirugikan, justru memperoleh protec on, treatment, dan reward. Dengan demikian aparat penegak hukum mendapat keuntungan dengan kerja sama tersebut, yaitu dapat dibongkarnya kejahatan serius. Sedangkan jus ce collaborator memperoleh sejumlah hak yang dak diterima oleh pelaku lainnya yang dak berstatus sebagai jus ce collaborator.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
hi@scite.ai
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.