Nilai Budaya dan Gaya Komunikasi Warga Minangkabau, Jawa, dan Bugis

Pawito, Pawito; Muktiyo, Widodo; Arifin, Hamid

doi:10.31315/jik.v17i3.3775

Cited by 4 publications

(4 citation statements)

References 0 publications

Supporting

Mentioning

Contrasting

Unclassified

Order By: Relevance

“…However, the findings of this study revealed that in the context of criticism speech acts, Minangkabau people tend to use direct strategies and rarely use reciprocal strategies through rhyme. This tendency contradicts previous studies reported that the cultural values and communication styles of the Minangkabau community, highlighting their inclination towards indirect communication (Pawito et al, 2020) and the use of reciprocation strategies (Arifin, 2020). However, the tendency of this study is supported by Dasrial (2019) who asserts that although the Minangkabau people have a polite language concept or style of communication, known as the concept of Kato nan ampek, its application in daily life is sometimes forgotten or overlooked.…”

Section: 'Off Record' Strategycontrasting

confidence: 99%

The politeness of criticism speech acts in Japanese and Minangkabau films

Haristiani,

Septiana,

Nor

et al. 2023

Indonesian J. Appl. Linguist.

View full text Add to dashboard Cite

Criticism tends to be a face-threatening speech act that can endanger social relationships if not managed using appropriate strategies, especially in the intercultural context. This study aims to compare and contrast the politeness of criticism speech acts used in Japanese and Minangkabau languages as depicted in film series. The data on criticism speech acts in this study were collected from eleven Japanese film series with a total duration of 538 minutes and eight Minangkabau films with a total duration of 535 minutes. The collected data were formed into a set of data cards, classified based on the criticism speech acts strategies by Nguyen (2005), and analyzed based on Brown and Levinson’s (1987) politeness theory. The data classification in Japanese and Minangkabau was validated through the expert judgment process. The findings indicated that the Japanese and Minangkabau languages employed the same set of criticism speech act strategies but have different tendencies. In Japanese, speakers tend to use indirect strategies as their main criticism speech act strategy by ‘asking/presupposing,’ ‘correction,’ and ‘advice for change.’ Meanwhile, in Minangkabau, speakers tend to use direct strategies by using ‘negative evaluation,’ ‘expression of contradiction,’ and ‘disagreement’ strategies. Regarding the politeness strategy, off-record politeness strategies are more dominantly used among Japanese speakers. In contrast, Minangkabau speakers use bald on-record politeness strategies in criticism speech acts, reflecting their communication culture. The findings of this study provide a deeper understanding of criticism speech act and politeness strategies. The study is expected to contribute to the area of research on intercultural communication and Sociolinguistics.

show abstract

Section: 'Off Record' Strategycontrasting

confidence: 99%

The politeness of criticism speech acts in Japanese and Minangkabau films

Haristiani,

Septiana,

Nor

et al. 2023

Indonesian J. Appl. Linguist.

View full text Add to dashboard Cite

show abstract

“…Seperti yang diungkapkan oleh Pawito dkk (2019), perbedaan dalam latar belakang kebudayaan dapat menghasilkan variasi dalam cara berkomunikasi, atau dengan kata lain, identitas budaya memiliki pengaruh terhadap gaya komunikasi individu. (Pawito et al, 2020).…”

Section: Abstrakunclassified

Identitas Budaya Banyumasan dalam Dialek Ngapak

Nugroho,

Kusuma

2023

JIK

View full text Add to dashboard Cite

Fenomena malu untuk menggunakan bahasa Jawa Banyumasan atau dialek ngapak di luar daerah asal mulai dirasakan oleh sebagian mahasiswa yang berdomisili di kota Bandung. Tujuan penelitian mengevaluasi aktivitas komunikasi dan pemilihan penggunaan dialek ngapak sebagai identitas budaya Banyumasan yang terjadi pada mahasiswa asli Banyumas di lingkungan Universitas Telkom yang tergabung dalam komunitas IWAKMAS. Mahasiswa asal Banyumas menggunakan dialek ngapak ketika berinteraksi dengan teman yang berasal dari wilayah yang sama dan menciptakan sebuah komunitas bernama IWAKMAS sebagai bentuk identitas mereka. Penelitian menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan etnografi komunikasi. Data diperoleh dengan observasi partisipan, wawancara mendalam, dan studi dokumentasi. Terdapat sepuluh orang informan yang merupakan mahasiswa asli Banyumas yang menggunakan dialek ngapak dalam kehidupan sehari-hari. Hasil penelitian menemukan bahwa penggunaan bahasa Jawa Banyumasan dilakukan oleh para mahasiswa secara fleksibel disesuaikan dengan lawan berbicara. Komunikasi dan interaksi yang berjalan dengan spontan, mengikuti kebutuhan komunikasi, dan melibatkan semua individu yang terlibat dalam situasi komunikasi tertentu. Penggunaan dialek ngapak khas Banyumasan secara konsisten berperandalam membentuk identitas budaya Jawa Banyumasan, merupakan salah satu strategi dalam menjaga keberlanjutan identitas budaya di antara mahasiswa. Kontribusi penelitian ini menjadi rujukan bagi para pemangku kepentingan yang terlibat dalam pewarisan dan pemajuan budaya, terutama terkait bahasa daerah sebagai simbol dan identitas budaya.

show abstract

“…Apalagi, setiap orang juga dipengaruhi oleh budaya dan bahasa daerah masing-masing dalam bertutur, seperti anggota dewan di kota Makassar. Hal tersebut berdasarkan penelitian dari Pawito et al (2020) bahwa kebudayaan berpengaruh terhadap gaya komunikasi. Dengan demikian, pola berbicara seseorang tentunya akan berbeda sesuai dengan karakteristik dari budaya daerah masing-masing.…”

Section: Pendahuluanunclassified

Representasi Maksim Cara dan Relevansi Tuturan Anggota DPRD Kota Makassar

Pratiwi,

Syafruddin,

Badriyah

et al. 2023

JSI

View full text Add to dashboard Cite

Dalam praktik komunikasi politik, bahasa digunakan sangat dinamis dan lentur sesuai dengan konteks, situasi, dan tujuan komunikator. Bahasa di satu pihak mempunyai makna kesepakatan yang terjadi secara sosial dan bebas dari intervensi kekuasaan. Di lain pihak, bahasa mampu menghadirkan diri dan memberi ruang dan sebagai arena untuk berbagai kepentingan dan kekuasaan seperti tuturan dalam percakapan anggota dewan perwakilan rakyat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penggunaan maksim cara dan relevansi pada tuturan anggota dewan perwakilan rakyat di kota Makassar. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Data diambil dari tuturan dalam percakapan anggota dewan perwakilan rakyat di Kota Makassar yang terjadi dalam proses sidang. Data dikumpulkan melalui proses observasi dan rekaman. Teknik analisis data terdiri dari tiga tahap yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan simpulan. Validasi data penelitian dilakukan dengan cara perpanjangan pengamatan, meningkatkan ketekunan, triangulasi, serta diskusi dengan teman sejawat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa percakapan dalam ruang sidang DPRD antara anggota dewan dan warga memiliki pelanggaran maksim. pelanggaran maksim yang dominan terjadi pada maksim cara. Pelanggaran maksim relevan yang ditimbulkan dari data menunjukkan kesan pesan atau makna yang ingin disembunyikan. Sedangkan pelanggaran maksim cara muncul disebabkan adanya tanggapan lawan bicara yang ambigu dan adanya sikap yang tidak menunjukkan kesopanan terhadap pernyataan penutur.

show abstract

Nilai Budaya dan Gaya Komunikasi Warga Minangkabau, Jawa, dan Bugis

Cited by 4 publications

References 0 publications

The politeness of criticism speech acts in Japanese and Minangkabau films

The politeness of criticism speech acts in Japanese and Minangkabau films

Identitas Budaya Banyumasan dalam Dialek Ngapak

Representasi Maksim Cara dan Relevansi Tuturan Anggota DPRD Kota Makassar

Contact Info

Product

Resources

About