Proses Pencapaian Self Efficacy pada Mahasiswa Tunanetra

Abstract

<p><em>Abstrak</em> - <strong>Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses pencapaian <em>self efficacy </em>mahasiswa tunanetra, dengan mendeskripsikan proses pencapaian <em>self efficacy </em>mahasiswa tunanetra yaitu proses kognitif, proses motivasi, proses afektif, dan proses seleksi. Empat proses pencapaian <em>self efficacy </em>tersebut menunjukkan peristiwa yang terjadi dalam individu memengaruhi situasi seperti kondisi emosional yang mementingkan diri sendiri daripada pengaruh orang lain [16]. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif desain studi kasus dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara semi-terstruktur dan analisis data menggunakan teknik analisis tematik. Hasil penelitian ini menunjukkan ketiga partisipan memiliki proses yang berbeda. Dua partisipan laki-laki mengalami tahapan yang sama yaitu proses motivasi, proses kognitif, proses afektif dan proses seleksi. Pada partisipan perempuan tahapannya yaitu proses motivasi, proses kognitif, proses seleksi dan proses afektif.</strong></p><p><em>Abstract</em> – <strong>This study aims to determine the process of achieving self-efficacy of blind students, by describing the process of achieving self-efficacy of blind students, namely cognitive processes, motivational processes, affective processes, and selection processes. The four processes of achieving self-efficacy show that events that occur in individuals affect situations such as emotional conditions that are selfish rather than the influence of others [16]. This study uses a qualitative case study design approach with data collection techniques through semi-structured interviews and data analysis using thematic analysis techniques. The results of this study indicate the three participants have different processes. Two male participants experienced the same stages, namely the motivation process, cognitive process, affective process, and selection process. In female participants, the stages are motivation process, cognitive process, selection process, and affective process.</strong></p><p><strong><em>Keywords</em></strong> - <em>Self Efficacy, Child with Special Need, Blind Student</em></p>

Representasi Kasih Sayang Anak Kepada Orang Tua Berdasarkan Film Pertaruhan

“…Saat salah satu orang tua mengalami kematian atau meninggal maka orang tua yang masih hidup akan disebut sebagai single parent karena sudah ditinggal oleh pasangan hidupnya. maka segala ikatan perkawinan dengan sendirinya akan lenyap dan menyandang status baru sebagai seorang single parent (Aulia & Nurdibyanandaru, 2020). Tanggungan atau peran dari kedua orang tua begitu penting untuk perkembangan dan pertumbuhan anak, karena anak akan memandang kedua orang tuanya sebagai seseorang yang akan ia anut.…”

Self Efficacy dapat Meningkatkan Manajemen Perawatan Luka Gangren pada Pasien Diabetes Mellitus

“…Harapan dan nilai dari tujuan seseorang individu dapat membentuk motivasi. 22 Kedua adalah Proses Kognitif, efikasi diri dapat merubah cara seseorang berpikir sehingga mereka dapat terdorong ataupun terhambat dalam melakukan suatu hal. Afeksi adalah proses ke tiga dimana afeksi timbul secara natural didalam diri seseorang, dan berfungsi dalam menetapkan pengalaman emosional.…”

“…Sedangkan untuk individu yang siap dengan segala tantangan dan keadaan, maka individu itu meyakini dirinya akan bisa melaluinya. 22 Beberapa faktor yang mempengaruhi self efficacy yaitu usia, Daya tangkap dan pola pikir individu salah satunya dipengaruhi oleh umur individu itu sendiri. Daya tangkap dan pola pikirnya akan bertambah dan berkembang seriring bertambahnya umur, maka dari itu pengetahuan yang diproleh juga semakin meningkat.…”

Topi Peringatan Bahaya Penyandang Tunanetra Berbasis Mikrokontroller Dengan Sensor Ultrasonik Menggunakan Metode Research And Development

“…Hal tersebut bisa dikarenakan kelainan ataupun cacat lahir bisa juga sebab permasalahan perkonomian, penyakit, serta penyimpangan lainnya [3]. Sebuah penelitian menjelaskan bahwa ketunanetraan sejak lahir membuat penyandang tunanetra merasa Bahagia karena ia merasa tidak kehilangan sesuatu dalam dirinya, namun berbeda dengan penyandang tunanetra yang tidak mengalami ketunanetraan sejak lahir merasa tidak bahagia karena merasa dirinya kehilangan sesuatu dalam dirinya [4].…”