Refleksi Sisi Negatif Burung Gagak Dalam Peribahasa Melayu: Analisis Semantik Inkuisitif

Abstract

Pandangan masyarakat Melayu pada masa dahulu, telah menginterpretasikan burung gagak sebagai rupa yang buruk, sesuatu yang lemah, impian yang tidak kesampaian dan sukar untuk berubah. Oleh itu, objektif khusus kajian ini adalah untuk meneroka sebab pemilihan imej perlambangan gagak dalam peribahasa Melayu menggunakan pendekatan Semantik Inkuisitif (Jalaluddin, 2014) serta dibantu dengan pendekatan Rangka Rujuk Silang (Kempson, 1986). Kajian ini berbentuk kualitatif sepenuhnya melalui analisis dokumen yang telah dibukukan. Data peribahasa ini dikutip melalui pensampelan bertujuan dalam Kamus Peribahasa Melayu Edisi Kelima oleh Rahman (2017), Kamus Istimewa Peribahasa Melayu Edisi Kedua oleh Hussain (2016) serta Kamus Peribahasa Melayu oleh Said (2013). Keseluruhannya, terdapat sembilan data peribahasa Melayu yang bersumberkan burung gagak ini. Setiap huraian data peribahasa ini, pengkaji akan memanfaatkan data autentik yang mengambil kira maklumat semantik dan konteks, kognitif, budaya serta akal budi (keintelektualan) masyarakat Melayu itu sendiri.

Identifikasi Ayam Hutan (Gallus-gallus) Berdasarkan Karakteristik Kuantitatif di Kecamatan Alu, Campalagian dan Luyo, Kabupaten Polewali Mandar

“…Hasil penelitian Pagala et al (2018) menyatakan bahwa rata-rata panjang shank pada jantan 8,27 cm dan betina 5,23 cm di Kabupaten Pohuwato. Hal ini sesuai dengan pendapat Daud (2019) ukuran panjang shank adalah bagian terpenting pada ayam dalam menopang tubuhnya sehingga dapat meningkatkan produktivitas ayam. Shank mempunyai peran meningkatkan produktifitas karaena salah satu fungsinya adalah menopang badan ayam.…”