To speed up land registration, a geospatial data collecting method must be developed to meet the nation's and state's growing requirement for land information. Photogrammetry-based land parcel surveying and mapping is more efficient than terrestrial approaches. However, rules, data gathering methods, wind, and data processing make photogrammetric methods difficult to utilize. This article examines UAV geographic data collecting regulations and data quality criteria. Qualitative literature study and descriptive analysis are used in this study. The study found that the surveyor must draw the measured land parcels on an orthophoto map so they may be identified and their position, borders, area, form, and boundary points rebuilt in the field. Surveyors must additionally lead UAV flying arrangements provided by the Ministry of ATR/BPN and the Ministry of Transportation. No-fly zones, flying height limitations, recording sensors, wind, and geographic data quality are the main factors. To avoid cancellation, land registration technical and juridical procedures must follow the law and fulfill the essential rules.
Meningkatnya kebutuhan akan informasi pertanahan oleh masyarakat bangsa dan negara, memerlukan pengembangan pendekatan akuisisi data geospasial yang cocok untuk percepatan pendaftaran tanah secara lengkap. Metode survei dan pemetaan dengan metode fotogrametris terbukti lebih efektif dan efisien dalam mengumpulkan data fisik bidang tanah daripada metode terestris. Namun, penggunaan metode fotogrametris tersebut memiliki beragam tantangan terkait regulasi, teknis akuisisi data, keberadaan angin dan pengolahan datanya. Makalah ini bertujuan untuk menganalisis dinamika regulasi akuisisi data geospasial menggunakan wahana unmanned aerial vehicle (UAV) dan spesifikasi teknis kualitas data yang dihasilkan. Kajian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan studi pustaka dan menganalisisnya secara deskriptif. Hasil kajian menyebutkan bahwa secara teknis, surveyor harus memetakan bidang-bidang tanah yang telah terukur di atas peta orthophoto agar bidang tanah tersebut dapat diketahui letak, batas, luas, bentuk dan dapat direkonstruksikan titik batasnya di lapangan. Secara regulasi, surveyor juga harus memedomani pengaturan penerbangan uav yang telah dikeluarkan oleh Kementerian ATR/BPN dan Kementerian Perhubungan. Utamanya terkait adanya zona larangan terbang, batasan ketinggian terbang dan sensor perekaman, pengaruh angin dan kualitas data geospasial. Pemenuhan prosedur teknis dan yuridis pendaftaran tanah harus mendasarkan pada hukum dan memenuhi tujuan peraturan dasarnya agar tidak berakibat batal atau di batalkan.