Pelabelan Orang Minangkabau Pada Pelaku Penyimpangan Sosial: Studi Kasus Pada Dua Nagari Di Sumatera Barat

Erianjoni, Erianjoni

doi:10.24036/jh.v14i1.5399

Cited by 4 publications

(5 citation statements)

References 0 publications

Supporting

Mentioning

Contrasting

Unclassified

Order By: Relevance

“…Istilah ini dapat menimbulkan stereotip tentang bagaimana seharusnya seorang janda atau bagaimana orang lain harus memperlakukannya, yang dapat memperkuat kebiasaan tertentu atau menetapkan standar sosial terkait dengan menjanda. Seseorang yang diberi label biasanya mengikuti label yang telah ditetapkan kepada dirinya dan akan menjadi dasar orang tersebut beradaptasi sepanjang hidupnya (Erianjoni, 2015).…”

Section: Analisis Labeling Pada Perempuan Berstatus Janda DI Desa Jel...unclassified

Antara Stigma dan Realitas Sosial: Status Janda Dalam Pandangan Masyarakat Desa

Salsabila,

Budhi

2024

H-JS

View full text Add to dashboard Cite

The negative stigma that circulates makes people still view widow status with a negative view, even the status is sometimes considered a disgrace. This study aims to describe the society's view of women who have widow status. The theory used in this research is labelling theory. The research approach used is descriptive qualitative, with the type of field research. Semi-structured interviews, participant observation, and content analysis were the data collection techniques used. The research was conducted in Jelapat I Village, Tamban sub-district, Barito Kuala Regency. The data analysis technique went through the stages of data reduction, data presentation and conclusion drawing. The results show that the majority of people in Jelapat I Village have a positive view of widows. The stigma and negative labels that are always attached to widows do not make the community necessarily view widows with a negative view. Widows are given the freedom to do anything in their daily lives without feeling alienated. The community agrees that as long as widows do not engage in deviant behaviour and violate established norms, their status in society is the same. Even so, there is still a small part of the community that views widows negatively. These community members still believe that widows are seducers of their husbands. It can be concluded that the majority of people in Desa Jelapat I already have an open mind and do not discriminate against women just because of their status as widows. It is hoped that communities in other areas that still hold negative stigmas can follow the example of the people of Jelapat I Village who do not necessarily negatively label widows.

show abstract

Section: Analisis Labeling Pada Perempuan Berstatus Janda DI Desa Jel...unclassified

Antara Stigma dan Realitas Sosial: Status Janda Dalam Pandangan Masyarakat Desa

Salsabila,

Budhi

2024

H-JS

View full text Add to dashboard Cite

show abstract

“…Hal tersebut terjadi karena terjadinya labeling. Menurut Lemert, labeling merupakan salah satu penyimpangan yang disebabkan karena pemberian label atau cap dari kelompok mayoritas kepada kelompok yang dinilai minoritas dan berpeluang untuk melanjutkan dan merealisasikan penyimbangan tersebut (Erianjoni, 2015). Label yang diberikan kepada pelaku menyimpang biasanya dapat dilihat dari ciri fisik yang menonjol, karakter ataupun kelompok sosial yang memiliki simbol-simbol tertentu (Henslin, 2006).…”

Section: Jurnal Ilmiah Dinamikaunclassified

“…Teori labeling sendiri dilahirkan berdasarkan paradigma interaksionisme simbolik yang kini sudah berkembang kedalam berbagai aspek seperti dalam bidang pendidikan dan bidang kesehatan. Labeling sendiri adalah pemberian identitas oleh suatu kelompok kepada suatu individu karena suatu ciri-ciri tertenu yang tidak sejalan atau sesuai dengan kelompok tersebut (Erianjoni, 2015). Labeling pada dasarnya diberikan kepada suatu individu yang dianggap berperilaku menyimpang dan tidak sesuai dengan norma yang dianut oleh masyarakat (Dirjosisworo, 1994).…”

Section: Jurnal Ilmiah Dinamikaunclassified

Penyalahgunaan Hak Dan Wewenang Organisasi Masyarakat Di Kelurahan Kedaung, Tangerang Selatan, Banten

Priyono

Nilamsari

2021

JIDS

View full text Add to dashboard Cite

Organisasi Masyarakat pada awalnya terbentuk guna menampung aspirasi dari setiap masyarakat di setiap daerah di Indonesia. Organisasi Masyarakat atau biasa disebut Ormas, merupakan salah satu wadah utama dalam proses kemerdekaan. Organisasi Masyarakat adalah kumpulan dari individu yang membentuk suatu kelompok yang diakuisisi oleh negara, baik formal mauoun informal. Namun di satu sisi, seiring dengan perkembangannya, fungsi Ormas sebagai wadah pergerakan bagi masyarakat beralih fungsi menjadi bentuk gerakan yang condong negatif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui beberapa permasalahan sosial yang diakibatkan oleh adanya penyalahgunaan hak wewenag Ormas di kelurahan Kedaung. Adapun latar belakang permasalahan yang sudah dirumuskan kedalam beberapa pertanyaan, antara lain apa yang melatar belakangi terjadinya bentrokan antar Organisasi Masyarakat bisa terjadi, Apa kebijakan yang sudah ditetapkan pemerintah untuk menyikapi permasalahan ini serta apa pengaruh bagi warga yang tidak terlibat dengan konflik antar Ormas. Pengamatan ini merujuk pada analisis paradigma mobilisasi sumber untuk menjawab rumusan masalah terkait konflik antar Ormas yang terjadi di kelurahan Kedaung bisa terjadi sehingga perebutan sumber daya berupa lahan bisa menyebabkan permasalahan sosial yang mengganggu warga sekitar Kedaung. Penelitian pada jurnal ini menerapkan metode kualitatif berupa wawancara, observasi dan beberapa studi literatur. Penelitian ini menilai bahwa Ormas yang ada di kelurahan kedaung saling memperebutkan sumber daya yang berupa lahan. Lahan yang disebut adalah lahan parkir yang ada di beberapa minimarket dimana mereka melakukan pungli kepada pengunjung minimarket.

show abstract

“…Ketidakharmonisan kedua unsur tersebut mendorong ke arah anomie, dan dengan demikian ke arah perilaku menyimpang (Sidi, 2014). Erianjoni (2015) menilai terjadinya pemilihan jalan alternatif yang dianggap menyimpang didorong oleh tidak terdapatnya keselarasan antara tujuan budaya dengan kesempatan yang tersedia dalam mewujudkan tujuan tersebut. Senada dengan opini tersebut, Narwoko & Suyanto (2007) lebih jauh menafsirkan bahwa anomie terjadi karena ada banyak sistem nilai dan struktur budaya yang saling bertentangan di dalam masyarakat.…”

Section: Konformitas Dan Perilaku Menyimpangunclassified

Penerapan Pendidikan Karakter Dalam Mengurangi Perilaku Menyimpang Siswa Di Sma Negeri 2 Lhokseumawe

Marliah

Nazaruddin²,

Akmal³

2020

JSPM

View full text Add to dashboard Cite

This study focuses on two discussions. First, to describe the application of character education at SMA Negeri 2 Lhokseumawe. Second, to describe the obstacles in the application of character education so that it is not effective in overcoming student deviant behavior. By using a qualitative approach, this study comes to an understanding that the implementation of character education in SMA Negeri 2 Lhokseumawe is carried out through several strategies, including: a). providing outreach to teachers; b). preparation of syllabus and lesson plans based on character education; c). integrating and applying values in the teaching and learning process in the classroom; d) creating a school culture; e) habituation; and f) teacher exemplary. The implementation of character education in order to reduce students' deviant behavior has not been optimal because it faces a number of obstacles, such as a) minimal family contribution; b) inconsistency of values and norms at school and outside school; and c) teachers' difficulties in adapting to curriculum changes. In addition, the definition of deviant behavior and social dysfunction has so far only relied on "blaming deviant individual behavior", but ignores problems at the school structure level that can lead students to deviant behavior and anomie states. ABSTRAKStudi ini berfokus pada dua hal. Pertama melihat penerapan pendidikan karakter di SMA Negeri 2 Lhokseumawe. Kedua, menggambarkan hambatan dalam penerapan pendidikan karakter sehingga tidak efektif dalam mengatasi perilaku menyimpang siswa. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif, studi ini sampai pada pemahaman bahwa penerapan pendidikan karakter di SMA Negeri 2 Lhokseumawe dilakukan melalui beberapa strategi, diantaranya: a). pemberian sosialisasi kepada guru; b). penyusunan Silabus dan RPP yang berbasis pendidikan karakter; c). pengintegrasian dan penerapan nilai-nilai dalam proses belajar mengajar di kelas; d) penciptaan budaya sekolah; e) pembiasaan; dan f) keteladanan guru. Penerapan pendidikan karakter dalam rangka mengurangi perilaku menyimpang siswa belum berjalan optimal karena menghadapi sejumlah kendala, seperti a) minimnya kontribusi keluarga; b) inkonsistensi nilai dan norma di sekolah dan di luar sekolah; dan c) kesulitan guru beradaptasi dengan perubahan kurikulum. Selain itu, pendefinisian perilaku menyimpang dan disfungsi sosial selama ini hanya bertumpu pada “menyalahkan perilaku individu yang menyimpang”, tetapi mengabaikan masalah pada level struktur sekolah yang dapat mendorong siswa ke arah perilaku menyimpang dan keadaan anomie.

show abstract

Pelabelan Orang Minangkabau Pada Pelaku Penyimpangan Sosial: Studi Kasus Pada Dua Nagari Di Sumatera Barat

Cited by 4 publications

References 0 publications

Antara Stigma dan Realitas Sosial: Status Janda Dalam Pandangan Masyarakat Desa

Antara Stigma dan Realitas Sosial: Status Janda Dalam Pandangan Masyarakat Desa

Penyalahgunaan Hak Dan Wewenang Organisasi Masyarakat Di Kelurahan Kedaung, Tangerang Selatan, Banten

Penerapan Pendidikan Karakter Dalam Mengurangi Perilaku Menyimpang Siswa Di Sma Negeri 2 Lhokseumawe

Contact Info

Product

Resources

About