Minyak kayu putih merupakan komoditas unggulan daerah Kabupaten Buru, minyak yang berasal dari tanaman epidemik kayu putih yang memiliki sifat antiseptik, antibakteri dan antijamur. Disaat pandemi COVID-19, banyak industri yang membutuhkan untuk dijadikan bahan dasar obat-obatan. Namun pada kenyataanya, kondisi yang berbeda akan kita temui saat melihat kehidupan keseharian petani minyak kayu putih dimana dengan kondisi ekonomi yang cukup memprihatinkan serta keberadaan lingkungan sosial ekonomi yang tertinggal dibandingkan pekerja pada sektor lain. Penelitian ini berupaya untuk memberikan deskripsi tentang kondisi petani minyak kayu putih selama pandemi COVID-19 serta mengaitkan strategi adaptasi petani minyak kayu putih, jaringan sosial serta kebiasaan makan untuk mempertahankan keberlangsungan hidup sehari-hari. Metode yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan fenomenologi dengan tujuan mempelajari kesadaran masyarakat dalam setting tertentu. Penentuan informan dilakukan dengan menggunakan teknik purposive. Data yang direkam, catatan, wawancara, tinjauan pustaka, dan partisipasi digunakan untuk menyediakan data. Hasil dari penelitian menunjukan bahwa pandemic telah membatasi kesempatan untuk bekerja sehingga menyebabkan petani minyak kayu putih menjadi “inovator” dengan menjual minyak secara langsung tanpa melalui mekanisme yang telah disepakati Bersama. Pada bagian lain, adanya kemapanan melahirkan pola konformitas bagi petani dimana aksesbilitas yang terbuka dalam memenuhi kebutuhan hidup melalui pekerjaan menyuling daun kayu putih. Struktur sosial yang dibentuk oleh hubungan-hubungan emosi ini cenderung lebih mantap dan permanen dan memiliki pengaruh yang kuat terhadap pola adaptasi petani minyak kayu putih sehingga kebiasaan makan menjadi sebuah perilaku yang dipengaruhi sikap serta norma subjektif pola adaptasi yang dilakukan petani kayu putih dalam menghadapi situasi sulit dimasa pandemi.