Penurunan Warna Dan TSS Limbah Cair Tenun Sarung Samarinda Menggunakan Kitosan Dari Limbah Cangkang Kepiting

Abstract

AbstrakIndustri rumah tangga pembuatan sarung tenun Samarinda menghasilkan limbah cair dengan konsentrasi TSS dan warna yang melebihi baku mutu sehingga memerlukan pengolahan sebelum dibuang ke badan air. Salah satu unit pengolahan yang dapat digunakan adalah unit koagulasi flokulasi dengan menambahkan koagulan. Jenis koagulan yang dapat digunakan salah satunya adalah koagulan dari bahan alam yaitu berasal dari kitosan limbah cangkang kepiting. Tahapan penelitian ini dimulai dengan mempersiapkan koagulan dari kepiting dengan tahapan isolasi kitin yang meliputi tahap demineralisasi, deproteinasi, deasetilasi. Tahap selanjutnya adalah dengan metode jar tes untuk menentukan dosis optimum untuk menurunkan parameter TSS dan warna dari limbah tenun sarung Samarinda. Analisa laboratorium dilakukan terhadap parameter pH, TSS, warna, volume flok yang terbentuk selama jar test. Hasil penelitian dari analisa FTIR menunjukkan bahwa limbah cangkang kepiting mempunyai derajat deasetilasi sebesar 74,25% yang menunjukkan sebagai kitosan yang mengandung gugus amina dalam rantai karbonnya yang bermuatan positif sehingga dapat berfungsi mendestabilisasi koloid yang bermuatan negatif. Dosis optimum pada pengolahan limbah cair ini dengan menggunakan kitosan 1% sebesar 35ml dengan efisiensi removal TSS 88,79% dan warna 35,49%. Namun terjadi penurunan nilai pH menjadi 4,98 disebabkan penggunaan asam asetat sebagai pelarut kitosan.

Aplikasi Kitosan dari Litopenaeus vannamei dan Limbah Baglog dari Pleurotus ostreatus untuk Mendekolorisasi Limbah Cair Batik

“…The degree of deacetylation can be calculated using the baseline method from the analysis of chitosan using an FTIR spectrophotometer. Chitosan typically has a degree of deacetylation of less than 70% (Aulia & Rahayu, 2015). In this study, the degree of deacetylation of chitosan was found to be 87% (Table 2), indicating that the obtained sample is indeed chitosan.…”

“…The degree of deacetylation is a parameter used to determine the quality of chitosan by showing the percentage of acetyl groups that can be removed from the chitin yield to become chitosan. The difference between chitin and chitosan lies in the ratio of amino groups (NH2) to acetyl groups (NHCOCH3), which is referred to as the degree of deacetylation (Aulia & Rahayu, 2015).…”

“…Azizati (2019) stated that the degree of deacetylation of chitosan from freshwater prawn shells is 93.47%. According to Aulia & Rahayu (2015), the higher the degree of deacetylation of chitosan, the lower the acetyl groups, leading to stronger interactions between ions and hydrogen bonds. The synthesis of chitosan from chitin occurs due to the breaking of bonds between the acetyl groups of chitin and nitrogen atoms (deacetylation), resulting in the formation of amino groups (NH2).…”

Diseminasi Bak Pengolahan Limbah Cair Dengan Elektrokoagulasi Dan Filtrasi Pada Usaha Sarung Tenun Atbm Di Kecamatan Cerme Kabupaten Gresik Berbasis Green Production

“…Dalam proses pencelupan warna, digunakan alkali untuk proses fixsasi warna, sehingga pH air menjadi tinggi. Warna limbah sarung tenun cenderung pekat, hal ini dikarenakan tidak semua zat kimia pewarna digunakan dapat berdiksasi dengan serat benang, sedangkan kadar COD yang sangat tinggi disebabkan oleh adanya zat-zat organik yang terkandung didalamnya seperti zat pembasah, zat warna dan zatpembantu lainnya (Rahayu & Aulia, 2015).…”

“…Sumber kitosan sangat melimpah di alam terutama dari hewan golongan krustase seperti udang dan kepiting (Pratiwi, 2014). Hasil penelitan (Rahayu & Aulia, 2015) menunjukkan bahwa peran kitosan ini mampu menurunkan TSS 88,79% dan warna 35,49% namun menurunkan kadar pH menjadi 4,98 yang disebabkan oleh penggunaan asam asetat sebagai pelarut kitosan.…”