2013
DOI: 10.21512/humaniora.v4i2.3554
|View full text |Cite
|
Sign up to set email alerts
|

Pengembangan Alat Ukur Kepuasan Pernikahan Pasangan Urban

Abstract: The current study aims to validate the measure of marital satisfaction among young urban married couples. Marital satisfaction is defined as a individual’s subjective experience toward marriage or components within a marriage. The scale consists of 38 items measuring individual’s satisfaction in communication, division in roles, agreement, openness, intimacy, intimacy in social relationship, sexuality, finance, and spirituality. The results indicate that the instrument was found to be reliable (α= 0.920) and h… Show more

Help me understand this report

Search citation statements

Order By: Relevance

Paper Sections

Select...
2
2
1

Citation Types

0
5
0
3

Year Published

2017
2017
2023
2023

Publication Types

Select...
7

Relationship

0
7

Authors

Journals

citations
Cited by 10 publications
(10 citation statements)
references
References 5 publications
0
5
0
3
Order By: Relevance
“…Faktor utama yang sering dikeluhkan oleh setiap pasangan suami istri yang sedang dimediasi ataupun menunggu pengutusan pengadilan pada umumnya terkait permasalahan kurangnya komunikasi yang diakibatkan karena perubahan sikap pasangan dan penggunaan sosial media. Faktor komunikasi dan ekonomi merupakan salah satu dimensi yang menentukan puas atau tidaknya suatu pernikahan (Rumondor, 2013). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Herawati dan Widiantoro (2019) pada pasangan di Kabupaten Rokan Hulu, ditemukannya bahwa tingkat kepuasan pernikahan yang dirasakan masyarakat di kabupaten tersebut berada dalam kategori yang rendah.…”
Section: Pendahuluanunclassified
“…Faktor utama yang sering dikeluhkan oleh setiap pasangan suami istri yang sedang dimediasi ataupun menunggu pengutusan pengadilan pada umumnya terkait permasalahan kurangnya komunikasi yang diakibatkan karena perubahan sikap pasangan dan penggunaan sosial media. Faktor komunikasi dan ekonomi merupakan salah satu dimensi yang menentukan puas atau tidaknya suatu pernikahan (Rumondor, 2013). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Herawati dan Widiantoro (2019) pada pasangan di Kabupaten Rokan Hulu, ditemukannya bahwa tingkat kepuasan pernikahan yang dirasakan masyarakat di kabupaten tersebut berada dalam kategori yang rendah.…”
Section: Pendahuluanunclassified
“…Penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pernikahan antara lain misalnya kualitas hubungan dengan keluarga (Surya, 2013), cara pasangan berkomunikasi, membuat keputusan, mengatasi konflik rumah tangga, penghasilan sebelum menikah, tingkat pendidikan, saling mengenal satu sama lain sebelum menikah, dan lama pernikahan (Papalia, Old, & Feldman, 2008), hubungan interpersonal dengan pasangan, partisipasi keagamaan dan kehidupan seksual (Srisusanti & Zulkaida, 2013), fleksibilitas pasangan dalam kepemimpinan rumah tangga, disiplin, negoisasi, peran dan tanggung jawab, dan peraturan rumah tangga (Sawitri & Kurniawan, 2009), persepsi humor pasangan (Ziv & Gadish, 1989), kondisi dinamika kelurga seperti persamaan persepsi pasangan, keterampilan komunikasi dan resolusi konflik, kepercayaan antar pasangan, dan waktu yang dihabiskan membangun hubungan bersama keluarga (Giblin, 1994), dan kemampuan menyelesaikan konflik rumah tangga (Kaur & Sokhey, 2010;Kurdek, 1995 Sudarto (2014) menunjukkan bahwa kondisi dan masalah ekonomi keluarga, kesehatan, emosional, dan sosial, jumlah anak, tempat tinggal, usia perkawinan, pendapatan keluarga, alasan perkawinan, usia perkawinan, fisik pasangan, dan tingkat pendidikan turut mempengaruhi kepuasan pernikahan. Permasalahan dan kepuasan pernikahan dapat dipengaruhi oleh status pekerjaan, pendapatan, tempat tinggal dan usia perkawinan (Rumondor, 2013;Rumondor, Paramita, Francis, & Geni, 2013). Hal itu menunjukkan bahwa ada beberapa aspek demografi dapat mempengaruhi resolusi konflik dan kepuasan pernikahan.…”
Section: Penelitianunclassified
“…Hurlock (1996) Pada tahapan families with school children ini pula kepuasan pernikahan antar pasangan suami istri menurun karena mereka berdua lebih berfokus pada pemenuhan kebutuhan anak, sehingga pasangan akan mulai kekurangan komunikasi satu sama lain (Handayani, 2015). Selain itu, dengan adanya jumlah jam kerja yang relatif panjang akan menyebabkan ibu tidak selalu ada pada saat dimana ia sangat dibutuhkan oleh anak atau pasangannya (Anggasta dan Margaretha, 2013) Menurut (Rumondor, 2013) Kepuasan pernikahan subjek penelitian dapat dilihat dari skor total yang didapat setelah menyelesaikan kuesioner Alat ukur Kepuasan Pernikahan Pasangan Urban yang didapat dari coefficient alpha cronbach sebesar 0.920, dengan korelasi butir soal dan skor total berkisar antara 0.495 hingga 0.743 yang terdiri dari beberapa faktor dengan masing-masing nilai reliabilitas, yaitu komunikasi (α = 0.724), keseimbangan peran (α = 0.818), kesepakatan (α = 0.794), keterbukaan (α = 0.830), keintiman (α = 0.817), keintiman sosial dalam relasi (α = 0.773), seksualitas (α = 0.734), finansial (α = 0.822), spiritualitas (α = 0.924). Hal ini memperlihatkan bahwa makin tinggi skor total kuesioner kepuasan pernikahan, maka makin tinggi pula penilaian terhadap kepuasan subjektif secara keseluruhan.…”
Section: Pendahuluanunclassified