2020
DOI: 10.3177/jnsv.66.s398
|View full text |Cite
|
Sign up to set email alerts
|

Poor Dietary Diversity Is Associated with Stunting among Children 6–23 Months in Area of Mergangsan Public Health Center, Yogyakarta

Abstract: The period of pregnancy and the first two years of children are called the golden period so that the adequacy intake of macro and micronutrients must be fulfilled. Stunting is a chronic undernutrition condition as a result of inadequate quality and quantity of complementary foods with or without infectious diseases. Quality and quantity of complementary foods can affect linear growth. To analyzed the association between dietary diversity and stunting among children aged 6-23 mo in the area of Mergangsan public… Show more

Help me understand this report

Search citation statements

Order By: Relevance

Paper Sections

Select...
2
1
1
1

Citation Types

0
2
0
3

Year Published

2022
2022
2024
2024

Publication Types

Select...
6
1

Relationship

0
7

Authors

Journals

citations
Cited by 7 publications
(5 citation statements)
references
References 17 publications
(23 reference statements)
0
2
0
3
Order By: Relevance
“…Another study shows that dietary diversity was associated with stunting. Poor dietary diversity is a risk factor for stunting 12 . A cross-sectional study in Aligarh also stated that dietary diversity was associated with stunting 13 .…”
Section: Discussionmentioning
confidence: 99%
“…Another study shows that dietary diversity was associated with stunting. Poor dietary diversity is a risk factor for stunting 12 . A cross-sectional study in Aligarh also stated that dietary diversity was associated with stunting 13 .…”
Section: Discussionmentioning
confidence: 99%
“…Artikel hasil penelitian di Kota Yogyakarta menyajikan persentase konsumsi dari tiap kelompok pangan antara anak stunting dan yang tidak stunting berturut-turut, yaitu: daging (22% dan 77,8%); produk susu (30,2% dan 69,8%); telur (17,2% dan 82,8%); kacang-kacangan (27,1% dan 72,9%); buah dan sayur sumber vitamin A (29,8% dan 70,2%); buah dan sayur lainnya (16,7% dan 83,3%); serta biji-bijian dan umbiumbian (30,2% dan 69,8%). Perbedaan signifikan terdapat pada konsumsi buah-buahan dan sayuran lainnya antara anak stunting dan tidak stunting (26). Sejalan dengan hasil terssebut, sebuah penelitian di Banten juga membuktikan adanya hubungan antara keragaman konsumsi pangan dengan stunting pada anak usia 6-24 bulan.…”
Section: Hubungan Keragaman Pangan Dengan Stuntingunclassified
“…Stunting disebabkan oleh berbagai faktor, baik pada tingkat individu, rumah tangga, maupun masyarakat (10). Hasil analisis dalam tinjauan literatur ini menunjukkan berbagai faktor yang berhubungan signifikan dengan stunting, antara lain: keragaman pangan, kekurangan asupan lemak, ketidakcukupan konsumsi kacang-kacangan (21), usia anak 18-23 bulan, panjang lahir < 48 cm, ketidakcukupan asupan vitamin D (22), ibu tidak bekerja (23), ketersediaan dan akses makanan (24), serta tinggi badan ayah (26). Etiologi stunting yang kompleks dipengaruhi oleh kurangnya kualitas dan kuantitas makanan, infeksi berulang, karakteristik ibu, bayi, dan keluarga, pola asuh yang tidak tepat, kurangnya pengetahuan orang tua, rendahnya daya beli rumah tangga, kurangnya pasokan makanan, dan sebagainya.…”
Section: Kaitan Keragaman Pangan Dan Faktor Lain Terhadap Stuntingunclassified
“…Pada kelompok ibu yang memberikan makan ≥ 3 kali sehari ditemukan lebih banyak balita stunting daripada balita tidak stunting. Hal ini sejalan dengan penelitian Altare et al (2016), Halim et al (2020), dan Nai & Renyoet (2020) yang menyebutkan bahwa frekuensi makan tidak berhubungan dengan stunting. Anak-anak dapat mencapai frekuensi makan minimum, tetapi belum memenuhi kebutuhan energi hariannya.…”
Section: Metodeunclassified