Rethinking value added tax on drinking water supply system: evidence based policy from Indonesia

Abstract

Value Added Tax (VAT) for Drinking Water Supply System (DWSS) in Indonesia has not been formulated impartially, holistically and comprehensively by involving related institutions/ ministries. There are disputes that causes a high cost of taxation that discourages the achievement of Millennium Development Goals target. It is notably significant to put the VAT policy on DWSS in the paradigm of national interests and fulfillment of human rights. This study used the paradigm of constructivism with data collection technique through in-depth interviews and Focused Group Discussion (FGD). An evidence based policy was adopted to conduct a better outcome of the study to promote amendment of related VAT regulations. The results of the study indicate an inconsistency between VAT policy and Government Regulations, both Minister of Health Regulations and other Ministries Regulations on Drinking Water Supply System. The impact of the inconsistency was the tax dispute that ultimately causes a high cost of taxation on both sides as well as VAT treatment inconsistency within the drinking water providers (PDAMs) themselves. A practical implication of this study generates the enactment of Government Regulation Number 40/2015 as an amendment of prior regulation concerning VAT exemption on DWSS.

Pendampingan Pengembangan Kompetensi Pengelolaan Perpajakan pada Unit Penyedia Air Bersih Kota Bekasi

“…Unit Penyedia Air Bersih wajib memenuhi kewajiban perpajakan yang timbul atas seluruh pendapatan tersebut (Ardiansyah, 2015). Diantara kewajiban perpajakan yang sering menjadi masalah pelik bagi Unit Penyedia Air Bersih di Indonesia adalah kewajiban pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (Rosdiana, Sidik, Hidayati, & Murwendah, 2018 (Zulfikar, 2019). Beberapa penelitian terdahulu menjelaskan bahwa pemungutan PPN di bidang penyediaan air bersih malah menjadi hambatan terbesar dalam pencapaian sustainable development goals nomor 6 tentang clean water and sanitation (Ardiansyah, 2015;Rosdiana et al, 2018 (Wardani & Wahyuningtyas, 2018).…”

“…Diantara kewajiban perpajakan yang sering menjadi masalah pelik bagi Unit Penyedia Air Bersih di Indonesia adalah kewajiban pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (Rosdiana, Sidik, Hidayati, & Murwendah, 2018 (Zulfikar, 2019). Beberapa penelitian terdahulu menjelaskan bahwa pemungutan PPN di bidang penyediaan air bersih malah menjadi hambatan terbesar dalam pencapaian sustainable development goals nomor 6 tentang clean water and sanitation (Ardiansyah, 2015;Rosdiana et al, 2018 (Wardani & Wahyuningtyas, 2018). Untuk mengatasi masalah kewajiban perpajakan tersebut, beberapa penelitian lainnya merekomendasikan bahwa pelatihan perpajakan yang dapat meningkatkan pemahaman dan pengetahuan di bidang perpajakan harus dilakukan agar perusahaan memiliki modal yang cukup untuk meningkatkan kepatuhan perpajakannya (Khasanah & Novi, 2016;Rahayu, 2017;Sudrajat & Ompusunggu, 2015…”

Pendampingan Penyusunan Pedoman Perpajakan Bagi Entitas Penyedia Air Bersih di Kota Bekasi

“…Entitas Penyedia Air Bersih Kota Bekasi tetap wajib melakukan mekanisme pemungutan PPN terhadap pendapatan non air. Beberapa studi terdahulu mengungkapkan bahwa kewajiban pemungutan PPN seringkali menimbulkan sengketa dan menjadi hambatan utama dalam pencapaian sustainable development goals di bidang penyediaan air bersih di Indonesia (Ardiansyah, 2015;Rosdiana, Sidik, Hidayati, & Murwendah, 2018). Pada kasus yang lain, entitas penyedia air bersih seringkali terlambat dalam melakukan penyetoran pajaknya meskipun pembukuannya telah sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku yaitu Standar Akuntansi Keuangan bagi Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik-SAK ETAP (Paskahyati, 2014).…”