“…Penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pernikahan antara lain misalnya kualitas hubungan dengan keluarga (Surya, 2013), cara pasangan berkomunikasi, membuat keputusan, mengatasi konflik rumah tangga, penghasilan sebelum menikah, tingkat pendidikan, saling mengenal satu sama lain sebelum menikah, dan lama pernikahan (Papalia, Old, & Feldman, 2008), hubungan interpersonal dengan pasangan, partisipasi keagamaan dan kehidupan seksual (Srisusanti & Zulkaida, 2013), fleksibilitas pasangan dalam kepemimpinan rumah tangga, disiplin, negoisasi, peran dan tanggung jawab, dan peraturan rumah tangga (Sawitri & Kurniawan, 2009), persepsi humor pasangan (Ziv & Gadish, 1989), kondisi dinamika kelurga seperti persamaan persepsi pasangan, keterampilan komunikasi dan resolusi konflik, kepercayaan antar pasangan, dan waktu yang dihabiskan membangun hubungan bersama keluarga (Giblin, 1994), dan kemampuan menyelesaikan konflik rumah tangga (Kaur & Sokhey, 2010;Kurdek, 1995 Sudarto (2014) menunjukkan bahwa kondisi dan masalah ekonomi keluarga, kesehatan, emosional, dan sosial, jumlah anak, tempat tinggal, usia perkawinan, pendapatan keluarga, alasan perkawinan, usia perkawinan, fisik pasangan, dan tingkat pendidikan turut mempengaruhi kepuasan pernikahan. Permasalahan dan kepuasan pernikahan dapat dipengaruhi oleh status pekerjaan, pendapatan, tempat tinggal dan usia perkawinan (Rumondor, 2013;Rumondor, Paramita, Francis, & Geni, 2013). Hal itu menunjukkan bahwa ada beberapa aspek demografi dapat mempengaruhi resolusi konflik dan kepuasan pernikahan.…”