Persepsi Mahasiswa tentang Kesulitan yang Dihadapi Saat Menempuh JLPT: Studi Kasus Mahasiswa Program Studi Bahasa Jepang Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada

Abstract

Japanese Language Proficiency Test (JLPT) is the largest-scale Japanese-Language test for non-native speakers in the world. This measurement tool is used by many companies and universities to assess the Japanese language skills of a job/scholarship applicant. The minimum standard expected by a company or university is the JLPT N3 level. Therefore, the majority of educational institutions in Indonesia that organize Japanese language programs set the learning outcome of its graduates to be equivalent to JLPT level N3. However, many students fail to pass the JLPT N3 exam before they graduate from college. In this study, a survey was conducted through a questionnaire to find out students' perceptions of the difficulties they encountered while taking the JLPT N3 exam. This study was conducted at the Japanese Study Program of the Vocational College of Uninversitas Gadjah Mada. Based on the results of the study, 88% of respondents found difficulty in answering Reading (Dokkai) and 62% of respondents found difficulty in answering Grammar (Bunpo) questions. Only 41% of respondents found difficulty in answering Vocabulary (Moji-goi) questions. Meanwhile, 59% of respondents found that the easiest exam questions were Listening (Choukai) questions. Generally, there are several factors that cause the difficulties. According to the students, the factor causing the difficulties in all types of questions (Reading, Grammar, Vocabulary and Listening) is the low mastery in vocabulary.

Pengembangan Kemampuan Literasi Digital Melalui Pemanfaatan Media Daring Dalam Pembelajaran: Sebuah Tinjauan Pedagogik

“…Japanese Language Proficiency Test (selanjutnya disebut JLPT) yang dipopulerkan secara luas oleh Japan Foundation (JF) dan Japan Educational Exchanges and Services sejak tahun 1984, merupakan sebuah tes berskala besar yang digunakan sebagai alat evaluasi dan sertifikasi, untuk mengukur kemampuan pembelajar bahasa Jepang di seluruh dunia (Bucar, et al: 2014;Wahidati & Rahmawati, 2019). Hasil ujian JLPT saat ini tidak hanya terbatas untuk mengukur kemampuan bahasa Jepang saja, tetapi sering digunakan juga untuk keperluan pekerjaan, seperti proses seleksi karyawan, alat evaluasi dan pengukuran untuk promosi jabatan dan lain-lain (Bucar, et al: 2014).…”

“…Hasil ujian JLPT saat ini tidak hanya terbatas untuk mengukur kemampuan bahasa Jepang saja, tetapi sering digunakan juga untuk keperluan pekerjaan, seperti proses seleksi karyawan, alat evaluasi dan pengukuran untuk promosi jabatan dan lain-lain (Bucar, et al: 2014). Oleh karena itu, kepemilikan sertifikat kemampuan bahasa Jepang JLPT akan sangat berpengaruh dan memiliki peran yang cukup vital bagi seorang pembelajar bahasa Jepang, terutama ketika lulusan bahasa Jepang akan mengajukan beasiswa untuk lanjut studi atau ketika melamar kerja di perusahaan Jepang, baik yang ada di Jepang maupun di Indonesia (Wahidati & Rahmawati, 2019).…”

“…Untuk program sarjana bahasa dan sastra Jepang, standar kemampuan minimal yang diharapkan dikuasai oleh pembelajar bahasa Jepang yaitu setingkat dengan JLPT level N3 (Wahidati & Rahmawati, 2019;Bachri, et al, 2018;Cahyono & Syartanti 2017). Hal ini karena pembelajar yang memiliki kemampuan bahasa Jepang setara dengan level N3 dianggap dapat berinteraksi dan berkomunikasi dengan native speaker dalam situasi kehidupan sehari-hari.…”

“…Untuk mengatasi hal tersebut, beberapa universitas di Indonesia yang menyelenggarakan program studi bahasa Jepang, menyediakan mata kuliah khusus untuk pemantapan materi-materi JLPT, salah satunya pada Program Studi Sastra Jepang, Universitas Jenderal Soedirman (selanjutnya disebut Prodi Sasjep) Mata kuliah khusus tersebut menyajikan materi kesulitan untuk mencapai standar minimal kemampuan bahasa Jepang yaitu setingkat JLPT level N3 (Bachri, et al, 2017;Cahyono & Syartanti 2017;Wahidati & Rahmawati, 2019).…”