2021
DOI: 10.37541/plenojure.v10i2.575
|View full text |Cite
|
Sign up to set email alerts
|

Pemalsuan Surat dalam Arti Formil dan Materil Beserta Akibat Hukumnya

Abstract: Delik pemalsuan surat merupakan kejahatan yang klasik namun masih menghiasi statistik kejahatan di Indonesia. Realistasnya sebagai tindak pidana yang eksis, masih terdapat perbedaan penafsiran terhadap makna unsur dalam delik pemalsuan surat. Hal tersebut menimbulkan ketidakpastian bagi penegak hukum dalam menerapkan delik pemalsuan surat terhadap peristiwa hukum konkrit. Sehingga diperlukan pemahaman yang jelas terhadap makna dan bentuk-bentuk delik pemalsuan surat yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum … Show more

Help me understand this report

Search citation statements

Order By: Relevance

Paper Sections

Select...
1
1

Citation Types

0
0
0
3

Year Published

2022
2022
2022
2022

Publication Types

Select...
3

Relationship

1
2

Authors

Journals

citations
Cited by 3 publications
(3 citation statements)
references
References 0 publications
0
0
0
3
Order By: Relevance
“…Penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini mengungkapkan bahwa delik pemalsuan surat dalam Pasal 263 ayat (1) KUHPidana sebagai delik tunggal mengandung 2 (dua) makna, yakni membuat palsu atau memalsukan surat dalam arti formil dan materil. Dalam arti materiil bermakna isi dalam surat tersebut mengandung ketidakbenaran atau tidak sesuai dengan fakta sebenarnya, sedangkan dalam arti formil mencakup unsur-unsur formil yang dipalsukan, seperti tandantangan yang dipalsu, serta orang yang seharusnya tidak bertandangan namun bertandangan dalam suatu surat (Rahim & Rahim, 2021). Sedangkan Pakpahan et al, (2020) Jaksa Penuntut Umum memberikan dakwaan alternatif yaitu pada dakwaan pertama Pasal 378 KUHP tentang tindak pidana perbuatan curang, alternatif kedua dengan Pasal 372 KUHP tentang tindak pidana penggelapan, alternatif ketiga 263 ayat (1) Jo.…”
Section: Pendahuluanunclassified
“…Penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini mengungkapkan bahwa delik pemalsuan surat dalam Pasal 263 ayat (1) KUHPidana sebagai delik tunggal mengandung 2 (dua) makna, yakni membuat palsu atau memalsukan surat dalam arti formil dan materil. Dalam arti materiil bermakna isi dalam surat tersebut mengandung ketidakbenaran atau tidak sesuai dengan fakta sebenarnya, sedangkan dalam arti formil mencakup unsur-unsur formil yang dipalsukan, seperti tandantangan yang dipalsu, serta orang yang seharusnya tidak bertandangan namun bertandangan dalam suatu surat (Rahim & Rahim, 2021). Sedangkan Pakpahan et al, (2020) Jaksa Penuntut Umum memberikan dakwaan alternatif yaitu pada dakwaan pertama Pasal 378 KUHP tentang tindak pidana perbuatan curang, alternatif kedua dengan Pasal 372 KUHP tentang tindak pidana penggelapan, alternatif ketiga 263 ayat (1) Jo.…”
Section: Pendahuluanunclassified
“…(John, 2016) Sedangkan, Adami Chazawi menyatakan bahwa perselihan pra yudisial adalah masalah menghentikan sementara penuntutan oleh hakim di sidang pengadilan dengan alasan adanya perselisihan pra yudisial dengan perkara lain yang bisa terjadi dalam hal ada hubungannya dengan perkara lain (bisa pidana atau perdata) yang sudah lebih dulu diperiksa namun belum diputus. (Rahim & Rahim, 2021) Selain itu, di samping ketentuan Pasal 81 KUHP yang sudah dijelaskan sebelumnya, Perma 1/1956 dan Sema 4/1980 sebagai produk internal Mahkamah Agung yang mencoba mengisi kekosongan hukum untuk menjelaskan penyelesaian prejudiciel geschil yang timbul antara pengadilan pidana dan perdata, pada pokoknya, ada 4 (empat) hal yang diatur kedua peraturan tersebut. Pertama, ketika terdapat suatu perkara pidana yang masih belum jelas status kepemilikan suatu hak ataupun hubungan hukum antara dua pihak, maka pemeriksaan perkara pidana dapat ditangguhkan menunggu putusan perkara perdatanya.…”
Section: Pembahasan a Pengertian Dan Bentuk Prejudiciel Geschilunclassified
“…Dalam hal ini pelaku bisa melakukan akses secara illegal, penyerangan kepada jaringan (pembobolan) dan lain lain yang terkait dengan sistem pengamanan jaringan (networking). Kategori kedua adalah bahwa perbuatan tersebut mengandung maksud dan tujuan seperti layaknya kejahatan konvensional, misalnya pencurian atau pemalsuan (Rahim & Rahim, 2021). Sesuai sifat global internet, ruang lingkup kejahatan ini juga bersifat global.…”
unclassified